Yusof Bin Ishak adalah presiden pertama Singapura semenjak negeri tersebut lepas dari wilayah Federasi Malaysia dan mengubah status negaranya menjadi negara republik pada tanggal 9 Agustus 2009. Dari uraian singkat ini mungkin kamu merasa tak ada yang spesial dari diri beliau. Namun, tahukah kamu bahwa dalam diri pria ini mengalir darah Indonesia, tepatnya Minangkabau?
Benar, meski ia lahir di Malaysia, namun kedua orang tuanya merupakan warga negara Indonesia asli. Ayahnya adalah orang Minangkabau. Sedangkan, ibunya merupakan warga kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Untuk mengenal lebih jauh sosok almarhum, simak saja langsung pembahasannya di bawah ini.
Yusof lahir di Padang Gajah, Trong, Bandar Taiping, Perak, Kerajaan Malaysia, pada tanggal 12 Agustus 1910. Ia merupakan anak tertua dari keluarga besar yang beranggotakan sembilan anak. Ia punya leluhur bangsawan asli Minangkabau bernama Datok Jonathan.
Pendidikan dasarnya ia rasakan di sebuah sekolah Melayu di tanah kelahirannya. Setelah itu, ia kemudian dipindahkan ke Sekolah Melayu yang ada di kota Taiping. Pada usia 11 tahun ia melanjutkan pendidikannya ke sekolah berbahasa Inggris bernama, King Edward VII di kota yang sama.
Pada tahun 1923, Yusuf terpaksa harus pindah ke Singapura karena ayahnya ditugaskan di sana. Yusof kemudian melanjutkan pendidikan ke Raffles Institution. Di sekolah ini, ia banyak menggeluti berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti polo air, tinju, angkat beban, renang, hoki, hingga kriket. Ia juga sering mewakili Singapura dalam berbagai perhelatan olahraga.
Tak hanya kemampuan motorik, Yusof juga merupakan siswa dengan kemampuan akademis yang hebat. Ia memperoleh sertifikat Cambridge School dengan nilai memuaskan. Ia kemudian diganjar beasiswa dan memutuskan untuk terus melanjutkan studinya di institusi ini hingga tahun 1929.
Tepat selepas lulus dari sekolah tersebut, Yusof memulai kariernya sebagai seorang jurnalis dan menjalin kerja sama dengan dua teman lainnya untuk menerbitkan majalah khusus olahraga bertajuk, Sportsman. Tiga tahun kemudian, atau pada tahun 1932, Yusof bergabung dengan surat kabar kenamaan Malaysia saat itu, Warta Malaya.
Lalu pada tahun 1939, ia bersama beberapa petinggi Malaysia yang ada di Singapura, mendirikan Utusan Melayu. Namun, selama kependudukan Jepang di Singapura, surat kabar ini terpaksa menghentikan peredarannya karena mesin cetak yang mereka miliki dibajak oleh Jepang untuk menerbitkan surat kabar berisi propaganda, Berita Malai.
Yusof telah mengemban banyak posisi penting di pemerintahan Singapura. Ia pernah menjadi bagian dari Komite Perfilman, Nature Reserves Committee atau Komite Pelestarian Lingkungan, hingga Komisi Organisasi Malaya.
Puncak kariernya tentu saja ketika ia terpilih sebagai Yang Di-Pertuan Negara atau Kepala Negara Singapura ketika partai yang mengusungnya, People’s Action Party (PAP) memenangkan Pemilihan Umum pada 30 Mei 1959. Beliau dilantik pada tanggal 3 Desember di tahun yang sama.
Pada tanggal 9 Agustus 1965, Singapura secara resmi lepas dari wilayah federasi Malaysia, dan berdiri sebagai negara yang independen. Posisi Yang di-Pertuan Negara kemudian dihapus dan diganti dengan jabatan Presiden Singapura. Ia berhasil menjadi presiden selama tiga periode berturut-turut.
Sebagai tanda balas jasa, Singapura pun mengabadikan namanya dalam tiga hal. Pertama, sebuah masjid di Woodlands yang bernama Yusof Ishak. Kedua, Institut Kajian Asia Tenggara (ISEAS) di National University of Singapore (NUS) yang kini berganti nama menjadi ISEAS-Yusuf Ishak Insitute. Ketiga, NUS akan mencanangkan sebuah program pendanaan dan penganugerahan gelar profesor dalam bidang ilmu sosial dengan nama Yusof Ishak Professorship.
Yusof mendapat sebuah penghargaan bernama Darjah Kerabat Yang Amat Dihormati Kelas Pertama dari Sultan Brunei pada November 1960. Selain itu, Singapura juga mengabadikan dirinya dalam semua pecahan mata uang dolar Singapura dari sejak dulu dan bahkan hingga sekarang! Mulai dari pecahan, 2, 5, 10, 20, 50, 1.000, hingga 10.000 dolar Singapura.
Beliau meninggal saat masih berstatus sebagai Presiden Singapura periode ketiganya pada 23 November 1970. Ia meninggal akibat gagal jantung. Jasadnya dikebumikan di pemakaman wilayah Kranji.
Tak hanya warga Singapura yang bangga pernah dipimpin oleh manusia hebat dengan dedikasi tinggi memajukan bangsanya dan menjunjung erat nilai-nilai multi-kultural dan multi-etnis. Namun, kita sebagai masyarakat Indonesia juga patut bersyukur bahwa Bumi Pertiwi pernah melahirkan orang hebat seperti beliau ini.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…