Pada hakekatnya, payung memiliki fungsi untuk melindungi kita dari panas matahari maupun guyuran hujan. Payung memiliki bentuk yang sempurna untuk melindungi seluruh tubuh kita. Moncongnya yang lebar serta pegangan yang kuat menjadikannya barang wajib yang ada di dalam tas jinjing kita.
Namun, tahukah kalian bahwa salah satu suku di Indonesia mengartikan payung sebagai sebuah simbol? Ya, suku Jawa mengartikan payung sebagai penanda kelas sosial di kalangan masyarakatnya. Bagaimana bisa? Simak fakta-faktanya di ulasan berikut ini.
Budaya Jawa Menyebutnya “Songsong”
Ingat, Songsong di sini bukan berarti Song Song Couple alias Song Joong Ki dan Song Hye Kyo yang akan menikah pada akhir bulan ini. Songsong merupakan sebutan untuk sebuah payung dalam budaya Jawa. Songsong merupakan bentuk halus atau biasa disebut sebagai kromo inggil dari kata payung.
Menjadi Penanda Kelas Sosial
Songsong di sini memiliki fungsi sebagai penanda kelas sosial. Dilansir dari goodnewsfromindonesia.id biasanya, hanya raja yang memiliki songsong jenis gubeng, bawat, dan agung. Bisa ditandai dari susunan payungnya yang berjumlah tiga. Pemilik songsong tersebut berhak dihormati tidak berbatas ruang dan waktu.
Warna Cat dan Streep Menjadi Pembeda yang Mencolok
Bagaimana cara membedakan kelas bangsawan yang memiliki songsong? Tinggal melirik warna cat dan streepnya saja. Bambang Sularto menuliskan dalam buku berjudul “Upacara Labuhan Kesultanan Yogyakarta” bahwa setiap keturunan raja pasti memiliki bentuk songsong yang sama, namun bisa dibedakan lewat warna cat dan streepnya.
Keistimewaan Songsong di Kalangan Priyayi
Ternyata penggunaan songsong pun ada aturannya dan tidak boleh digunakan sembarangan. Para bawahan raja tidak bisa asal menggunakan songsong ke manapun atasannya pergi. Keraton Kasunanan Sukakarta pada masa Pakubowono IV misalnya, menerapkan larangan bagi siapapun untuk menggunakan payung di kawasan keraton, kecuali keluarga raja yang bergelar pangeran.
Eksistensi dari songsong kini sudah tidak se-“agung” jaman dahulu. Dewasa ini, para ningrat dari keraton sudah diharuskan untuk mensejajarkan diri dengan rakyatnya. Sehingga, banyak abdi dalem yang sudah tidak membawa songsong lagi ke manapun ia pergi. Kini, songsong pun hanya bisa dilihat sebagai hiasan saja sambil dikenang fungsinya.