Bukan rahasia lagi, setelah buka-bukaan di acara Mata Najwa pada Rabu (28/11) kita menjadi mengetahui bagaimana sebenarnya kondisi sepak bola Indonesia sekarang. Ketika melihat acara tersebut mungkin sebagian besar dari kita juga merasa muak lantaran sepertinya pihak federasi tutup mata akan hal ini. Bahkan terlihat bergerak lamban untuk bisa memberantas para mafia-mafia di sepak bola Indonesia.
Di balik fakta tidak mengenakan untuk insan bola tanah air itu, ternyata pada SEA Games Manila tahun 1991 ada sebuah kisah manis, kala itu suksesnya pemberantasan Mafia Bola berujung gelar juara (medali emas) ditorehkan Timnas. Menyaksikan kondisi itu, tentu semakin mempertegas kalau seretnya prestasi bukan lantaran pemain-pemain Tim Merah Putih saja yang tidak mampu, namun ada faktor-faktor lain.
Lantas seperti apakah kisahnya? Temukan jawabannya di ulasan berikut ini.
Berangkat dari rasa khawatir sang manajer Timnas
Bagi I Gusti Kompyang (IGK) Manila yang ketika itu menjabat sebagai manajer Timnas, memang bukan perkara mudah untuk tidak kekhawatiran dengan ancaman praktek pengaturan skor menyerang Timnas. Kemurkaannya terhadap hal laknat itu, juga membuat sang manajer asal Bali itu melabeli match fixing sebagai Babi-babi suap. Meski diliputi kecemasan saat mempersiapkan tim, namun pada akhirnya skuad Garuda yang kala itu dilatih oleh Anatoly Polisin berkat juga ke Filipina. Setelah sebelumnya melakukan latihan ala militer di Pusdik POM Cimahi.
Timnas didampingi para prajurit dari POM ABRI
Meski persiapan dirasa cukup untuk menghadapi ajang multievent termasyur Asia Tenggara itu, namun perasaan was-was akan praktek mafia bola tetap berkecamuk dalam batin manajer Timnas. Berkat hal tersebutlah, akhirnya rombongan Widodo C Putro dan kawan-kawan mendapatkan pengawalan khusus dari satu regu POM ABRI. Melansir laman Historia, aksi anak buah Manila tersebut hanya efektif menangkap para tukang suap dengan label teri saja. Sedangkan, untuk Bandar masuk kategori Kakap, mantan ketua BWSI PSSI tahun 2007 ini langsung turun tangan. Berkat terjun langsung pria 76 tahun ini berhasil menemui banyak kalangan menjadi Bandar.
Tak hanya ABRI, pemain juga jadi mata-mata
Selain anak buahnya yang mempunyai tugas menangkal hal keji tersebut, mantan Mayor Jendral TNI AD ini juga mengutus salah satu pemain di skud Garuda untuk menjadi mata-mata. Saat itu konon kabarnya nama Bambang Nurdiansyah menjadi pemain Timnas yang kebaikan tugas khusus tersebut. Berkat adanya informan tersebut, pengaturan skor berasal dari tubuh PSSI berhasil untuk ditekan. Bahkan para anak Antoni Polisin bisa seteril dari hal-hal laknat dalam jagad sepak bola. Alhasil, performa paripurna mampu mereka keluarkan dalam laga-laga di cabang olahraga sepak bola SEA Games.
Rizal Memori Stadium jadi saksi kehebatan Timnas
Seperti yang telah diungkap tadi, terhindarnya Tim Merah Putih dari hal non teknis bisa dikatakan mempunyai pengaruh yang besar. Melansir laman Bola.com, Indonesia berisikan pemain muda itu mampu raih poin sempurna di babak penyisihan grup B, dengan catatan tiga kemenangan beruntun atas Malaysia, Vietnam, dan tuan rumah Filipina. Hasil bagus ini juga membuat mereka terus mampu menunjukkan performa yang fantastis dengan mengakhiri gelaran dengan torehan emas. Rizal Memori Stadium menjadi bukti bagaimana Timnas mejungkalkan tim kuat Thailand. Setelah medali ini Timnas belum lagi bisa meraih emas di SEA Games.
BACA JUGA: Mengenang Pelatih Indonesia Berdarah Tionghoa yang Membuat Timnas Mampu Cakar Asia
Melihat kisah tadi, membuktikan kalau efek adanya sebuah Bandar judi atau Mafia Bola memang sangat besar untuk olahraga ini. Jadi sangat diperlukan untuk meringkusnya dari kompetisi nasional, agar bisa sepak bola Indonesia bisa hasilkan pemain-pemain dengan talenta luar biasa.