Perkembangan zaman membuat kita diharuskan mengikuti arus modernisasi sehingga budaya asli kadang tersisihkan dengan adanya globalisasi. Inilah yang harus diperhatikan orang tua dalam mendidik dan memberikan pengertian kepada anak agar bersikap selektif, apa yang baik dilakukan dan yang tidak maka ditinggalkan. Untuk membuat anak seperti itu terkadang sangat sulit karena faktor eksternal pada anak, misalnya adalah pergaulan dan lingkungan.
Agar tidak terjadi hal yang seperti disebutkan sebelumnya, pastinya perlu beberapa pencegahan agar generasi penerus kita kelak jadi tidak lupa akan budaya aslinya sendiri akibat tergerus zaman. Salah satunya adalah dengan mengajarkan budaya sejak dini. Jangan sampai orang-orang tua kelak menyebut generasi penerus sebagai orang jawa yang sudah tidak “njawani”. Berikut adalah beberapa cara agar hal itu tidak terjadi.
Banyak orang apalagi mereka yang sudah lepas bangku SD dan SLTP lupa akan materi kedaerahan terutama pelajaran bahasa Jawa. Hal itulah yang harus kita lakukan sebagai ibu untuk membekali anaknya agar tidak melupakan apa yang dimiliki sukunya. Aksara Jawa perlahan hilang karena anak-anak kita lebih memilih mengenal tulisan latin biasa daripada aksara jawa.
Pun demikian dengan bahasa daerah, anak-anak kita jarang yang bisa menggunakan “kromo” halus. Ibu-ibu lebih memilih mengajari bahasa Indonesia daripada percakapan keseharian suku mereka yakni Jawa. Bukan berarti bahasa Indonesia tidak penting, mempelajari bahasa keseharian alias Jawa pun menjadi hal yang wajib. Banyak di antara anak-anak kita yang berbicara dengan orang yang lebih tua disama ratakan dengan berbicara kepada teman-temannya. Ya, hal tersebut memang pengaruh dari pendidikan dan pengenalan lingkungan yang mungkin kurang dari orang tua.
Tidak hanya angka biasa dan angka Arab yang perlu dipelajari anak-anak kita, angka Jawa juga harus diajarkan agar tidak hilang tergerus zaman. Mereka-mereka yang masih peduli dengan kebudayaan Jawa menjadi semakin sedikit semakin berkembangnya zaman. Banyak yang lebih memilih hidup kebarat-baratan di dunia yang modern ini.
Angka Jawa terdiri dari 10 angka berbeda yang dirangkai bergandengan. Menulis angka Jawa hanya perlu kebiasaan tanpa harus menghafalkannya karena sadari kebiasaan itulah muncul daya ingat. So, budayakan menulis untuk anak!
Tidak jauh-jauh, kalangan kita sebagai orang tua sekarang lebih suka mendengarkan lagu-lagu barat atau dangdut. Ya, musik dangdut ini adalah tradisi lokal yang memang pantas untuk dilestarikan. Tetapi musik daerah dengan nyayian tembang Jawa sudah sangat lama jarang diminati.
Jarang sudah yang bisa “nembang” karena memang sudah tidak diajarkan di sekolah-sekolah dasar, kecuali lembaga pendidikan tertentu. Padahal, banyak orang luar negeri yang mempelajari tembang Jawa seperti Elizabeth Karen yang berasal dari Amerika. Ia sangat menyukai adat dan budaya Jawa, bahkan menekuninya. Ia juga menjadi pesinden alias Waranggana.
Tarian tradisional Jawa bisa kita lihat dalam kegiatan adat tiap tahunnya. Itupun orang-orang sanggar yang masih melestarikannya dengan berbagai upaya agar tarian-tarian tersebut masih ditekuni dan dipelajari. Sanggar kini sudah banyak tersisihkan dengan club ballet, rumah Walts dan tari-tari modern dari Barat.
Oleh karena itu, sebagai ibu yang cinta akan Indonesia sebaiknya kita juga harus mengenalkan anak akan budaya asli kita sendiri. Kita yang berasal dari suku Jawa juga lebih baik mengenalkan tarian Jawa kepada anak, diharap kelak ia bisa mulai berpikir untuk masuk ke sebuah sendra tari sesuai dengan minatnya.
Sejarah amat penting, tidak luput juga dengan latar belakang dan asal-usul suatu kejadian. Hal tersebut menjadikan kita paham akan sesuatu. Usia anak yang masih dini saat di mana anak tersebut menanyakan kebenaran akan sesuatu. Misalnya, pada usia yang masih kecil tingkat pendidikan TK atau lebih kecil dari itu, anak akan lebih banyak bertanya tentang ini itu, mengenal hal-hal yang ada di sekitarnya.
Maka, kita sebagai orang tua lebih bijaklah dalam menjelaskannya. Kaitkan dengan cerita-cerita lokal kepada anak kita, seperti Lutung Kasarung, Asal Usul Danau Toba, Malin Kundang, Roro Jonggrang dan masih banyak cerita suku lain selain Jawa. Hal ini akan membentuk kepribadian cinta kebudayaan lokal pada anak kita. So, berikan yang terbaik untuk anak dan bangsa ini!
Nah, itulah 5 hal yang bisa kita lakukan agar kata-kata nenek moyang “Orang Jawa Hilang Jawanya” tidak melekat pada kita. Hal tersebut mungkin bisa saja terjadi kalau kita sebagai masyarakat Jawa melupakan kebudayaan lokal. Nah, cara tersebut bisa kita lakukan untuk anak kita agar mereka nantinya yang menjadi penerus dalam melestarikan budaya lokal dan cinta Indonesia.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…