Banjir di Jakarta sudah menjadi cerita tahunan. Namun, keterbiasaan ini juga ternyata diikuti dengan beragam gejala yang memperingatkan warganya. Abrasi, adalah salah satu persoalan yang menghantui ibukota. Sudah beberapa tokoh dan penelitian, menyebutkan bahwa Jakarta dalam ancaman akan tenggelam.
Bukannya tanpa dasar, karena beberapa titik dataran di pesisir Jakarta mulai berkurang. Diperkuat dengan penelitian para ahli bahwa dengan penurunan permukaan tanah 25 cm setiap tahun, bisa-bisa tahun 2050 atau lebih cepat, dua per tiga Jakarta akan tenggelam. Dan satu dekade lalu, Masjid Waladuna disebut-sebut sebagai salah satu tanda akan datangnya prediksi ini.
Masjid yang tadinya berupa musholla tersebut dan daerah sekitarnya kini bak kota mati, lantaran abrasi menyebabkan tanah semakin turun dan air laut memasuki pemukiman tersebut. Di antara sibuknya ibukota, masih ada beberapa pihak yang kadang berkunjung ke sana, karena prihatin dengan banjir Jakarta yang juga semakin parah dan adanya peringatan bahwa Jakarta bisa tenggelam dalam hitungan tahun.
Kondisi Masjid Waladuna sebelum terlantar
Jika ada beberapa masjid yang bertahan dari gejala alam, barangkali yang kita ingat adalah masjid Rahmatullah di Aceh ketika tsunami melanda. Sebenarnya Masjid Waladuna di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara pun demikian, ia masih berdiri tegak saat Muara Baru diterjang banjir rob. Tempat ibadah yang dibangun pada tahun 1996 ini sering terendam banjir rob pada tahun 2000an. Sejak itu, musholla tersebut tak lagi digunakan.
Melansir dari Kompas, warga yang sudah lama bekerja di kawasan tersebut menceritakan bahwa dulunya Musholla Waladuna sering digunakan untuk ibadah bagi pekerja pelabuhan. Namun semakin banyak jamaahnya, dan digunakan juga untuk salat Jumat dan Hari Raya, karenanya ia berubah menjadi masjid.
Tersingkir di luar dinding tanggul baru
Pemindahan sandaran kapal ke Sunda Kelapa tahun 2008-2009, menyebabkan jamaah masjid kembali turun. Gedung-gedung pergudangan di sana juga digilas sehingga hanya menyisakan rumah ibadah tersebut. Jamaahnya pun berkurang drastis.
Sudah semakin jarang pengguna, dinding tanggul lama yang dibangun di sekitar masjid sempat jebol dan membanjiri kawasan Muara Baru. Sejak itu, pemerintah DKI setempat membangun kembali tanggul yang lebih tinggi, namun di belakang Masjid Waladuna. Bangunan berukuran sedang itu kini terasingkan di balik dinding bendungan, menyatu dengan laut lepas.
Perjuangan mengintip Musholla Waladuna yang kawasannya tak terawat
Kawasan tersebut kini tidak bisa sembarangan didatangi, karena dikhawatirkan risiko kecelakaan akibat lokasi yang kurang aman. Jika ingin datang melihatnya, kita harus melewati pinggiran dinding tanggul tersebut, karena di bawahnya sudah berupa perairan. Selain itu, jalan kecil di tanggul sudah banyak lubang dan berdempetan dengan bekas tiang listrik. Bila ingin melongok sang musholla, perlu memanjat tangga buatan yang sudah sangat tidak layak.
Sementara bagian yang terlindungi bendungan juga sudah bagaikan kota mati. Menurut warga, dulu wilayah tersebut juga menjadi pemukiman dan wilayah industri, gudang dan pelabuhan. Tapi kini sebagian sudah mangkrak. Memang cukup sulit bila ingin merevitalisasi kawasan ini.
Karena merupakan rumah ibadah, beberapa orang yang memiliki keyakinan kuat ada yang kagum dengan Masjid Waladuna. Sudah 20 tahun lebih mangkrak dan digempur air laut, tapi masih bisa berdiri tegak, meski tentu saja bagiannya sudah ada yang lapuk dan rusak di sana-sini.
BACA JUGA: Detik-detik Prediksi Jakarta Utara yang Bakal Hilang dari Peta di Tahun 2050
Tapi yang pasti, lebih banyak yang menyadari bahwa ia menjadi saksi bisu semakin turunnya muka tanah ibukota dan hal ini bukan pertanda baik. Sayangnya, belum benar-benar nampak langkah yang jelas untuk mengatasi kondisi ini. Apalagi setiap tahun, masyarakat dan pemerintah masih dipusingkan dengan tamu banjir yang tak terkendali.