Bung Karno sepertinya memang dilahirkan sebagai pemimpin besar Bangsa Indonesia. Semasa hidup, ia tak pernah luput untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Buktinya semenjak sebelum merdeka, sampai peristiwa proklamasi, hingga pasca kemerdekaan Bung Karno selalu hadir di tengah-tengah Bangsa Indonesia.
Jika ditilik, kehebatan Bung Karno memang sudah mulai terasah sejak usia muda, tepatnya saat ia mulai menjalani kehidupan sebagai anak kos di rumah H.O.S Cokroaminoto. Di rumah ini ia banyak menimba ilmu politik, baik dari buku, dari teman-temannya seperti Kartosuwiryo dan Muso, sampai tamu-tamu penting yang datang ke rumah H.O.S. Cokroaminoto yang saat itu memang menjadi ketua Sarekat Islam.
Menjadi anak kos di rumah H.O.S. Cokroaminoto adalah satu fase penting bagi pembentukan diri seorang Bung Karno. Karena di sinilah kelak lahir karakter Bung Karno yang hebat seperti yang kita kenal saat ini. Nah, bagaimana sih sebenarnya kehidupan masa remaja Bung Karno itu? Berikut kami ulas 5 fakta kehidupan remaja Bung Karno yang pastinya membuat kamu penasaran.
Soekarno, yang saat itu masih bernama Kusno Sosrodihardjo, adalah anak kos di Gang Peneleh VII, Surabaya. Dia mendapat perhatian khusus karena ayahnya, Raden Soekemi Sosrodihardjo, adalah sahabat dekat dari keluarga H.O.S Cokroaminoto. Soekarno muda indekos di Gang Peneleh karena harus melanjutkan jenjang sekolahnya di HBS, yang kalau sekarang setingkat dengan SMA.
Di rumah ini, Soekarno harus membayar kos sebesar Rp. 11,- per bulan. Ia menempati kamar tersisa di bagian belakang. Tanpa jendela, tidak ada kasur, tidak ada bantal, yang ada hanya meja reot dan pelita yang harus dinyalakan sepanjang hari. Dari rumah inilah kemudian Soekarno mengenal Kartosuwiryo, Muso, dan Alimin yang kelak akan berseteru hebat dengannya.
Minimnya uang saku Soekarno membuatnya tak leluasa bermain bebas. Dia menjadi satu-satunya anak kos yang harus berjalan kaki sejauh 1 kilometer untuk menuju sekolah karena tak memiliki sepeda kayuh seperti yang lain. Namun siapa sangka justru di kamarnya yang gelap itu penuh buku-buku karangan Karl Marx, Friedrich Engels, Jacques Rousseau, Voltaire, majalah Vogue dan Nugget terbitan Amerika.
Dengan usia semuda itu ia sudah paham Revolusi Perancis, gerakan buruh Inggris, kemerdekaan Amerika, dan mitologi Yunani. Untuk menambah wawasan, Soekarno bersama Muso, Alimin, dan Kartosuwiryo kadang pergi ke Toko Buku Peneleh yang berdiri tak jauh dari indekosnya. Sampai saat ini, Toko Buku Peneleh ini masih berdiri kokoh di tempat yang sama sejak pertama dibuka tahun 1915.
Ciri khas yang tidak pernah lepas dari diri seorang Bung Karno adalah orasinya. Semua bermula dari gurunya, H.O.S. Cokroaminoto, yang begitu ulung berorasi di Sarekat Islam. Dalam buku-buku biografinya, Soekarno selalu berterus terang bahwa ia belajar cara berpidato kepada Cokroaminoto. Ia begitu terkesan melihat orasi bapak kosnya yang mampu membangkitkan nasionalisme pengikutnya.
Satu ajaran Cokroaminoto yang selalu diingat Soekarno adalah, “Jika ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator”. Karena itu Soekarno tiap malam selalu belajar berorasi di kamarnya, sampai-sampai ia selalu menjadi bahan candaan kawan-kawannya. Dari situlah kelak Soekarno menjadi orator ulung layaknya Sang Guru, H.O.S Cokroaminoto.
Ketika masih menimba ilmu di HBS Surabaya, Soekarno mengambil keputusan besar untuk menikahi putri H.O.S. Cokroaminoto, yakni Siti Oetari. Peristiwa penting ini terjadi pasca Soeharsikin, istri Cokroaminoto, meninggal dunia. Namun karena Oetari masih kecil, keduanya hanya dinikahkan secara agama saja dan belum dikukuhkan dengan hukum negara. Oetari saat itu masih berumur 16 tahun, terpaut empat tahun lebih muda ketimbang Soekarno.
Meskipun sudah sah sebagai suami-istri, kepada Cindy Adams, seorang penulis biografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno mengaku tidak pernah berhubungan badan dengan Oetari. Keduanya hanya beranggapan sebagai kakak-adik. Sampai akhirnya setelah dua tahun menikah, Soekarno mengembalikan Oetari kepada H.O.S Cokroaminoto dengan cara yang baik-baik.
Saat masih muda, Soekarno sudah aktif menulis di surat kabar Oetoesan Hindia yang merupakan surat kabar milik Sarekat Islam. Hal ini menyusul ajaran H.O.S. Cokroaminoto yang sebelumnya sudah disebutkan untuk menulis layaknya seorang wartawan. Dengan nama samaran Bima, ia menulis tak kurang dari 500 artikel untuk majalah yang pertama kali terbit tahun 1912 tersebut.
Banyak tulisan Soekarno yang dimuat dalam kolom tajuk rencana. Ia mengambil topik seputar realitas rakyat terjajah dan kerakusan pemerintah Hindia Belanda. Tulisan-tulisan ini tentu sampai membikin kuping panas penjajah Belanda dan jadi perbincangan hangat khalayak ramai. Douwes Dekker, pendiri National Indische Partik, mendapuknya sebagai anak muda yang akan menggantikannya kelak. Adapun Cokroaminoto meramalkan, “Anak ini akan menjadi pemimpin besar kita…”
Nah, itu tadi 5 fakta kehidupan remaja Bung Karno semasa SMA yang tak banyak diketahui orang. Ternyata untuk menjadi seorang Bung Karno yang kita kenal saat ini, ia harus banyak-banyak belajar. Itu adalah hal lumrah yang harus dilewati tiap orang. Setiap hal tak datang begitu saja, termasuk Bung Karno, ia harus senantiasa belajar banyak untuk menjadi Soekarno yang sekarang.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…