in

Merasa Bersalah Jadi Teroris, Pria Ini Bangun Pondok Pesantren untuk Lawan Radikalisme

Terorisme adalah problem lama di tanah air yang tak kunjung mati. Benihnya masih saja beranak-pinak dan ada hingga saat ini. Berbagai alasan membuat masyarakat diam-diam mengikuti ajaran radikal dan masuk kelompok peyebar paham radikalisme. Sebagian masih bersembunyi dan bergerilnya di tengah masyarakat. Namun sebagian lainnya tersadar bahwa menjadi seorang teroris adalah kesalahan yang membuat sesamanya menderita.

Satu di antara mantan teroris yang terbuka mata hatinya adalah Khairul Ghazali. Telah menjadi penyebab orang-orang tak bersalah mati sia-sia, Khairul akhirnya mantap keluar dari organisasi yang mengantarkannya menjadi teroris. Tak berhenti di situ, Khairul pun mendirikan pesantren yang di dalamnya mengajarkan anti terorisme.

Belasan tahun ikut paham radikal dan penyebab kematian

Saat menjadi terpidana kasus perampokan bank [Sumber Gambar]
Khairul Ghazali merupakan salah satu anggota jaringan kelompok teroris yang sepak terjangnya cukup membuat pihak berwajib kelabakan. Ia merupakan satu di antara teroris yang berada di balik penyerangan terhadap Polsek Hamparan Perak. Selain itu, Khairul juga terlibat dalam perampokan Bank CIMB Niaga, Medan. Perampokan kala itu bahkan menewaskan salah seorang anggota Brimob.

Banyak nyawa melayang membuatnya tersadar

Khairul Ghazali [Sumber Gambar]
Khairul berhasil ditangkap polisi pada September 2010 silam. Di balik jeruji besi, banyak hal yang direnungkannya. Termasuk apa yang didapat setelah menjadi teroris selama belasan tahun. Setelah sekitar empat bulan melakukan evaluasi, Khairul merasa tindakannya hanya menyebabkan sesama manusia menderita. Hal inilah yang pada akhirnya membuat Khairul mantap keluar dari kelompok teroris.

Mendapat ancaman pembunuhan dari kelompok radikal yang dulu pernah diikuti

Menerbitkan buku Kabut Jihad [Sumber Gambar]
Di dalam jeruji besi berukuran 3 x 4 meter, Khairul menuliskan tentang bagaimana penyelewengan makna jihad sehingga orang-orang memiliki paham radikal. Ia juga menuliskan bahwa para teroris telah salah memahami makna jihad yang sesungguhnya sehingga terjerumus menjadi orang-orang yang melukai sesamanya. Karena tulisan-tulisannya ini, ayah sembilan orang anak ini sempat mendapat ancaman akan dibunuh oleh terpidana teroris lain. Meski begitu, Khairul tak gentar dan menyelesaikan buku yang akhirnya diterbitkan dalam judul “Kabut Jihad”.

Dirikan pesantren pusat deradikalisasi yang ditargetkan untuk anak-anak teroris

Buah dari aksi teror yang dilakukan Khairul bukan hanya berimbas bagi dirinya sendiri. Tapi juga pada anak, istri, kerabat dan lingkungannya. Selama Khairul di penjara, anak dan istrinya mendapat cap negatif sebagai istri dan anak teroris. Bahkan sang anak terpaksa keluar sekolah karena tak kuat dikucilkan teman-temannya. Hal seperti ini pun dialami oleh ratusan anak-anak teroris lainnya. Dan kasus seperti ini umumnya dimanfaatkan kaum radikal untuk merekrut mereka yang terkucil di tengah masyarakat untuk turut menjadi teroris.

Santri ponpes Al Hidayah [Sumber Gambar]
Kekhawatirannya pada anak-anak teroris yang berpeluang direkrut kelompok radikal membuat Khairul membulatkan tekad untuk mendirikan Pesantren Al Hidayah. Berlokasi di Deli Serdang, Sumatera Utara, pesantren ini memiliki kurikulum yang tak jauh berbeda dari pesantren-pesantren lainnya. Hanya saja, ada mata pelajaran khusus bernama deradikalisasi yang bertujuan menghindarkan santrinya dari paham-paham radikal.

Menyusun mata pelajaran anti teroris berdasarkan pengalaman terjerumus paham radikal

Khairul mengajar santri [Sumber Gambar]
Sempat mencita-citakan negara khilafah, kini Khairul telah kembali pada semboyan NKRI harga mati. Untuk mencegah anak-anak narapidana teroris mengikuti jejak orang tuanya, Khairul menyusun mata pelajaran deradikalisasi. Isinya mencakup empat poin utama yaitu penanaman sifat kritis terhadap ajaran-ajaran radikal, pluralisme, indoktrinasi agama yang mengajarkan kedamaian, dan menghindari ajaran agama yang bersifat dogmatis. Pihak pemerintahan setempat turut mendukung, mengawal, dan membantu niat baik yang dilakukan Ghazali.

BACA JUGA: 5 Alasan Kenapa Orang Indonesia Tidak Perlu Takut Dengan Terorisme

Dulu sempat terjerumus dan sebabkan banyak nyawa melayang, kini Khairul berbalik menjadi pencetus pesantren pusat deradikalisasi pertama di Indonesia. Perjuangannya mengumpulkan anak-anak narapidana teroris dari seluruh Indonesia untuk belajar gratis di pesantrennya mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Ia pun terus menulis buku-buku yang membantu orang-orang memahami bahwa menjadi teroris adalah suatu kesalahan besar.

Written by Aini Boom

Leave a Reply

Fenomena Ibu-ibu Saat Main Media Sosial, Upload Foto Seabrek Hingga Curhat Panjang Lebar

Dianggap Kota Berpolusi Tinggi, Inilah Kondisi ‘Miris’ Jakarta yang Jadi Sorotan