Pada masa kejayaannya, Presiden Soeharto pernah menjadi sosok pemimpin yang mendapat sorotan khusus dari dunia internasional. Banyak tindakan presiden kedua RI ini yang dinilai berani seakan memiliki puluhan nyawa membuat masyarakat sangat hormat kepadanya. Satu di antara tindakannya yang menghebohkan dunia adalah kunjungan ke daerah Bosnia yang kala itu sedang dalam keadaan perang saudara dengan Bosnia-Herzegovina
Kedatangan Soeharto bertujuan untuk menunjukkan simpati kepada kaum Muslim di sana. Sebab saat itu, minoritas Muslim tertekan dan menjadi bulan-bulanan kelompok etnis lainnya. Kendati situasi amat genting dan banyak faksi yang sulit ditebak, Soeharto nekat ke Bosnia untuk menjadi penengah konflik yang menjatuhkan ribuan korban tersebut.
Soeharto Nekat Memasuki Kawasan Perang Brutal di Bosnia
Kunjungan ke Bosnia adalah bagian dari lawatan ke Eropa yang dilakukan pada Maret 1995 silam. Soeharto kala itu didampingi oleh Mensesneg Moerdiono dan Menlu Ali Alatas. Soeharto dan rombongan berencana akan datang ke Sarajevo yang menjadi titik peperangan brutal. Mempersiapkan hal itu, ABRI dikirim terlebih dahulu untuk melakukan pendekatan faksi yang berseteru. Saat rombongan tiba di Eropa, belum ada kepastian mungkin tidaknya presiden datang ke kawasan berbahaya itu.
Kondisi keamanan yang genting dan tak pasti diperparah dengan adanya pesawat PBB yang ditembak jatuh saat melintasi Bosnia pada 11 Maret 1995. Rombongan Indonesia yang akan datang seakan diberi tekanan yang tinggi dengan kejadian itu. Namun saat semua orang takut, Soeharto justru mantap memutuskan tetap pergi ke medan tempur dua hari setelahnya (13 Maret).
Soeharto Enggan Memakai Rompi Anti Peluru
Perjalanan ke Sarajevo ibu kota Bosnia diikuti oleh 15 orang. Terdiri dari Soeharto, Ali Alatas, diplomat senior Nana Sutresna, ajudan Kolonel Soegijono, dan Komandan Grup A Paspampres Kolonel Sjafrie Sjamsoeddin, juru foto kepresidenan Saidi, serta beberapa orang lain termasuk petugas PBB dan dua orang wartawan dari LKBN Antara dan Radio Republik Indonesia (RRI). Saat itu semua orang memakai rompi antipeluru yang beratnya mencapai 12 kg demi keselamatan. Konon rompi tersebut bisa menahan proyektil M-16. Namun dikatakan Sjafrie dalam buku Pak Harto the Untold Stories, sang presiden enggan menggenakan rompi dan menyuruh Sjafrie memegang rompinya. Pak Harto malah tetap menggunakan jas dan kopiah kebanggaannya.
Menandatangani Kontrak Mati
Sesaat sebelum meninggalkan Kroasia dan menuju Bosnia, seluruh anggota rombongan menerima formulir berbahasa Inggris. Isinya tak lain adalah penegasan bahwa PBB tidak turut bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan terbang ke Bosnia. Maka tak ada pilihan lain kecuali membubuhkan tanda tangan itu.
Dikelilingi Dua Militer yang Berseteru, Soeharto Tampak Tenang
Setelah satu jam perjalanan, Soeharto dan rombongan berhasil mendarat di Sarajevo. Namun saat turun dari pesawat, lapangan terbang dikuasai dua pihak yang sedang berseteru. Militer Serbia menguasai landasan dari ujung ke ujung. Sedangkan militer Bosnia mengendalikan kiri kanan landasan. Namun bukannya panik, Pak Harto terlihat turun dengan tenang. Sehingga para pengawal dan rombongan pun menjadi tenang, percaya diri, dan mantap dalam melangkah.
Alasan Mengejutkan Soeharto Tetap Datang di Daerah Konflik Bosnia
Setelah itu, perjalanan ke istana kepresidenan Bosnia dilakukan dengan perlindungan amat ketat. Tiba di istana, Soeharto prihatin dengan kondisi yang ada di Bosnia. Kala itu air bersih pun tak ada. Setelah kunjungan selesai dan meninggalkan istana, Sjafrie bertanya mengapa Soeharto nekat mengunjungi Bosnia di tengah situasi berbahaya itu. Soeharto menyatakan jika Bosnia adalah anggota Negara Non Blok. Karena sesama anggota, saat negara lain susah sudah seharusnya datang untuk memberikan dukungan moril dan semangat. Soeharto pun menambahkan jika hal yang terpenting adalah melihat orang yang didatangi merasa senang.
Lawatan Menghasilkan Masjid di Bosnia yang Dibangun dari Sumbangan Rakyat Indonesia
Meski sempat dikhawatirkan banyak pihak, kunjungan itu bisa dilalui dan rombongan tiba dengan selamat. Hasil dari latawan tersebut adalah berdirinya sebuah masjid megah di ibu kota Bosnia. Perlu diketahui bahwa dana pembangunan masjid itu berasal dari bantuan rakyat Indonesia yang turut mengulurkan tangan untuk Bosnia.
Tindakan Pak Harto kala itu dikagumi dunia sebab keberaniannya. Kaum muslim pun bangga sebab hal itu menunjukkan kecintaan dan solidaritas pemimpin negara bagi saudara sesama muslimnya. Pak Harto mungkin dikenal terkait korupsi yang diduga memang dilakukannya. Tapi, tak ditampik kalau beliau juga pernah menorehkan hal-hal yang mungkin takkan banyak presiden bisa menyamainya.