Sejak ujicobanya dibuka untuk umum, masyarakat ibukota kini tengah dilanda euforia dengan berlomba-lomba mencicipi MRT sebagai moda transportasi masyarakat yang baru. Laman tirto.id menuliskan, warga sudah boleh mencoba sebelum beroperasi secara komersial. Nantinya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bakal meresmikan MRT pada 24 Maret 2019.
Meski tergolong baru di Indonesia, negara tetangga seperti Malaysia telah selangkah di depan dalam mewujudkan proyek transportasi massalnya yang beroperasi pada 16 Desember 2016 silam. Sayangnya, kondisi MTR di negeri Jiran itu penuh dengan tantangan dan terbilang ‘ancur-ancuran’ karena ulah masyarakatnya sendiri. Benarkah demikian?
Telan investasi lebih besar daripada Indonesia
Malaysia yang membangun MRT dengan rute Sungai Buloh-Kajang, ternyata menelan dana investasi hingga mencapai 21 miliar ringgit (Rp71 triliun). Dilansir dari tirto.id, kisaran biaya tersebut lebih besar lantaran jarak yang ditempuh cukup jauh (mencapai lima kali lipat dari MRT Jakarta). Meski pengelolaannya ditanggung oleh pemerintahan tetap saja skema pengembalian nilai investasi yang digelontorkan di awal masih belum jelas.
Target penumpang meleset dari perkiraan awal
Tantangan lainnya yang dihadapi oleh MRT Malaysia adalah, kuota penumpang yang ternyata masih belum memenuhi target sebagaimana mestinya. Laman tirto.id, menuliskan dari target 250.000 penumpang per hari, MRT Sungai Buloh–Kajang, jumlah penumpangnya baru sekitar 140.000 penumpang per hari. Tentu saja, hal ini merupakan tantangan besar yang harus segera dipecahkan bersama. Mengingat, MRT tak hanya untuk memudahkan masyarakat saja, tapi juga dari sisi ekonomi yang telah memakan banyak dana investasi.
Banyaknya fasilitas MRT yang dirusak secara sengaja oleh pengguna
Vandalisme atau pengrusakkan fasilitas umum menjadi masalah lain yang dihadapi oleh pemerintah Malaysia. Baru seminggu sejak pembukaan jalur kereta bawah tanah terbaru, sejumlah fasilitas mengalami kerusakan. Dilansir dari laman properti.kompas.com, goresan pada bangku tunggu, beberapa keran air patah di toilet patah dan tidak dapat berfungsi hingga sejumlah lampu di langit-langit yang pecah, merupakan pemandangan dari MRT Malaysia yang beroperasi di bawah tanah.
TransJakarta milik Indonesia ternyata lebih unggul dari MRT Malaysia
Dalam opini berjudul ‘What Malaysia’s MRT has to learn from Indonesia’s BRT‘ yang ditulis oleh Karim Raslan pada South China Morning Post mengatakan, sistem TransJakarta sangat baik, dan seharusnya ditiru oleh MRT Malaysia. Ia menilai, moda transportasi tersebut sangat mudah dijangkau masyarakat, biayanya yang murah, karena menggunakan fasilitas publik yang sudah jadi., rutenya memakai jalanan yang sudah ada, dan konstruksi haltenya sederhana tapi kuat.
BACA JUGA: 6 Wanita Tangguh Masinis MRT Jakarta Ini Buktikan Perjuangan Ibu Kartini Tidak Sia-sia
Setidaknya, Indonesia bisa mengambil pelajaran dari Malaysia yang jatuh bangun dalam mengelola moda transportasi masalnya seperti MRT. Tak hanya bertanggung jawab soal pengembalian dana investasi, tapi juga bagaimana operasionalnya bisa berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan. Semoga saja Indonesia bisa jauh lebih baik dalam mengelola MRT-nya lebih dari Malaysia maupun negara tetangga lainnya.