Isu tentang penggelapan uang, korupsi, suap adalah hal yang tiap hari muncul dalam rentetan berita di Indonesia. Ada saja pemimpin yang ketahuan berbuat curang kepada uang negara yang diamanahkan kepada mereka. Walaupun begitu, kasus-kasus tersebut tak menjadi pelajaran dan membuat jera. Ternyata, para tikus kantor ini punya trik tersendiri sebelum melancarkan aksi korupsi mereka.
Seperti yang dilakukan oleh Zumi Zola, Gubernur tampan ini sudah mendekam di rumah tahanan sejak April lalu karena kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi Tahun 2018. Nah, dalam sidang lanjutan beberapa hari lalu, Zumi Zola mengungkap kode-kode rahasia A dan B yang ia gunakan untuk pembagian duit kepada anggota DPRD Jambi. Ternyata, bukan cuma A dan B loh, kode lain yang digunakan koruptor ini tak kalah greget dan menggelikan.
Kode ‘Pengajian’
Akal bulus para koruptor memang berbeda level jeniusnya dengan kita orang biasa. Pengajian di sini bukan duduk mendengarkan ceramah atau ngaji kitab ya, tetapi mengacu pada pertemuan untuk membahas uang suap. Kasus ini menimpa Anggota Komisi XI DPR RI, Aditya Anugrah Moha terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono. Tersangka terbukti sering berkirim pesan dengan bertanya ‘kapan pengajiannya?’ atau ‘nanti ngaji di mana?’
Suap ini sendiri dilakukan untuk mempengruhi keputusan banding atas kasus korupsi Tunjangan Aparat Desa Kabupaten Bolaang Mongondow. Menyeret nama bupati Bolaang Mongondow, serta ibunda Aditya serta melibatkan uang sebanyak 1 Miliar rupiah. Berkat hal itu mereka jadi bisa ‘ngaji’ bareng-bareng, dalam penjara tapi.
Kode ‘Beli Buku’ dan ‘PERHATIAN’
Kedua kode ini ditemukan dalam kasus suap oleh pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) pada auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Sandi ini diungkap oleh Uled Nefo Indrahadi, Sekretaris Itjen Kementerian PDTT ketika menjadi saksi terdakwah Jarot Budi Prabowo selaku Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektoran Kemendes.
Dalam kesaksian tanggal 30 Agustus 2017 lalu, Nefo memang membenarkan istilah ‘Beli Buku’ dalam percakapannya dengan Jarot mengacu pada uang sogokan. Selain itu, untuk menunjukkan jumlah uang, mereka memakai istilah ‘PERHATIAN’ dalam huruf kapital. Jadi, siapa di sini yang kurang PERHATIAN?
Kode ‘Sapi’ dan ‘Kambing’
Manusia yang berbuat, binatang yang menjadi alat kambing hitam. Yap, dua nama hewan kaki empat di atas populer dalam kasus suap pengacara PT. Aqua Marine Divindo Inspection, Akhmad Zaini dan pengganti panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi. ‘Sapi’ digunakan untuk nominal uang ratusan juta, sedangkan ‘Kambing’ untuk puluhan juta.
Tarmizi ketika itu meminta 7 ekor sapi dan 5 ekor kambing pada Akhmad Zaini, yang artinya uang 750 juta rupiah. Tawar menawar akhirnya mengantarkan mereka pada kesepakatan 4 ekor sapi atau 400 juta rupiah. FYI, alasan digunakannya sandi ini karena suap yang mereka lakukan mendekati Idul Adha. Cerdas enggak menurut kalian?
Kode ‘Kalender’, ‘Telur Asin’ dan ‘Sarung’
Tiga kode lucu ini menyeret nama mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Antonius Tonny dan Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adi Putra Kurniawan sebagai pelakunya. Nah, tiga kode ini digunakan dalam waktu berbeda sesuai dengan kondisi. Mendekati Tahun Baru, Tonny memakai kode ‘Kalendernya sudah saya kirim’.
Sedangkan ‘Telur asinnya sudah saya kirim’ mengacu pada proyek yang ketika itu ada di Semarang. Sedangkan kode yang berbunyi ‘Sarung sudah saya kirim’ dilancarkan menjelang Idul Fitri. Saat dijumlahkan uang dari “kalender, telur asin, dan sarung” yang diterima Antonius Tonny ini berjumlah 2,3 miliar rupiah. Fantastic bukan?
Kode ‘Ahok’ dan ‘Kereta’
Dua kode ajaib di atas digunakan dalam kasus suap oleh mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar dan pengusaha Basuki Hariman. Nama ‘Ahok’ yang terekam dalam percakapan telepon ini mengacu pada Basuki Hariman. Sedangkan kode kedua ‘kereta’ dimaksudkan untuk mengganti kata putusan uji materi.
Patrialis menerima uang senilai 950 juta rupiah dalam kasus ini. Ia juga dijanjikan uang 2 miliar rupiah, sayang kasus terlebih dahulu terbongkar, membuat Patrialis mendapat vonis 8 tahun penjara pada 2017 lalu.
Itulah sederet istilah yang digunakan oleh para penggerogot uang rakyat untuk menutupi perbuatan bejat mereka. Ya, pada akhirnya walaupun sudah menggunakan sandi sulit penuh kode, semua kasus tersebut terbongkar juga. Sepandai-pandai tupai melompat, memang pada akhirnya bakalan jatuh juga.