Berbicara soal pasukan militer, Indonesia patut berbangga. Sebab, di antara berbagai unit kemiliteran yang ada, kita punya beberapa pasukan super dengan kemampuan yang setara tentara internasional. Salah satunya adalah Batalyon Intai Amfibi. Batalyon Intai Amfibi (Yon Taifib) ini adalah satuan elit dalam korps Marinir yang mungkin kedudukannya berada tepat di bawah Denjaka yang terkenal hingga ke luar negeri itu.
Namun, sayangnya unit yang satu ini pernah tercoreng akibat sebuah skandal pembunuhan yang menyeret salah satu prajuritnya. Suud Rusli namanya. Untuk mengetahui bagaimana kronologi pembunuhan yang terbukti dilakukan oleh Suud Rusli ini, mari kita simak jalan cerita selengkapnya.
Suud Rusli adalah mantan prajurit marinir yang tergabung dalam pasukan elit Angkatan Laut bernama Batalyon Intai Amfibi atau yang acap disingkat Yon Taifib. Saat itu pangkatnya di Korps Marinir adalah Kopral Dua.
Ia harus dijebloskan ke dalam penjara setelah terbukti melakukan pembunuhan berencana pada 19 Juli 2003 silam bersama rekannya Letda Syam Ahmad Sanusi terhadap bos PT Asaba, Boedyharto Angsono, sekaligus pengawalnya, Edy Siyep di Jakarta Utara. Keduanya mendapat perintah dari Gunawan Santoso yang juga divonis mati oleh majelis hakim.
Suud sejatinya akan dihukum mati pada tahun 2005 silam. Namun, bersama rekannya sesama anggota marinir, Syam Ahmad, ia berhasil melarikan diri dari Rumah Tahanan Militer Cibinong dengan cara memotong jeruji jendela sel tahanan menggunakan gergaji besi.
Kemudian, layaknya film-film klise Hollywood, ia menggunakan sebuah “tali” yang terdiri dari sarung-sarung mushala yang telah ia kumpulkan sebelumnya dan kemudian memanjat turun dinding sel tersebut. Bahkan, para sipir terkejut mengetahui hal itu. Sebab, selama di Rumah Tahanan tersebut, kedua kaki Rusli dibelenggu rantai.
Sial, usaha cerdik Suud berakhir tak sesuai rencana. Beberapa pekan kemudian ia berhasil ditemukan dan ditangkap di daerah Malang, Jawa Timur. Karena kelihaiannya, tim pemburu yang terdiri dari satu pleton bahkan sampai harus menghadiahi kakinya timah panas supaya ia dapat mudah diringkus.
Tak juga jera, Suud kembali berulah dengan melarikan diri dari Rutan. Bersama rekan yang sama, Suud berhasil mengelabui sipir dan kabur dari penjara. Namun, ia kembali berhasil ditangkap pada 23 November di tahun yang sama. Sedangkan rekannya, Syam, berhasil kabur. Ia harus mendekam di Lapas Militer Sidoarjo dan baru dipindah ke Lapas Surabaya tiga tahun kemudian. Agar ia tak sulit kembali melarikan diri, pihak Lapas menempatkannya di Blok D yang konon mendapat penjagaan lebih ketat.
Kenapa TNI sampai harus menurunkan pasukan khusus sebanyak itu untuk menangkap dua orang saja? Tak lain karena yang bersangkutan memiliki kemampuan spesial. Semua latihan keras dan berat selama di Yon Taifib telah membentuk Suud dan Syam menjadi prajurit dengan kemampuan yang mematikan.
Sejatinya Suud dan Syam tengah menunggu eksekusi vosnis mati dari pengadilan militer. Dalang dari kasus pembunuhan ini, Gunawan Santoso, saat ini meninggal setelah dihukum mati.
Di sisi lain, setelah gugatan uji materi yang diajukannya ke Mahkamah Konstitusi dikabulkan, Suud saat ini tengah berupaya keras mengajukan grasi kepada Presiden Jokowi. Meski kabarnya grasi tersebut telah ditolak oleh beliau.
Sedangkan rekannya, Syam Ahmad, harus meregang nyawa lebih dulu. Sejak peristiwa pelarian dirinya dari Lapas, ia kemudian secara khusus diburu oleh pasukan elit TNI AL. Dan selama tiga tahun “kucing-kucingan” akhirnya Syam harus menemui ajal, di Pandeglang, Banten tanggal 17 Agustus 2007, setelah mengalami luka tembak yang sangat parah.
Setelah akhirnya kapok melarikan diri, Suud kini menyibukkan dirinya kepada hal yang lebih bermanfaat. Di Lapas Porong, Jawa Timur, Suud kini bekerja sebagai instruktur program Admisi Orientasi. Kurang lebih, ia ditugaskan untuk menempa fisik, mental, dan kedisiplinan narapidana baru di tahap orientasi.
Tugas tersebut tak lepas dari latar belakang Suud yang merupakan pasukan elit Yon Taifib dulu. Bagaimanapun, pekerjaan ini disyukurinya baik-baik. Paling tidak, ia masih bisa berkontribusi kepada masyarakat hingga menunggu kepastian diterima atau tidaknya grasi yang ia ajukan.
Keberadaan pasukan semacam ini bak buah simalakama. Di satu sisi kita patut berbangga dan bolehlah merasa aman karena mendapat perlindungan dari prajurit-prajurit “super” seperti mereka yang piawai dalam segala aspek di berbagai medan.
Di sisi lain, keberadaan mereka menjadi sebuah kecemasan tersendiri. Contohnya kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Suud ini. Belum lagi rentetan bentrok atau kerusuhan yang disebabkan oleh salah satu atau beberapa unit pasukan khusus tersebut.
Meski telah mencoreng nama baik Yon Taifib, kasus yang menimpa Suud Rusli tentu tak boleh terus-menerus diasosiasikan dengan citra pasukan super tersebut. Yon Taifib, bagaimanapun, adalah salah satu pasukan khusus terbaik yang dimiliki negeri dan layak untuk kita banggakan.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…