Wilayah Indonesia yang terbentang luas dari Sabang hingga Merauke, menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang berkecimpung di dunia kesehatan. Ratusan pulau terpencil yang dipisahkan oleh lautan, membuat para pekerja medis tersebut harus berjibaku antara hidup dan mati demi tugas mulia yang disandangnya. Meski demikian, mereka tetap berhasil memberikan layanan kesehatan lewat sebuah gerakan medis yang dinamakan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga.
Pertama kali dioperasikan pada akhir Oktober 2017, Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga telah melaksanakan misi kesehatan di wilayah terpencil Indonesia sebanyak empat kali. Dilansir dari grid.id, gerakan medis tersebut telah menolong 4000 pasien. 500 di antaranya merupakan tindakan operasi. Kisah dramatis dan perjuangan mereka saat mengabdikan diri pun sangat menggugah hati untuk disimak.
Berawal dari sebuah ide sederhana
Adalah dr. Agus Harianto yang pertama kali mengusulkan ide dan menjad cikal bakal Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga. Inspirasi tersebut datang berdasarkan pengalaman dirinya saat bertugas sebagai tenaga medis di kawasan Indonesia Timur. Dari situ, dr. Agus Harianto tahu betul, bagaimana minimnya sarana dan prasarana kesehatan yang ada. Karena wilayahnya yang cukup terpencil, pelayanan medis yang diberikan juga sangat minim.
Bentuk relawan medis dengan dana seadanya
Melihat kenyataan miris itu, dr. Agus Harianto tergerak hatinya untuk membentuk sebuah relawan kesehatan. Lewat seminar pada 2016 silam, ia dibantu oleh rekan-rekannya sesama alumni Universitas Airlangga untuk membentuk rumah sakit terapung. Dengan menggunakan perahu kayu berjenis Phinisi, dana yang terkumpul secara swadaya pada saat sebanyak Rp 100 juta. Karena kekurangan dana, salah seorang relawan bahkan rela menjual kaos bergambar RSTKA sebagai biaya pembuatan kapal.
Terbantu dengan adanya donatur
Di tengah dana yang minim, proyek medis RSTKA akhirnya mendapatkan uluran tangan berupa dana dari beberapa donatur. Dilansir dari grid.id, bantuan mengalir dari Pak Amirrudin yang merupakan seorang Bankir di Singapura. Hariyanti yang juga merupakan ketua Ikatan Alumni Fak Ekonomi Unair menyumbangkan dana sebesar Rp 1 miliar. Pihak Unair bahkan ikut membelikan mesin saat proses pembuatan kapal hampir selesai.
Didukung oleh sejumlah dokter ahli
Setelah kapal diresmikan, mulailah misi kesehatan dijalankan. Sasaran utamanya adalah pulau-pulau terpencil di seluruh kawasan Indonesia. Dalam perjalanannya, RSTKA mendapatkan dukungan dari dokter spesialis dengan keahlian yang beragam. Bahkan saat menuju ke Pulau Sapeken, sekitar 40 tenaga medis diikutsertakan untuk membantu masyarakat setempat. Keahlian mereka di antaranya adalah dokter bedah, anak, penyakit dalam, kandungan, mata juga dokter anestesi.
Sukses memberikan pelayanan hingga dianuherahi penghargaan
Fokus utama dar RSTKA adalah melakukan pelayanan medis ke daerah-daerah terpencil di tanah air. Saat menuju ke Pulau Bawean misalnya, relawan medis tersebut sukses menangani 499 pasien. Setelahnya, misi kesehatan dilanjutkan ke Pulau Kangean, Kalimas Surabaya serta terakhir pada Mei 2018 di Pulau Sapeken, Madura. Kawasan terakhir merupakan tempat dimana para relawan RSTKA mendapatkan banyak pasien. Total ada sekitar 1.602 orang pasien 240 orang diantaranya dilakukan operasi selama tiga hari singgah di tempat itu. Atas kiprahnya, RSTKA mendapatkan penghargaan dari MURI sebagai rumah sakit apung yang menangani banyak pasien.
Jika dilihat dari banyaknya pasein yang antusias dengan keberadaan RSTKA, nyata bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia masih sangat minim. Wilayah terpencil tanah air, seakan terkucilkan dengan mereka yang hidup di perkotaan. Dengan adannya niat dan tindakan mulia seperti Rumah Sakit Terapung, mudah-mudahan bisa membuka mata dan hati para pejabat yang berkuasa saat ini.