Sejak tragedi 1965 menyeruak, segala yang berbau ‘kiri’ langsung dibabat habis oleh rezim pemerintahan pengganti yang menamakan dirinya sebagai ‘Orde Baru’. Salah satunya adalah sosok Oei Tjoe Tat, Menteri Negara yang dan dikenal sebagai salah satu anggota Kabinet Dwikora yang dijuluki sebagai Kabinet 100 Menteri. Sebagai tokoh Tionghoa, ia memiliki posisi yang strategis di era pemerintahan Orde Lama Sukarno.
Bersama tokoh lainnya yang beretnis Tionghoa seperti tokoh hukum Yap Thiam Hiem, perwira militer Laksamana Muda ALRI TNI AL John Lie dan tokoh politik Siauw Giok Tjhan, Go Gien Tjwan, Liem Koen Seng, Oei Poo Djiang, bersama ikut mengarungi sejarah Indonesia di masa pemerintahan era Sukarno. Sayang, nama Oei Tjoe Tat akhirnya diburamkan dari sejarah lantaran dituduh terlibat gerakan komunisme. Siapakah Oei sebenarnya?
Lulusan universitas ternama yang aktif di organisasi politik Indonesia
Sebagai lulusan Universiteit van Indonesië (sekarang Universitas Indonesia) di Batavia pada tahun 1948, sosok Oei Tjoe Tat telah menampilkan diri sebagai figur yang cakap dalam berorganisasi maupun di kancah perpolitikan nasional.
Dilansir dari web.budaya-tionghoa.net, ia terpilih menjadi wakil presiden Partai Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI) pada tahun 1953, kemudian bergabung dalam Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) pada tahun 1954.
Diangkat menjadi menteri di era kekuasaan Sukarno
Sejak tahun 1960, Oei juga aktif di dalam Partai Indonesia (Partindo) dan menjadi salah satu pengurus pusatnya. Karena dinilai cakap dalam berorganisasi, ia diangkat menjadi Menteri Negara oleh Presiden Sukarno. Laman web.budaya-tionghoa.net menuliskan, ia dipilih karena Oei dianggap mempunyai pikiran yang lurus.
Tentu saja, sebagai seorang intelektual keturunan Tionghoa, Sukarno tak memiliki pikiran bahwa suatu saat dirinya akan dikudeta oleh Oei. “…kamulah yang saya pilih, terutama karena kamu keturunan Tionghoa. Tidak ada satu jenderal pun akan menuduh kamu ngimpi jadi presiden menggantikan saya. AD juga tidak akan mencurigai kamu…” ujar Bung Karno yang dikutip dari laman web.budaya-tionghoa.net.
Sempat menjalani misi khusus saat terjadinya konfrontasi Indonesia-Malaysia
Saat menjadi menteri, Oei sempat terlibat serangkaian misi khusus yang membawa nama Indonesia hingga ke luar negeri. Dilansir dari Laman web.budaya-tionghoa.net, ia memegang posisi kunci saar menjalankan silent mission untuk menghubungi orang-orang di Negeri Jiran yang bisa bersekutu dengan Indonesia.
Saat itu kondisi kedua negara tengah panas lantaran seruan Bung Karno untuk Ganyang Malaysia tengah digencarkan. Saat itu, baik Indonesia maupun negeri Jiran siap sedia untuk berperang satu dengan lainnya. Operasi besar-besaran pun digelar. Peristiwa ini juga menjadi salah satu kejadian yang melibatkan peran Oei di dalamnya.
Dituduh terlibat komunis dan namanya dihilangkan dari pusaran sejarah
Sebagai Menteri Negara di jaman Demokrasi Terpimpin, sosok Oei merupakan orang-orang terdekat yang berada di dalam lingkaran kekuasaan Sukarno. Hingga terjadi kudeta berdarah lewat G30S/PKI, namanya ikut tersangkut lantaran kedekatannya dengan sang pemimpin.
Oleh rezim Orde Baru seperti yang dituliskan oleh laman web.budaya-tionghoa.net, Oei dipenjarakan selama 10 tahun, tanpa melalui proses pengadilan sampai tahun 1976. Setahun kemudian, tepatnya pada 1977, mantan Menteri Negara itu dibebaskan lantaran tuduhannya terlibat gerakan makar komunisme tidak terbukti.
Buku yang menceritakan tentang dirinya dilarang beredar
Sebagai saksi yang mencicipi era Orde Lama hingga beralih ke Orde Baru, Oei menjadi salah satu tokoh kunci sejarah tentang serangkaian peristiwa besar yang terjadi pada saat itu. ia pun akhirnya menerbitkan memoirnya yang berjudul Memoar Oei Tjoe Tat: Pembantu Presiden Soekarno saat usianya menginjak 73 tahun. Selain mendokumentasikan sejarah lewat sudut pandangnya sebagai pelaku yang terlibat, buku tersebut sekaligus untuk memperingati pesta emas hari pernikahannya.
Sayang, atas anjuran Fosko ’66 (Forum Studi dan Komunikasi ’66) pada September 1995, memoar Oei dilarang beredar oleh pemerintah Indonesia di bawah Presiden Soeharto. Jaksa Agung pun setuju dan mengatakan bahwa buku ini akan “meracuni pikiran generasi muda” di masa depan.
BACA JUGA: Cerita Jenderal KKO yang Berani Lawan Soeharto Hingga Akhirnya Mati Secara Misterius
Nama besar Oei Tjey Tat, pada akhirnya memang tak banyak disinggung di panggung sejarah RI selama Orde Baru berkuasa. Baru setelah runtuh pada 1998, banyak dari kita yang sadar, ternyata orang-orang dari etnis Tionghoa juga ikut memberi andil besar dalam perjalanan bersejarang bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaannya. Sayang, hanya karena diduga terlibat tragedi G30S/PKI, namanya jarang disebut sebagai pelaku sejarah yang berjasa pada Indonesia.