Meski belum pernah mencicipi seperti apa kehidupan di balik jeruji, kita tentu bersepakat, bahwa penjara bukanlah tempat yang tak menyenangkan. Tempat ini identik dengan hal-hal buruk, entah soal citra sampai rumor tentang perlakuan yang buruk di dalam sana. Imajinasi kita pun makin kuat gara-gara tontonan di TV yang menunjukkan gambaran kehidupan di tempat yang sepertinya cukup dingin itu.
Penjara dipercaya tak pernah ramah terhadap penghuninya, entah pria atau wanita. Dikatakan kalau kehidupan di sana sangat miris dan kadang jauh dari yang namanya kemanusiaan. Dan hal yang sama juga dialami oleh mereka para gay. Bahkan, menurut rumor ada yang bilang perlakukan kepada para penyuka sesama ini lebih buruk. Untuk yang satu itu, mungkin bisa dibilang bukan asumsi saja lantaran kejadiannya benar-benar ada.
Berikut ini adalah beberapa kisah dari para tahanan gay. Kisah mereka jadi bukti nyata kalau kehidupan di dalam penjara bagi mereka adalah hal yang sangat buruk. Simak selengkapnya lewat ulasan ini.
Pemerkosaan oleh sesama tahanan
Rodney Smith, seorang pria penyuka sesama jenis yang kini telah menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman 8 tahun penjara di lapas Luouisiana, menuturkan kisah nya.
Ia kembali mengenang pengalaman pahitnya pada hari pertama menginjakkan kaki penjara sekitar sedekade silam. Ia ditahan akibat pemalsuan cek. Saat itu usianya 23. Jika dibandingkan tahanan lainnya, tubuhnya ringkih tak berdaya. Hal itu saja sudah membuatnya menjadi sasaran empuk penindasan para napi di sana. Namun, yang membuatnya semakin diincar adalah ketika mereka tahu bahwa ia merupakan seorang penyuka sesama.
Kabar mengenai disorientasi seksualnya berembus liar ke punjuru lapas. Sejak saat itulah, mimpi buruknya dimulai. Ia kerap menjadi target pelecehan seksual. Narapidana yang sudah lama memendam hasrat bercinta menyalurkan nafsunya pada Rodney. “Saya tak kuasa melawan, sebab mereka mengancam akan merenggut nyawa saya jika menolak mereka perbudak.” Ujar Rodney.
“Saya pun terjebak bersama para predator seksual. Bahkan, pada hari keempat, salah satu pelaku pemerkosa saya berkata bahwa saya telah “dijual” kepada komplotannya seharga 20 dolar.”
“Alih-alih melindungi saya, para petugas di sana memilih menutup mata. Mereka mungkin menganggap, tak ada untungnya menolong orang seperti saya.”
Selepas bebas, Rodney menjalani fase pemulihan. Ia dibantu oleh lembaga bernama Just Detention International yang menghubungkannya dengan pelayanan yang dapat membantu orang-orang yang bernasib sama sepertinya.
Intimidasi dari petugas penjara
Nasib hampir serupa dialami oleh Corbett Yost, narapidana gay yang harus mendekam di penjara Michigan. Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dalam kasus perampokan bersenjata yang dilakukannya pada 2012. Dalam rubrik Live Inside, ia mengutarakan perspektifnya mengenai kehidupan di penjara sebagai seorang homoseksual.
Ia mengungkapkan bahwa sebagai seorang gay ia kerap mendapat diskriminasi. Entah itu berupa ejekan atau hardikan yang menyudutkan ketertarikan seksualnya. Namun, yang membuatnya lebih menyakitkan adalah, ucapan menyakitkan itu tidak datang dari mulut sesama tahanan, namun dari para sipir Michigan.
Ketika awal kehidupan di penjara, ia memang mudah tersulut amarah dengan ejekan mereka. Namun, seiring waktu berjalan, ia sudah mulai terbiasa. Lagipula, ia tahu bahwa para petugas sengaja ingin memancing emosinya agar kesempatan bebas bersyaratnya sirna.
Dalam peraturan di penjara tersebut, ada proses pengaduan yang dapat dilayangkan apabila seorang tahanan punya masalah atau keluhan. Dan ia pun sudah sering menjalankan prosedur tersebut. Namun, sia-sia. Administrasi selalu menolak laporannya. Mereka lebih memilih percaya pada pengakuan para sipir yang bersikeras bahwa mereka tak pernah melecehkannya. Kepala sipir hingga sipir lain, yang tak percaya pada Corbett, ikut-ikutan memojokkan dirinya.
Ia paham bahwa ia bukanlah seorang bertubuh besar, kuat dengan tato seram di sekujur tubuhnya. Ia juga sadar kalau ia bukan merupakan bagian dari geng terkenal di penjara. Oleh karena itu, ia hanya bisa pasrah menerima keadaan.
Jika dibandingkan dengan Rodney, Corbett memang sedikit “beruntung.” Ia “hanya” mengalami pelecehan secara verbal dan tak pernah mengalami pemerkosaan. Namun, hal itu tetap saja itu merupakan tindakan yang tak dapat ditoleransi. Apalagi mengingat tindakan tersebut dilakukan oleh para sipir di sana, yang seharusnya melindungi Corbett.
Memang, masih perlu investigasi mendalam mengenai kehidupan kaum gay saat berada di penjara. Namun, apabila benar demikian, hal ini tak bisa dibiarkan terus-menerus. Semua tahanan harus mendapat perlakuan sama. Diperlukan adanya sinergi antara lapas dan lembaga terkait lainnya untuk mencegah hal-hal tersebut terus terulang.