5 Oktober, merupakan waktu yang singkat dari tragedi G30S pada September lalu. Sama-sama mengusung nama TNI di dalamnya, namun hari ini diperingati sebagai hari ulang tahun para abdi negara Indonesia. Sebuah hal baik jika hari ini kita semua, seluruh warga negeri menapak tilasi sejarah TNI di Indonesia.
Namun, dalam satu hari mengenang sebegitu banyak sosok agaknya tidak akan cukup. Mari kupas satu saja, seorang Letnan Jenderal yang berjasa membangun Indonesia 50 tahun yang lalu. Beliau adalah Letjen Hartono Rekso Dharsono atau akrab dipanggil Pak Ton. Sebagai Letjen yang bisa menjadi panutan, mengapa tidak untuk menilik kisahnya?
Karir Militernya Patut Diberi Slogan “From Zero to Hero”
Letjen Hartono mengenyam pendidikan militernya di Belanda. Tak ayal jika ia lantas dipercaya banyak pihak untuk mengisi posisi-posisi penting. Jabatan pertamanya merupakan Komandan Pleton di Divisi Siliwangi, Jawa Barat. Lalu disusul sebagai Pimpinan Tertinggi Kodam Siliwangi beberapa tahun kemudian.
Ia juga sempat menjadi atase militer di London, Inggris sebelum menjadi dubes RI pada Thailand dan Kamboja. Ia juga sempat menjadi Sekjen ASEAN dan menutup karirnya sebagai Letnan Jenderal di tanah air. Perjuangan yang sangat panjang.
Terlibat Sebuah “Kejahatan”
Sebagai manusia, dalam kehidupan pasti ada kalanya berada di atas dan juga di bawah. Suatu ketika ia mengalami keredupan dalam karir militernya. Ia disebut-sebut terlibat dalam sebuah pengeboman di kompleks pertokoan Glodok pada tahun 1984. Dari situ ia dituntut masuk ke bui dan mendapat hukuman selama 10 tahun.
Namun, Pak Ton merasa tidak ada sama sekali keterlibatannya dalam kasus tersebut, sehingga ia minta naik banding. Banding pun dikabulkan oleh hakim sehingga ia hanya mendekam di LP Cipinang selama 5 tahun dan bebas pada tanggal 16 September 1990.
Seorang Letjen yang Bersih dari Skandal Nakal
Tidak dipungkiri lagi bahwa banyak pejabat negara yang terlibat skandal, tidak hanya di Indonesia saja, sejak jaman baheula. Namun, seorang Letjen Ton merupakan seorang yang bersih dan jarang sekali terlibat skandal. Malahan, ia sempat dijauhkan dari pusat kekuasaan karena prestasi yang mungkin dianggap oleh sebagian orang “aib.”
Pak Ton sempat ditugaskan di daerah-daerah seperti Sumatera Utara yang terkenal sebagai daerah “penuh ujian,” karena banyak sekali sogokan uang termasuk lewat perempuan. Namun, hal tersebut tidak membuat Pak Ton tergoda. Hingga ia menjabat sebagai letjen dan dipenjarakan, ia tetap terkenal dengan sebutan tentara yang bersih.
Tergabung dalam Trio Jenderal Idealis
Tidak hanya sosok Letjen Hartono saja yang tidak tergoda hal-hal berbau uang dalam sebuah politik. Kedua rekannya pun begitu, Letjen Sarwo Edhie dan Kemal Idris. Mereka bertiga terkenal dengan sebutan tiga jenderal idealis karena mampu memerangi keadaan yang tidak sesuai pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Mereka dengan kata lain berani “melawan” Presiden Soeharto kala itu. Menurut mereka, apa yang tidak sesuai dengan idealisme bangsa sekaligus miliknya harus ditentang dan ditegakkan. Sehingga, mereka tidak akan segan-segan melawan perintah atasannya, dan berkali-kali pula mereka dijebloskan ke dalam bui.
Terkenal di Kalangan Mahasiswa
Kepopuleran Letjen Hartono dan dua rekannya ternyata tak hanya di kalangan pejabat saja. Namun, para mahasiswa juga banyak yang mengenali mereka kala itu. Selain dari prestasi dan pamornya, paras mereka yang enak dipandang juga menjadi salah satu faktor bagi mahasiswa perempuan untuk mendaulatkan diri menjadi fans.
Ketika tragedi Trisakti pecah pada Mei 1998, mereka juga disebut berada di belakang para mahasiswa ini. Menyokong mereka dengan siasat-siasat efektif agar kebenaran ditegakkan. Mungkin hal tersebut yang membuat Presiden Soeharto juga “agak” syirik kepadanya.
Sosok-sosok seperti Letjen Hartono Rekso Dharsono dan kedua rekannya memang perlu diketahui oleh banyak khalayak, terutama generasi muda. Agar mereka bisa tahu bagaimana peta situasi yang terjadi di negara ini dan tidak sembarangan mengambil langkah tanpa dipikir atau bisa dibilang “dikit-dikit demo.”