Orang besar, dikenang karena teladannya. Dia tetap tercatat dalam benak, tak lekang oleh waktu, karena jejak perbuatannya. Seperti pepatah mengatakan gajah mati meninggalkan gading. Harimau mati, meninggalkan belang. Maka manusia meninggal, meninggalkan jejak perbuatannya.
Banyak tokoh yang kemudian dikenal karena banyak memberi teladan. Bung Hatta, adalah salah satunya. Dia selalu dikenang sebagai pemimpin yang sederhana. Kebersahajaan yang diajekkannya sampai akhir hayat. Bung Karno juga demikian. Namanya tetap hidup dan selalu dibicarakan. Banyak tokoh yang seperti itu di negeri ini. Nah, ada satu tokoh yang juga layak diteladani. Tapi dia, bukan seorang pemimpin politik. Bukan pula, dia mantan pejabat. Bukan.
Namanya juga tak tercatat di daftar nama para pahlawan. Juga tak ada nama jalan untuknya. Tapi, sepanjang hidupnya, ia banyak memberi teladan. Dia, adalah PK Ojong, salah satu pendiri Kompas, harian terbesar di negeri ini. Ya, Kompas adalah salah satu warisan terbesarnya. Koran yang dia didirikan bersama dengan Jakob Oetama.
PK yang tertera di depan nama Ojong, adalah singkatan. PK singkatan dari Petrus Kanisius. Ya nama lengkapnya PK Ojong adalah Petrus Kanisius Ojong. Saat lahir PK Ojong sebenarnya diberi nama Auw Jong Peng Koen. Hanya karena ada keharusan dari pemerintah di era itu untuk mengganti nama yang berbau keindonesiaan, maka namanya diganti jadi Petrus Kanisius Ojong. Dan semasa hidupnya, sampai ia kemudian mendirikan Kompas, Ojong tetap orang yang sederhana. Berikut, 7 kisah kesederhanaan PK Ojong.
1. Ayahnya mengajarkan kesederhanaan
Dalam buku, ” Ranjau Biografi’ yang ditulis oleh Pepih Nugraha, salah seorang wartawan Kompas, ada sepenggal cerita tentang PK Ojong. Di bukunya Pepih menuliskan, PK Ojong pendiri Kompas, adalah sosok yang sangat sederhana. Hidupnya tak neko-neko meski dia sudah jadi petinggi dari sebuah koran besar. Sikap hidup sederhana pendiri koran terbesar di Indonesia tersebut tidak lepas dari ajaran hidup ayahnya, Auw Jong Pauw. Sang ayah banyak memberikan petuah-petuah penting yang membuat Ojong memiliki karakter luar biasa.
2. Cerita tentang butir nasi
Salah satu ajaran hidup yang diajarkan ayah PK Ojong kepada anaknya, adalah menghargai jerih payah yang sudah dilakukan orang lain. Dalam soal makan misalnya, ayah PK Ojong selalu meminta anak anaknya agar menghabiskan nasi yang dimakannya sampai butir terakhir. Tidak boleh ada sisa. Alasan sang ayah, dari setiap butir nasi yang dimakan, ada jerih payah, serta perjuangan dan keringat petani. Jadi harus dihargai.
3. Kisah ikat pinggang
Ayah PK Ojong juga mengajarkan kesederhanaan lewat tindakan. Saat berusia 12 tahun, PK Ojong pernah bertanya pada ayahnya soal ikat pinggang yang selalu dipakai. Ojong kecil, merasa heran, ikat pinggang ayahnya tak pernah diganti. Dari kecil, hingga umur 12 tahun, ayahnya memakai ikat pinggang yang sama. Apa jawaban ayahnya.? Ayah PK Ojong menjawab pendek saja, ikat pinggang itu masih bisa digunakan, jadi untuk apa diganti. Rupanya itu sangat membekas pada diri PK Ojong. Sebab kemudian, ia mengikuti jejak ayahnya. Selama 13 tahun, PK Ojong tak pernah berganti ikat pinggang.
4. Kisah mesin tik yang tak pernah diganti
Ketika PK Ojong meninggal pada tahun 1980, banyak yang merasa kehilangan. Banyak yang terkenang dengan sikap sederhana pendiri Kompas tersebut. Salah satunya yang terkenang adalah Goenawan Mohamad, wartawan senior yang juga pendiri majalah Tempo, majalah berita politik terkemuka di Indonesia. Bahkan Goenawan sampai harus menulis tulisan khusus untuk mengenang PK Ojong. Kata Goenawan dalam tulisannya, PK Ojong tak pernah mengganti mesin tik yang dipakainya. Padahal redaksi lain sudah beberapa kali menggantinya dengan yang baru.
5. Pemimpin harus mencontohkan kesederhanaan
Buku lainnya yang mencatat penggalan kisah PK Ojong adalah buku ,” Kompas : Menulis dari Dalam,” terbitan Kompas. Buku ini ditulis keroyokan oleh orang dalam Kompas. Di salah tulisannya di buku itu, diceritakan tentang kisah kesederhanaan PK Ojong, sang pendiri Kompas. Kisahnya tentang baju lengan pendek berharga murah. Tas hitam yang tak pernah ganti. Dan sepatu yang bersahaja. Dan bingkai kacamata nya yang ketinggalan jaman. Padahal, dia adalah pemimpin perusahaan. Pemimpin koran besar.
6. Gadaikan rumah demi perusahaan
Demi kepentingan bersama, PK Ojong rela berkorban. Frans Seda, mantan menteri di era Soekarno yang juga ikut bantu berdirinya Kompas menceritakan, Kompas di awal-awal berdirinya, sempat kesulitan keuangan. PK Ojong yang kemudian menjaminkan rumah untuk kepentingan perusahaan.
7. Orang yang sangat setia kawan
Pergaulan PK Ojong sebagai wartawan cukup luas. Temannya datang dari berbagai kalangan. Tapi dia terkenal orang yang setia kawan. Dalam suka maupun duka. Ketika beberapa sahabatnya, seperti HR Darsono dan Mochtar Lubis di tahan penguasa Orde Baru, Ojong yang rajin menjenguk dan membawakan buku. Ojong percaya, pikiran tak bisa dipenjara.
Tak banyak sosok luar biasa yang seperti PK Ojong sekarang ini. Alih-alih menampakkan kesederhanaan, para bos atau CEO istilah kerennya, malah menyajikan pemandangan wah dari dirinya. Mulai dari gonta-ganti mobil sampai menenteng gadget-gadget seharga motor. PK Ojong, tak heran kalau sosok satu ini begitu berpengaruh sampai detik ini.