in

Meneladani Cinta NKRI yang Sesungguhnya dari Keluarga Jerman yang Fasih Berbahasa Jawa

Bahasa merupakan jendela dunia. Ya, anggapan klasik ini menyiratkan betapa pentingnya posisi hal tersebut dalam ranah komunikasi dan interaksi sosial. Hal inilah yang dilakoni oleh mantan pelatih Timnas Putri Indonesia, Timo Scheunemann. Dilansir dari indosport.com, keluarga besarnya yang berasal dari Jerman ternyata sangat fasih berbahasa Jawa.

Ia dan ketiga kakaknya ternyata telah lama tinggal di Indonesia. Khususnya di Kota Malang. Pada saat wawancara dengan Deddy Corbuzier di acara Hitam Putih, keempatnya hadir dan unjuk kebolehan menggunakan bahasa Jawa. Begitu jelas dan fasihnya mereka dalam mengucapkan kata-kata berbahasa Jawa, membuat kita bangga, sekaligus bersemangat untuk menjaga warisan kebudayaan bangsa.

Fasih berbahasa Jawa sejak kecil [sumber gambar]
Sejarah awal keluarga Scheunemann di Indonesia, berawal dari sang ayah yang berlayar dari Jerman selama tiga bulan lamanya dengan menggunakan kapal laut. Timo dan kakaknya pun semuanya lahir di Indonesia. Kecuali salah satu adiknya yang paling kecil. Dalam program Hitam Putih yang dibawakan oleh Deddy Corbuzier, diketahui Timo lahir di kediri, Jawa Timur. Sementara kedua kakaknya yang lain, masing juga lahir di Kediri dan Turen, Jawa Timur.

Rahasia mereka fasih berbahasa Jawa maupun Indonesia, ternyata berawal dari bangku pendidikan sekolah yang dienyam keempatnya. Meski datang sebagai orang asing dari Jerman, kedua orang tua mereka sangat terbuka dan menghargai budaya setempat. Timo bahkan mengatakan bahwa, ayah dan ibunya menyuruh dirinya untuk berbaur dengan warga setempat. Seperti kata-kata bijak yang diucapkannya, “Kalau ke orang Roma jadi orang Roma, kalau ke orang Jawa, jadi orang Jawa“. ujarnya

Dalam hal pendidikan pun, mereka juga memilih sekolah Indonesia sebagai tempat menimba ilmu. Timo dan ketiga kakaknya yang mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Seperti Ralph misalnya, ia bisa menuntut ilmu dengan tenang di Bandung berkat bantuan surat SK Menteri yang dikeluarkan oleh Radius Prawiro.

Berbagai pengalaman menyenangkan hingga pahit, pernah dialami oleh keluarga Scheunemann selama tinggal di Indonesia. Salah satunya adalah Rainer. Dilansir dari grid.id, ia bahkan sempat dibilang sebagai kera saat berada di angkutan umum oleh penumpang lainnya. Hal ini terjadi lantaran tangannya yang memiliki bulu lebat. “Dulu kalo di Jawa sering dibilang ‘ketek e ameh mudun sek’ (keranya mau turun dulu),” tambahnya yang dikutip dari grid.id.

Meski demikian, ia memaklumi hal tersebut dan memahami bahwa kultur orang-orang Indonesia sejatinya merupakan penduduk yang ramah. Lain Rainer, berbeda pula pengalaman dengan Timo. Sosok yang pernah menjadi pelatih timnas bola putri Indonesia pada 2009, klub Persiba Balikpapan, dan Persema Malang itu, sempat dihampiri seorang anak berusia sekitar sekolah Menengah Pertama untuk mengajaknya bercakap-cakap dalam bahasa Inggris (conversation).

Karena pelafalannya yang tidak jelas, seperti ‘mr where I go?‘ yang seharusnya where are you going (mau kemana),” Timo pun menjawab sekenanya dalam bahasa Jawa. “Saya jawab aja, ‘mboh kon’ (tidak tahu),” jelas Tino saat bincang-bincang di acara Hitam Putih.

BACA JUGA: 5 Kejadian Kocak Bukti Polos dan Lugunya Para Bule Saat di Indonesia, Dijamin Bikin Kamu Melongo

Dari kisah perjalanan keluarga Tino Scheunemann di atas, begitu jelas bahwa bahasa memang bisa merekatkan siapa saja tanpa pandang bulu dengan asal usulnya. Kefasihan Tino dan keempat kakaknya dalam berbicara bahasa Indonesia dan Jawa, memberikan sebuah pelajaran yang sangat berharga pada kita semua. Sudahkah kita bangga dengan tradisi berbahasa yang kita miliki?

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Melihat Lagi Petr Cech, Sang Kiper Hebat yang Melawan Cedera di Akhir Kariernya

4 Fakta Legiman, Pengemis Tajir yang Sukses Kumpulkan Harta Sampai Satu Milyar