Kisah pendudukan Jepang di zaman pergolakan revolusi Indonesia, menyisakan banyak cerita kelam di dalamya. Seperti sosok Sukiryano berikut ini. Pernah menjadi bagian dari tentara kerajaan Dai Nippon sebagai anggota PETA, apa daya ia harus merasakan kejamnya perlakuan pasukan negeri Sakura itu.
Saat itu, Sukiryano muda masih berusia 18 tahun saat menjadi anggota PETA. Kebetulan, kota Blitar yang menjadi tempatnya bermukim, merupakan basis terbesar bagi kelompok bersenjata itu. Di PETA, Sukiryano bertugas di bagian penghubung yang sehari-harinya mengantarkan surat dinas Jepang dari Batalyon Blitar ke Batalyon lain di seputaran Jawa Timur. Seperti Kediri, Tulungagung dan Nganjuk.
“Saat saya tanya, mau ke mana Pak. Jawabnya yo arep ngulon, pokok e ngulon (mau ke barat. Pokoknya mau ke barat),” ungkapnya yang dilansir dari news.detik.com.
Sebanyak 78 anggota ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Enam orang divonis mati, beberapa orang dihukum seumur hidup. Dan sisanya diputuskan pengadilan sesuai dengan kesalahannya masing-masing. Sukiryano dan sang teman sendiri, hanya bisa pasrah saat dibawa menuju kantor Kempetai Kediri. Sembari diinterogasi, ia bahkan sempat dimasukan ke dalam kandang anjing herder.
Beruntung, Sukiryano hanya ditahan selama dua malam. Ia pun dibebaskan seteah melalui interogasi horor Kempetai Jepang. Dengan Langkah gontai, ia kemudian pulang berjalan kaki dari Kediri menuju rumahnya di kawasan Sananwetan Kota Blitar sembari menahan sakit. Diketahui, Sukiryano sempat mengalami siksaan fisik berupa luka sayatan pedang samurai di tangan kirinnya.
Dengan pasukan barunya itu, Sukiryano sempat mencicipi ganasnya palagan perang bersama arek-arek Suroboyo melawan tentara Inggris. Beberapa perang masa agresi militer Belanda I yakni 21 Juli – 5 Agustus 1947. dan agresi militer Belanda II, 19 Desember 1948, masih tetap dilakoninya.
“Kalau zaman saya tantanganya penjajah. Kalau sekarang, harus pinter semua. Karena tantangannya melawan kebodohan biar bisa mengisi kemerdekaan,” pungkasnya.