Bulan Mei bagi sebagian orang merupakan bulan di mana mereka harus dipaksa memutar ulang kenangan pahit tentang kerusuhan pada tahun 1998. Kala itu warga etnis Tionghoa di beberapa kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surakarta menjadi korban amuk massa. Tindakan penjarahan toko, perusahaan, pelecehan seksual, bahkan pembunuhan harus mereka alami. Warga Tionghoa itu pun terpaksa harus lari tunggang langgang meninggalkan apa yang mereka punyai. Ada yang pergi ke kota-kota lain, dan ada pula yang terpaksa ke luar negeri.
Bukan perkara muda untuk menyelamatkan diri bagi kaum etnis China saat itu. Dan Bambang adalah saksi hidup yang sempat terjebak di dalam huru-hara kerusuhan Mei 1998. Dirinya dan tiga orang temannya bahkan sempat membantu sebanyak sembilan orang Tionghoa untuk menyelamatkan diri dari amukan massa. Hingga kini, Bambang masih jelas mengingat saat-saat mengerikan di tengah kerusuhan.
Berawal Dari Bambang yang Terjebak di Tengah Kerusuhan
Kala itu status Bambang adalah seorang mahasiswa dan baru berusia 22 tahun. Dirinya sedang menjaga kontrakan milik saudaranya yang sedang tidak di tempat. Saat bersantai di depan rumah kontrakan tersebut, tiba-tiba sekitar puluhan mahasiswa berhamburan ke jalan raya. Dari percakapan yang ia dengan dari orang-orang yang lewat, Bambang mengetahui bahwa Jakarta sedang rusuh, ada pembakaran dan penjarahan di mana-mana. Dan sasarannya adalah warga etnis China.
Bambang yang kala itu berada di daerah Grogol Jakarta Barat akhirnya memutuskan keluar dan mencari teman-temannya. Ia pun bertemu dua orang kawannya di sebuah masjid. Mereka bertiga pun terjebak dalam huru hara kerusuhan Mei. Khawatir akan bahaya di sekitarnya, tiga pemuda itupun menyelamatkan diri dan masuk ke sebuah mobil ambulans yang terparkir di halaman masjid.
Bambang Berniat Melihat Keadaan Saudaranya Saat Terjadi Huru-Hara
Demi menyelamatkan diri, Bambang dan dua temannya nekat memakai mobil ambulans. Ketiganya ragu akan menyelamatkan diri ke mana, entah ke luar Jakarta atau tidak. Tapi di tengah kebingungan, Bambang teringat saudara pemilik kontrakan yang tadi ia jaga. Ia pun berniat melihat keadaan si saudara yang berada di daerah Pantai Indah Kapuk.
Dicegat Serombongan Orang Tionghoa
Selama perjalanan menuju kawasan Pantai Indah Kapuk, mereka dihadang oleh puluhan satpam. Satpam-satpam itu diketahui sedang menjaga beberapa rumah mewah di lokasi itu. Bambang dan kedua temannya kemudian mencari rute lain untuk menemukan saudaranya. Di tengah perjalanan, sekumpulan orang meminta kendaraan mereka berhenti. Orang-orang itu terdiri dari beberapa orang dewasa, balita, dan juga bayi. Mereka ternyata adalah warga keturunan China yang berniat menyelamatkan diri dari kerusuhan. Karenanya, mereka meminta diantarkan ke Bandara Soekarno-Hatta. Bambang dan teman-temannya pun tak tega dan memikirkan hal itu.
Keputusan Menolong Warga Tionghoa yang Mempertaruhkan Nyawa
Bukan perkara mudah untuk memutuskan menolong warga Tionghoa kala itu. Sebab jika sampai tertangkap massa membawa orang Tionghoa, resikonya bisa saja mobil dibakar bahkan nyawa mereka akan terancam. Menghindari resiko itu, Bambang dan teman-temannya membuat skenario seakan-akan warga etnis China tersebut sudah meninggal bersimbah darah di dalam mobil mereka. Karenanya, mereka pun membeli lipstik merah, kain hitam, Fanta merah, tepung, dan beberapa hal lain yang bisa digunakan untuk membuat cairan seperti darah.
Para warga Tionghoa yang akan mereka antarkan pun dilumuri cairan merah, selain itu mereka dibuat telentang bertumpuk layaknya jenazah. Pintu mobil dibiarkan terbuka dan Bambang meneriakkan kata darurat sehingga massa yang memblokade jalan bisa minggir dan memberi cela untuk mobil itu melaju. Dan akhirnya Bambang dkk bisa mengantarkan kesembilan orang itu dengan selamat ke bandara.
Berhasil Sampai Bandara dan Kresek Hitam
Setelah berhasil menarik nafas lega karena selamat sampai bandara, perwakilan dari sembilan orang Tionghoa itu memberi Bambang kantong keresek. Karena keadaan masih genting, Bambang dkk tidak mempedulikan apa isinya dan hanya bergegas pergi sebelum diketahui massa. Dan setelah sampai di kawasan Senen, ternyata isi kantong kresek adalah uang sejumlah Rp 86 juta. Setelah peristiwa tersebut Bambang menceritakan bahwa 9 orang tersebut kini memilih tinggal di Medan dan tak kembali lagi ke Jakarta. Hingga kini, Bambang dan orang-orang tersebut masih menjalin komunikasi dengan baik. Bahkan Bambang sempat menghadiri pernikahan salah seorang anak yang dulunya masih bocah saat kerusuhan Mei.
Begitulah segelintir kisah tentang Bambang dan kerusuhan Mei 1998. Keberanian Bambang dan teman-temannya menghadapi situasi sulit tersebut bisa menyelamatkan sembilan orang Tionghoa itu. Meski sudah 19 tahun berlalu, banyak orang yang masih ingin kasus yang menjadi teka-teki itu terungkap fakta yang sebenar-benarnya.