Kisah para guru honorer di Indonesia memang kerap menyisakan sebuah kisah pedih. Mulai dari besaran gaji yang terbilang sangat minim, hingga keberadaan mereka yang seolah tak dipedulikan oleh pemerintah. Alhasil, harapan untuk diangkat menjadi seorang PNS pun hanya tinggal mimpi belaka.
Hal inilah yang dialami oleh seorang guru honorer bernama Dedi Mulyadi. Dalam sebuah tayangan YouTube yang diunggah oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT), dirinya merupakan seorang guru honorer di SD Negeri Pasirlancar 2, Desa Pasirlancar, Kecamatan Sindangresmi, Kabupaten Pandeglang.
Kondisi di sekolah dasar tempatnya mengajar pun terlihat sangat memprihatinkan. Hal ini terlihat dari fisik bangunan yang terlihat rapuh dan tidak mendukung sebagai sarana belajar siswa. Mulai dari lantai yang keramiknya pecah, tembok yang retak dan berisiko ambruk, hingga meja dan kursi yang telah lapuk.
Dihadapkan pada realita inilah, Dedi mengabdikan dirinya sebagai guru honorer. Mirisnya lagi, ia hanya dibayar sebesar Rp12 ribu per harinya. Ini artinya, Dedi mengantongi pendapatan sebesar Rp300 ribu setiap bulannya dan itu pun hanya diterima setiap 3 bulan sekali. Menurut hitung-hitungan Dedi, dirinya baru mendapat gaji berdasarkan kehadirannya mengajar. Dalam sekali absensi, ia mendapatkan honor sebesar Rp12 ribu.
“Sekali hadir itu saya digaji cuma Rp12 ribu. Jika tidak, saya tidak mendapatkan apa-apa”. ujarnya tayangan dalam video tersebut.
Sehari-harinya, Dedi mengajar mulai dari jam 7 pagi hingga 12 siang. Itu jika dirinya mengikuti jadwal secara penuh. Namun jika dirinya berhalangan hadir karena kesibukan lain seperti acara keluarga atau pun sakit, honor yang diterimanya mungkin kurang dari Rp12 ribu. Semua pendapatan yang diterimanya, tergantung dari pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang turun setiap 3 bulan sekali.
“Tergantung cari BOS, kan ambilnya dari BOS. Per 3 bulan sekali turun.” ucap Dedi.
Dengan penuh semangat, Dedi terus mengajarkan ilmu kepada anak didiknya dengan segala keterbatasan yang ada. Hal ini terlihat dari kesehariannya mengajar, di mana ia juga menyempatkan diri untuk memeriksa kuku dari para muridnya sebelum masuk ke dalam kelas.
Pun dengan para murid yang ada, keterbatasan sarana belajar di sekolah tak menyurutkan minat mereka untuk terus menimba ilmu, Meski hanya berisikan beberapa anak dalam satu kelas, terlihat dari wajah mereka yang bersemangat mengikuti arahan dari Dedi selaku gurunya.
BACA JUGA: Hitam Putih Perjuangan para Guru Honorer yang Bertahan Hidup di Tengah Ketidakpastian
Meski demikian, Dedi tetap semangat menjalankan profesinya sebagai guru honorer. Ia tak pernah mengeluh walau mendapatkan gaji dengan nominal yang tak seberapa. Satu hal yang ia tanamkan di dalam hatinya adalah, terus tetap ikhlas mengajar sesuai dengan cita-citanya menjadi guru semenjak kecil.