Meski tak semaju AS dalam perkembangan ilmu dan teknologi luar angkasa, Indonesia ternyata memiliki talenta luar biasa yang tak kalah hebatnya di bidang tersebut. Salah satunya adalah sosok Dr. Ir. H. Giri Suseno Hadihardjono seorang mahasiswa sekaligus peneliti cerdas di bidang teknik. Dilansir dari historia.id, dia merupakan figur yang pernah bekerja menangani salah satu proyek milik NASA (National Aeronautics and Space Administration).
Sebagai ahli teknik, kecerdasan yang dimilikinya mengantarkan Giri melanglangbuana hingga ke Amerika Serikat. Di mana dia berkarir dalam sebuah proyek besar yang kelak membuat NASA dikenal sebagai badan antariksa dengan reputasi dunia. Seperti apa sepak terjangnya? Simak ulasan berikut.
Sebelum ke Amerika Serikat, Giri merupakan lulusan jurusan teknik mesin Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada Juni 1964, ia bersama dengan 23 orang dari ITB dan IPB mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sutdi ke jenjang S2 d AS, melalui program USAID (United States Agency for International Development). Dikutip dari historia.id, ia dan beberapa rekannya ditempatkan di University of Kentucky di Lexington.
Hingga setahun kemudian, Giri pindah ke University of Michigan di Ann Arbor untuk meneruskan kuliahnya. Di samping studinya, ia juga dia bekerja dengan pembimbingnya, Prof. Charles Lipson. Pada saat itu, sang profesor tengah mengerjakan proyek dari Badan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA) untuk meneliti sifat-sifat kelelahan (fatigue properties) pada material. Dari sini, Giri kemudian dilibatkan dalam penelitian yang serupa. “Belakangan baru saya ketahui bahwa material itu digunakan dalam pesawat ruang angkasa Apollo Space Craft,” kata Giri yang dikutip dari laman historia.id.
Selama bekerja untuk NASA, tugas Giri adalah melakukan analisis terhadap kemampuan material dalam menerima beban berulang, dan efeknya bila material itu menerima getaran hingga patah. Oleh sebab itu, sang Prof. Charles Lipson yang berhasil dibantu Giri hingga lulus S2 dengan gelar MSME (Master of Science in Engineering-Mechanical Engineering) pada Juli 1966. Ia pun ditawari bekerja di sana, namun ditolak dan memilih pulang ke Indonesia. Padahal sang profesor memberinya gaji sebesar US$9.000 per tahun.
Sesampainya di Indonesia, ia kemudian mengabdi di almamaternya sebagai dosen Institut Teknologi Bandung. Laman historia.id menuliskan, Giri juga didapuk untuk menjabat beberapa posisi penting di jajaran pemerintahan, di antaranya adalah menjadi Wakil B.J. Habibie di Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), dan Menteri Perhubungan merangkap Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya (1998-1999). Hingga pada 27 Juni 2012, mantan Menhub itu wafat karena penyakit kanker.
BACA JUGA: Mengenal Yudi Utomo, Penemu Kontainer Limbah Nuklir yang Diagung-agungkan Amerika
Sejatinya Indonesia tak kalah soal kualitas SDM untuk bersaing dengan negara maju. Terutama di bidang teknologi penerbangan dan luar angkasa. Hanya saja, memang membutuhkan waktu yang tak sebentar agar tenaga potensial tersebut mampu menciptakan dan berkarya di negeri sendiri.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…