Meskipun penuh kontroversi, sebagian dari kita pasti menyetujui adanya hukuman mati. Walaupun katakanlah dengan kematian pelaku korban tak bisa hidup lagi atau kembali seperti sedia kala, tapi setidaknya ini bisa memberikan pelajaran penting bahwa tindakan kejahatan bisa membawa kematian bagi pelakunya. Lalu, bagaimana jika seumpama si pelakunya sendiri masih muda, belasan tahun lah katakan. Tentu putusan untuk memberikan vonis mati harus dipikir-pikir dulu.
Dihadapkan dengan situasi ini, kita pasti berpikir jika hakim takkan menjatuhi si pemuda itu hukuman mati. Usianya masih sangat belia, masa depannya panjang, dan kesempatan memperbaiki diri masih sangat luas, tentu ini jadi pertimbangan sendiri. Sayangnya, kebijakan macam ini tak dialami oleh seorang pemuda bernama George Stinney. Usianya baru 14 tahun tapi ia dihadapkan dengan vonis kematian setelah diputuskan bersalah membunuh dua bocah lainnya. Sadisnya, eksekusinya sendiri menggunakan kursi listrik di mana rasa sakitnya tak pernah bisa dibayangkan.
Lucunya, setelah bertahun-tahun kejadian ini berlalu, ternyata kasus Stinney disidangkan lagi dan kemudian diputuskan tak bersalah. Terlambat, meskipun keadilan didapatkan tapi Stinney sudah mati bertahun-tahun lalu.
Awal Kisah Pembunuhan oleh Stinney
Cerita mengerikan kematian Stinney di kursi listrik berawal dari kisah dua bocah perempuan bernama Betty June Binnicker dan Mary Emma Thames. Keduanya masih muda, 8 dan 11 tahun. Menurut saksi mata, Betty dan Mary diketahui bersama George untuk memetik bunga di sebuah tempat yang tak jauh dari rumah mereka. Lama sekali ketiganya mencari bunga, sampai akhirnya semua orang pun mulai mencari karena merasakan hal yang tidak beres.
Benar saja, Betty dan Mary ditemukan sudah menjadi jenazah. Keduanya tergeletak begitu saja di tanah berlumpur dengan luka yang diduga berasal dari paku. Lalu, berdasarkan saksi mata tadi, George yang ‘diduga’ bersama Betty dan Mary langsung dicurigai sebagai dalang pembunuhan.
Vonis 10 Menit untuk George
George yang diduga sebagai tersangka kemudian ditahan dan dipisahkan dari orangtuanya. Lalu, entah apa yang terjadi selama diperiksa oleh petugas, akhirnya George mengakui perbuatannya. Mendengar hal ini pengadilan Carolina selatan langsung mengagendakan sidang untuk menentukan nasib si bocah 14 tahun itu.
George seperti sudah siap dengan semua hal buruk yang bakal terjadi. Pengadilan pun digulirkan dan luar biasanya tak sampai 10 menit langsung menghasilkan putusan mati bagi George kecil. Terkesan agak buru-buru dan seolah berat sebelah. Diketahui ketika itu George dihadapkan dengan perangkat pengadilan yang kesemuanya adalah orang-orang kulit putih. George sendiri berkulit hitam. Memang bakal jadi fitnah kalau kita mengatakan putusan ini karena faktor warna kulit. Tapi, kalau melihat fakta soal rasisme yang begitu kuat di tahun 40an, mungkin saja memang ada yang tak beres soal putusan tersebut.
Kematian George yang Mengharukan
Tanpa satu pun pembela atau pun itikad banding membuat hakim dengan entengnya memvonis George dengan kematian. Si remaja tanggung ini juga sepertinya pasrah dengan nasib yang akan menimpanya. Kemudian yang terjadi adalah George yang benar-benar akan dihukum mati pada tanggal 16 juni 1944 atau sekitar 2 bulan pasca ia melakukan pembunuhan itu.
Kursi listrik disiapkan kala itu lengkap dengan instrumen-instrumennya. George pasrah dan duduk di sana setelah sebelumnya diganjal dulu dengan beberapa buku telepon karena ia masih terlalu kecil untuk si kursi kematian. Tak beberapa lama setelah duduk dan diikat, sang eksekutor pun beraksi dan beberapa menit kemudian George sudah tak bernyawa.
Kontroversi Hukuman Mati George
Kita tak perlu tanya bagaimana kondisi keluarga George kala itu. Mereka terguncang. Bahkan sang ibu sudah tak pernah lagi bicara saking terpukulnya. Keluarga merasa vonis untuk George tidak adil dan berjanji akan terus memperjuangkan sang bocah remaja ini. Meskipun hal tersebut takkan membuat George hidup lagi.
Bertahun-tahun upaya untuk mendapatkan keadilan untuk George dilakukan. Namun, tahun demi tahun berlalu tanpa harapan. Baru kemudian di 2014 atau 70 tahun setelah George meninggal, diputuskan bahwa remaja itu tidak bersalah. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi bertahun-tahun pihak pengadilan. Memang ada yang janggal soal keputusan kematian George. Misalnya saksi kakak George yang mengatakan jika sang adik ternyata bersama dengan dirinya sepanjang waktu di hari di mana dua bocah perempuan itu ditemukan tewas.
Mendengar putusan tentang George yang tak bersalah, tentu saja hal tersebut sangat membahagiakan. Tak hanya bagi pihak keluarga tapi juga orang-orang yang selama ini ikut merasa janggal dan gusar soal kasus George. Si remaja ini menang pada akhirnya walaupun hal tersebut tetap tak bisa membuatnya hidup lagi. Seandainya ini terjadi 70 tahun lalu, mungkin George hari ini sudah berusia 84 tahun dan hidup bahagia.