in

Mengenang Ersa Siregar, Jurnalis RCTI yang Meregang Nyawa Di antara Konflik TNI dan GAM

Konflik bersenjata di masa lalu antara pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), banyak menyisakan cerita duka. Salah satunya adalah kematian Ersa Siregar yang merupakan reporter senior RCTI. Menurut laman tirto.id, ia meregang nyawa dalam kontak senjata antara pihak TNI dan GAM.

Saat kejadian nahas tersebut, ia tengah berada di antara desingan peluru yang diletupkan dari moncong senjata kedua belah pihak yang bertikai. Sebelumnya, Ersa yang tengah meliput konflik di wilayah berbahaya itu, telah diculik oleh sekelompok orang yang merupakan anggota GAM. Kisahnya bermula saat mobil yang ditumpanginya dicegat kawanan bersenjata.

Diculik saat dalam perjalanan bersama pihak sipil lainnya

Diculik oleh anggota GAM [sumber gambar]
Saat itu, Ersa tengah mengendarai sebuah mobil yang berisikan beberapa warga sipil seperti Ferry Santoro, Rahmatsyah, Safrida dan Soraya. Dilansir dari tirto.id, mereka saat itu tengah dalam sebuah perjalanan dari Langsa menuju ke Lhokseumawe. Tak beberapa lama, kendaraan mereka dihadang oleh sekelompok orang bersenjata setelah baru melaju sekitar 200 meter dari masjid. Kawanan yang datang dari kiri-kanan jalan itu memaksa mereka untuk turun. Sejak saat itu, sosoknya raib dibawa para penghadang misterius.

Keberadaanya berusaha dicari oleh pihak RCTI dan rekan-rekan

Ersa Siregar bersama rekannya, Ferry Santoro saat disandera GAM [sumber gambar]
Karena tak kunjung menampakkan diri, segenap Jurnalis di Lhokseumawe langsung menghubungi kontak-kontak petinggi GAM yang mereka punya. Berharap mendapatkan informasi akan keberadaan Ersa dan rekannya, Ferry Santoro. Laman tirto.id menuliskan, beberapa kawan wartawan juga melakukan pencarian ke daerah Kuala Langsa dan menanyai kedai-kedai di sekitaran pelabuhan. Sayang, upaya mereka nihil belaka. Setelah tiga hari menghilang, pihak GAM akhirnya memberi kepastian bahwa mereka telah menahan Ersa bersama rekannya, Ferry Santoro.

Disandera dalam keadaan hidup oleh kelompok bersenjata GAM

Ersa Siregar bersama warga sipil yang ditawan kelompok GAM [sumber gambar]
Kabar ini dibenarkan oleh seorang juru bicara GAM yang berada di bawah kepemimpinan Ishak Daud. Sumber dari tirto.id menuliskan, Ersa dan tiga orang sipil lainnya yang diculik pada saat berada di mobil, disandera oleh mereka. Dengan mata tertutup, mereka berjalan menelusuri sebuah tempat yang tak dikenal dan diinterogasi di sana. Ersa juga diberi kesempatan bicara dengan rekannya di RCTI dan memberitahu keluarganya di Jakarta pada Kamis, 3 Juli 2003. ia melaporkan dalam keadaan sehat. Lewat buku Catatan Harian Sandera GAM: Kisah Nyata Safrida dan Soraya yang dikutip dari tirto.id, panglima Ishak Daud memperlakukan mereka dengan sangat baik.

Sempat terjadi negoisasi pembebasan yang menengangkan antara TNI dan GAM

Titik terang mulai menemui para sandera setelah Rahmatsyah, sang sopir dibebaskan pada 17 Desember 2003. Pihak TNI dan rekan-rekan Ersa pun optimis kawan-kawannya juga bisa dibebaskan. Laman tirto.id menyebutkan, pihak GAM berjanji menyerahkan langsung 4 tawanan lainnya pada 27 Desember 2003 dengan syarat gencatan senjata selama 2 hari. Sayang, pihak TNI menginginkan agar para sandera diletakkan di satu tempat. Berlainan dengan kehendak GAM yang ingin menyerahkannya secara langsung.

Ersa Siregar akhirnya roboh meregang nyawa nyawa setelah diterjang peluru

Makam Ersa Siregar [sumber gambar]
Tak lama, terjadilah kontak senjata antara pihak GAM dan TNI Desa Kuala Manihan, Simpang Ulim, Aceh Timur. Sumber dari tirto.id menuliskan, Ersa berada di sana bersama dengan beberapa anggota GAM lainnya. Alhasil, ia pun ikut terjebak di antara peristiwa baku tembak tersebut. Sayang, Ersa akhirnya meregang nyawa karena tertembak peluru dari moncong senapan yang menyalak bersaut-sautan. Dua peluru menembus leher dan dada Ersa yang membuatnya tergeletak tak bernyawa. Pasca-kematian Ersa, RCTI menayangkan sebuah dokumenter berjudul “Sebuah Pencarian: Kisah Usaha Pembebasan Jurnalis Ersa Siregar dan Ferry Santoro”.

BACA JUGA: Mengenang Udin, Sosok Wartawan yang Kematiannya Masih Berselimut Misteri Hingga Saat Ini

Konflik memang bisa membuat siapa saja yang terlibat di dalamnya, ikut menjadi korban. Walaupun statusnya sebagai pihak sipil non-kombatan yang tak bersenjata. Kisah tragis Ersa Siregar di atas, menjadi sebuah renungan bagi kita. Bahwa setiap pekerjaan, pasti memiliki resiko masing-masing. Termasuk profesi jurnalis di wilayah konflik.

Written by Dany

Menyukai dunia teknologi dan fenomena kultur digital pada masyarakat modern. Seorang SEO enthusiast, mendalami dunia blogging dan digital marketing. Hobi di bidang desain grafis dan membaca buku.

Leave a Reply

Nurhadi-Aldo, Sosok ‘Capres Fiktif’ yang Kata-katanya Bikin Netizen Pengen Lempar Sandal

5 Ramalan Mencengangkan Para Selebriti di Tahun 2019, Perceraian Hingga LGBT!