Bagaimana rasanya kalau orang yang kita cintai tak menanggapi? Ya, pasti sakit. ‘Sakitnya Tuh Disini’, kata janda semok nan cantik, Cita Citata dalam lagunya. Pepatah mengatakan, Cinta yang bertepuk sebelah tangan, ibarat si pungguk yang rindukan bulan. Yang namanya pungguk pasti sulit sampai ke bulan. Seperti itulah cinta bertepuk sebelah tangan digambarkan.
Sakit memang rasanya, bila cinta ditolak. Banyak tragedi yang terjadi, gara-gara cinta bertepuk sebelah tangan. Ada yang bunuh diri. Ada yang coba ‘berikhtiar’ dengan cara salah, meminta dukun bertindak. Dan yang fatal ada yang melakukan tindak kriminal kepada gadis penolak cintanya. Sudah banyak berita tentang cinta ditolak, senjata bertindak. Cinta ditolak, nyawa melayang. Tapi ada pula yang memilih jalan yang diridhoi Tuhan, memilih move on.
Tapi tenang saja, kisah cinta ditolak, bertepuk sebelah tangan tak hanya kita-kita saja yang mengalami. Orang ‘besar’ pun pernah merasakan pahitnya sebuah penolakan. Tan Malaka adalah salah satunya. Anda tahu Tan Malaka? Tidak tahu? Di jaman internet begini tak tahu Tan Malaka? Wah, keterlaluan. Kisah Tan Malaka lebih menarik diketahui ketimbang gosip Raffi Ahmad dan Ayu Ting Ting yang belakangan dibicarakan itu.
Tan Malaka adalah orang hebat. Dia Legenda, Tingkat legedarisnya tak kalah dengan Maradona. Saat studi di Belanda, salah satu olahraga yang digemari Tan Malaka adalah sepakbola. Ia aktif main di tim sepakbola sekolahnya. Hanya saja Tan Malaka tak pernah bermain curang seperti si Armando itu. Dia tak pernah bikin gol pakai tangan. Gol itu, walau disebut gol tangan Tuhan, saya yakin Tuhan pun tak suka. Tuhan mungkin jengah, namanya dicatut oleh sebuah perbuatan curang.
Tan Malaka, dalam sepenggal kisah hidupnya memang pernah merasakan pahitnya ditolak cinta. Tapi, Tan Malaka tak lantas merasa dunia kiamat karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Dia tak seperti Egi John yang cepat bercuit sedih di twitter, tatkala kisah cintanya runtas di tengah jalan. Walau saya juga tak tahu, apakah Tan Malaka juga akan bercuit seperti si Egi John, seandainya sudah ada di twitter ketika itu. Entahlah. Yang pasti, kalau membaca kisahnya, Tan Malaka cepat move on. Tidak seperti remaja generasi facebook, cinta ditolak, baygon ditenggak.
Dikisahkan, saat muda, Tan Malaka pernah dihadapkan pada situasi tersulit dalam hidupnya. Ia ketika itu baru lulus dari sekolah raja (Kweekschool) di Bukittinggi. Syahdan, ketika itu, Tan Malaka yang masih berusia 17 tahun diputuskan dapat gelar datuk. Keputusan itu berdasarkan rapat tetua adat Nagari Pandan Gadang, Lima Puluhan Kota. Tan Malaka mati-matian menolak. Namun ancaman pun keluar, yang akhirnya membuat Tan ‘menyerah’. Ibunya memberi pilihan sulit, menerima gelar atau segera menikah.
Tan Malaka pun akhirnya menerima gelar datuk. Gelar yang merupakan gelar tertinggi dalam adat Minang. Gelar lengkapnya Ibrahim Datuk Tan Malaka. Namun di balik itu, ada kisah lain yang membuat Tan Malaka akhirnya menerima gelar tersebut. Ternyata, dia memendam rasa suka kepada seorang gadis. Dia mencintai gadis tersebut. Itu yang membuatnya memilih gelar datuk, gelar yang didebatnya dengan sengit, ketimbang harus kawin dengan perempuan pilihan ibunya.
Siapakah gadis yang telah membuat Tan Malaka jatuh cinta untuk pertama kalinya? Dia, Syarifah Nawawi. Mengutip Majalah Tempo, Edisi Khusus Kemerdekaan, “Bapak Republik yang Dilupakan”, yang terbit 17 Agustus 2008, Syarifah adalah anak keempat Nawawi Sutan Makmur, guru bahasa Melayu di Kweekeschool. Benih cinta Tan Malaka mulai tumbuh ketika pertama kali dia bertemu dengan Syarifah saat sama-sama sekolah di Kweek. Tan dan Syarifah tercatat sebagai siswa Kweek angkatan 1907.
Ketika itu, siswi satu-satunya di angkatan itu adalah Syarifah. Kepada kembang kelas itu, cinta Tan mulai tumbuh. Di Kweekschool, cintanya mulai menggeliat. Sampai akhirnya Tan Malaka harus pergi ke Belanda, melanjutkan studinya.
Seperti lelaki muda lainnya, walau terpisah ribuan mil, Tan Malaka rajin berkirim surat kepada Syarifah. Sampai kemudian ia coba melepaskan ‘panah asmaranya’. Lewat surat, ia mengungkapkan rasa cintanya kepada teman satu angkatannya itu. Catat ya, lewat surat, bukan lewat status facebook, atau via pesan whatsapp. Apalagi lewat acara reality show tak penting itu di televisi. Tapi lewat surat, alat komunikasi pesan yang kini sudah dianggap usang.
Namun Apa daya, cinta Tan Malaka yang diungkapkan lewat surat itu tak berbalas alias bertepuk sebelah tangan. Syarifah si gadis pujaan menolaknya. Kecewa? Sudah pasti Tan kecewa.
Tapi ditolak cinta, tidak lantas membuat Tan Malaka frustasi. Ia tidak mengambil langkah-langkah yang tak masuk akal. Misalnya meminta dukun untuk bertindak. Atau dengan konyol, mengancam gadis penolak cintanya. Beliau pilih move on. Dalam rumus hidupnya, masih banyak yang bisa dikerjakan, ketimbang meratapi cinta yang tak berbalas.
Berhasilkah? Ya sukseslah, begitu sohibul sejarah mencatatkan. Bagi Tan Malaka, urusan ditolak cewek itu, urusan kecil. Urusan yang gampang diatasi.
Mosok sekelas Tan Malaka tak bisa mengatasi itu. Wong, mengatasi intel saja dia mampu. Inget ya, intel yang dikangkangi Tan Malaka, bukan sekedar intel Melayu yang suka bangga karena diangkat jadi intel. Tapi intel dari berbagai negara.
Kecewakah Tan Malaka? Tan Malaka, manusia biasa. Ia pun pasti punya rasa kecewa. Dia bukan Nabi, bukan pula wali. Ia bukan Ahmad Dhani yang kecewa tak bisa nyagub, lantas pindah ke Bekasi. Dia bukan seperti itu. Cinta ditolak, tak membuat Tan Malaka merasa dunia akan kiamat. Dia tidak perlu mengeluarkan ancaman bakal pindah rumah, andai si pujaan hati naik pelaminan dengan orang lain.
Cinta ditolak, Tan Malaka tetap berlalu. Begitulah kisah pahit cinta pertama Tan Malaka. Namun memang selain Syarifah yang menolaknya, ada beberapa nama perempuan lain yang sempat singgah dalam jejak hidupnya. Salah satunya dengan Fenny Struyvenberg, mahasiswa kedokteran berdarah Belanda. Menurut gosip sejarah, dengan Fenny, Tan Malaka menjalin hubungan serius. Sayang, tak jelas kemudian seperti apa hubungan kedua insan tersebut.
Perempuan lain yang juga disebut-sebut sempat singgah dalam kehidupan Tan Malaka adalah Nona Carmen, anak seorang rektor di Manila. Tan Malaka mengenal Carmen, dalam pelariannya di Filipina. Tapi kisahnya dengan Nona Carmen pun tak jelas juntrungnya.
Lalu muncul nama Paramita Rahayu Abdurrahman, keponakan Ahmad Soebarjo yang ketika itu menjadi Menteri Luar Negeri. Tan dikabarkan berhubungan intens dengan Paramita. Bahkan ada yang menyebut keduanya telah tunangan. Tapi, kisah Tan dengan Paramita pun tak jelas ujungnya.
Namun yang paling menarik adalah kisah Tan Malaka dengan Syarifah, cinta pertamanya. Setelah menolak Tan Malaka, Syarifah menikah dengan R.A.A. Wiranatakoesoema Bupati Cianjur saat itu. Catat ya, Wiranatakoesoema adalah seorang bupati. Ketika menikahi Syarifah, Wiranatakoesoema sudah punya lima anak dari dua selirnya. Tapi ya itulah, dia bukan orang biasa. Dia seorang bupati.
Tahun 1924, Wiranatakoesoema, menceraikan Syarifah. Syahdan Tan Malaka sempat mendatangi Syarifah untuk meminangnya. Lagi-lagi cinta Tan Malaka ditolak. Sungguh kisah cinta yang sangat pahit. Dua kali ditolak, oleh perempuan yang sama pula.
Pada Adam Malik, yang kelak jadi Wakil Presiden, Tan Malaka sempat mengatakan, ada tiga perempuan yang sempat mengisi hidupnya. Kata Tan, satu di Belanda, satu di Filipina, satunya lagi di Belanda. Tapi dengan pahit pula Tan mengatakan, semuanya cinta yang tak sampai.
” Perhatian saya terlalu besar untuk perjuangan,” begitu kata Tan Malaka pada Adam Malik. Pengakuan Tan Malaka itu kemudian ditulis Adam Malik dalam bukunya, “Mengabdi Republik.”
Tapi memang cinta ditolak atau diputus cinta, sakitnya luar biasa. Hanya orang-orang hebat yang bisa mengatasi itu. Lihat saja Cinta yang ditinggal Rangga. Sekolahnya sempat berantakan karena diputus Rangga. Tapi dia mampu mengatasi sampai sukses jadi pengelola galeri. Sayang, ia kembali takluk oleh Rangga.
Kembali ke Tan Malaka. Dari beliau, kita mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, bagaimana move on dengan cepat. Dengan apa? Ya, dengan mengerjakan hal yang lebih penting. Perjuangan membebaskan republik dari penjajahan itu yang dikerjakan Tan Malaka.
#Sumber tulisan Edisi Khusus Kemerdekaan Majalah Tempo,” Bapak Republik yang Dilupakan,” edisi 11-17 Agustus 2008.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…