Sebagai negara hukum dan demokrasi, demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok tertentu dibolehkan. Bahkan UUD 1945 memberikan landasan hukum perihal kebebasan mengemukakan pendapat. Meski bebas dan dilindungi oleh hukum, aksi demonstrasi harus dilakukan dengan baik, teratur, dan tidak tidak melakukan perusakan fasilitas publik.
Sayangnya dalam sejarah demokrasi di Indonesia, demonstrasi kerap berakhir dengan kerusuhan yang cukup sengit. Perusakan, penjarahan, pembakaran, hingga aksi anarki lain akhirnya bermunculan dan membuat suasana jadi sangat keruh. Mari mengingat kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di Indonesia agar semacam ini bisa dihindari dan tidak membuat Ibu Pertiwi jadi kembali menangis.
1. Kerusuhan Mei 1998
Kerusuhan yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 ini adalah buntut dari penembakan empat mahasiswa Trisakti dalam demonstrasi sehari sebelum kerusuhan. Massa yang tidak tahan dengan keadaan akhirnya melakukan aksi-aksi anarki yang tidak bisa dikontrol lagi. Kota besar seperti Jakarta menjadi kawasan yang rusak parah. Toko-toko dihancurkan kacanya lalu benda di dalamnya dijarah.
Akibat kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa ini stabilitas keamanan dan ekonomi Indonesia jadi ambruk. Selama tiga hari berturut-turut, kerusuhan yang terjadi dengan sangat mengerikan ini membuat Presiden Soehato akhirnya mengundurkan diri dan B.J. Habibie mulai membentuk Kabinat Reformasi Pembangunan. Oh ya, dalam kerusuhan ini juga terjadi penculikan dan tindak asusila kepada wanita Tionghoa yang kasusnya belum juga tuntas hingga sekarang.
2. Kerusuhan Sampit
Tiga tahun setelah kerusuhan Mei 1998 terjadi dan menyebabkan rezim Soeharto akhirnya runtuh, sebuah kerusuhan baru hadir. Di Kalimantan Tengah terutama kota Sampit, kerusuhan antara dua kubu etnis berakhir dengan mengerikan. Setidaknya ada ratusan warga yang akhirnya meninggal dunia akibat dipenggal kepalanya melalui prosesi ngayau yang dianggap telah tidak ada.
Penyebab dari kerusuhan antara etnis Madura dan Dayak ini masih simpang siur. Beberapa orang memberikan klaim yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan kalau etnis Madura melakukan serangan terlebih dahulu. Keadaan ini menyebabkan konflik meluas hingga 100.000 warga Madura harus kehilangan tempat tinggalnya. Klaim selanjutnya mengatakan kalau etnis Dayak terlebih dahulu melakukan serangan karena merasa diperlakukan tidak adil. Sejak etnis Madura datang dalam program transmigrasi, konflik kecil mulai terjadi hingga akhirnya membesar.