Ariel Noah pernah bernyanyi, “Dan terjadi lagi..”
Sepantasnya, seorang guru itu mendidik dan mengayomi murid-muridnya. Namun beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan Indonesia terus tercoreng oleh para tenaga pengajar yang justru menjadi momok bagi didikan mereka. Satu yang terbaru adalah seorang oknum guru mengaji di Kota Padang, Sumatera Barat dengan inisal MEM.
Pria 59 tahun ini, diduga telah melakukan pencabulan kepada murid-murid ngajinya. Tiga wali dari murid sudah melaporkan kebejatan sang guru ngaji ke Polresta Padang. Namun, pihak berwajib memperkirakan jumlah korban bisa mencapai belasan orang. Begini ulasan selengkapnya tentang kasus ini.
Tiga korban yang melapor masih anak-anak
Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda memprediksi bahwa korban MEM setidaknya mencapai 14 anak. Namun, saat ini baru tiga yang berani melaporkan kebejatan guru ngaji tersebut. Ketiga korban masing-masing berusia delapan, sembilan, dan sebelas tahun. Saat ini mereka didampingi unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).
Warga curiga, setelah divisum ketakutan menjadi nyata
Kronologi kejadian ini hingga diketahui masyarakat, berawal dari kecurigaan warga. Pencabulan diperkirakan berawal sejak Oktober 2021. Akhirnya, ada salah satu warga yang melakukan visum terhadap korban. Dari hasil visum, terbongkar borok MEM yang mencabuli murid-muridnya.
Keluarga yang tidak terima bersama warga mendatangi MEM. Sempat ribut, pria ini lalu diserahkan ke pihak RT, kemudian diserahkan ke Polresta Padang untuk diamankan dari amukan masyarakat.
Keluarga langsung melaporkan perlakuan jahat MEM pada anaknya
Dari hasil visum tersebut, satu keluarga kemudian memberitahu pihak RT. Kemudian laporan tersebut berlanjut hingga Polresta Padang. Unit PPA Satreskrim Polresta Padang kemudian membekuk MEM pada hari Jumat (19/11/2021), sekitar pukul 18.00 WIB. Polisi memperkirakan bahwa korban mendapatkan kekerasan seksual, yaitu disodomi, karena semua yang melapor adalah laki-laki.
Membujuk korban dengan meminjamkan HP
Saat melakukan pencabulan, MEM melancarkan modusnya dengan memancing korban menggunakan HP miliknya. Si korban digiring masuk ke dalam kamar musala. Di kamar itulah para korban mendapatkan pelecehan seksual. MEM sendiri sudah mengakui modus dan perbuatan bejatnya tersebut kepada para orang tua korban.
Atas perbuatannya, MEM didakwa dengan Pasal 82 Ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 76E UU RI No.17 Tahun 2016, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.01 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua Atas UU No.23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Bila dinyatakan bersalah, MEM bakal meringkuk di tahanan minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling banyak Rp5 miliar.
Guru mengaji di Jawa Timur juga diduga melakukan perbuatan cabul
Kasus yang mirip juga baru-baru ini terjadi di Jawa Timur. 22 Oktober 2021, seorang yang mengaku ustaz dan guru ngaji berinisial NK, dilaporkan ke Polres Tulungagung, Jawa Timur. Diduga ia melakukan perbuatan cabul dengan menyentuh bagian pribadi murid-muridnya. NK tidak mengakui perbuatannya dan mengatakan semata-mata hanya ingin mengajarkan gerakan salat pada santriwatinya. Karena dianggap kooperatif, pria tersebut hanya dikenakan wajib lapor dua kali dalam sepekan.
BACA JUGA: Pria Cabuli Anak Kandung di Depan Ibu Tiri hingga Hamil, Satu Keluarga Diusir dari Kampung
Kejadian yang terus berulang, tampaknya membutuhkan sebuah solusi cepat dan dahsyat. Tujuannya tak lain untuk melindungi anak-anak dari para predator seksual. Tak hanya menuntut orang tua untuk lebih waspada, pemerintah seharusnya punya formula tepat agar tak ada lagi nurani anak-anak yang terluka akibat kebejatan orang dewasa.