Alutsista merupakan hal yang utama bagi pertahanan sebuah negara, untuk mengatasi ancaman agresi militer. Keberadaannya yang sangat vital, membuat alutsista tersebut tak bisa diremehkan begitu saja. Semkain canggih alutsista sebuah negara, maka semakin kuat pula pertahanan militernya. Belum lagi ditambah dengan barisan pasukan yang handal, membuat negara tersebut semakin disegani di kancah internasional.
Indonesia yang baru-baru ini memperkuat barisan alutsistanya, harus menerima kenyataan pahit dengan terjadinya serangkaian kecelakaan yang melibatkan alat-alat militer tersebut. Menempati posisi ke 14 sebagai militer terkuat di dunia, peristiwa tragis tersebut menjadi pukulan telak bagi pihak TNI. Ha ini pun menimbulkan adanya keharusan untuk mengevaluasi sarana alutsista tersebut. Seperti apa rangkaian kecelakaan yang melibatkan alat-alat militer tersebut? simak ulasan selengkapnya.
Baru-baru ini, kejadian tragis menimpa seorang anggota TNI Angkatan Darat yang bernama Pratu Randi Suryadi. Peristiwa nahas tersebut bermula saat sebuah APC (armoured personnel carrier) M113 milik Yonif 412/BES TNI AD , dinaiki oleh siswa PAUD dalam rangka acara outbond.
Namun sayang, kendaraan angkut personel militer tersebut tergelincir masuk ke dalam Sungai. Akibatnya, salah seorang Prajurit TNI yang bernama Pratu Randi Suryadi dan Kepala PAUD, Iswandari, meninggal dunia. Kejadian tersebut masih diselidiki. Apakah dari segi alutsistanya atau kendala human error dalam pengoperasian kendaraan tersebut di lapangan.
Salah satu pesawat latih milik TNI AU, Super Tucano diketahui telah jatuh dan menimpa pemukiman padat penduduk di Kota Malang. Sedianya, pesawat buatan Brazil yang didatangkan pada 2012 silam tersebut, melakukan latihan setelah menempuh 300 jam terbang. Sempat beputar-putar dengan mesinnya yang meraung di angkasa, pada pukul 10.40 WIB, pesawat tersebut tiba-tiba menukik dan terjatuh di pemukiman warga.
Alhasil, dua pilotnya yang bernama Mayor Penerbang Ivy Safatillah dan Juru Mudi Udara Sersan Mayot Syaiful Arief Rakhman, ditemukan meninggal di dua lokasi berbeda. Kecelakaan peswat ini juga memakan korban sipil yang rumahnya terkena hantaman peswat tersebut. Padahal, pesawat yang digunakan tersebut, tergolong baru dan masih layak terbang.
Peristiwa nahas ini terjadi pada saat latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di Tanjung Datuk, Natuna pada 2017 silam. Dalam latihan tersebut, pasukan TNI AD menggunakan meriam berlaras ganda buatan perusahaan Tiongkok, Norinco yang bernama Giant Bow.
Meriam penangkis udara ringan tersebut meledak dan menyebabkan empat orang Prajurit TNI gugur dan sejumlah lainnya terluka. Diduga penyebabnya adalah, moncong senjata yang tidak dapat dikendalikan sehingga menembak ke segala arah dengan acak. Para korban merupakan Prajurit yang berasal dari satuan Yon Arhanud Kostrad.
Sebuah latihan pendaratan yang dilakukan oleh Marinir TNI AL, berubah menjadi insiden mematikan setelah salah satu kendaraan militernya tenggelam. Sejatinya, latihan yang melibatkan 1.300 parjurit Marinir tersebut, merupakan simulasi pendaratan dengan menggunakan kendaraan amphibi BTR-50 P. Namun sayang, kendaraan tersebut tiba-tiba tenggelam saat meluncur dari KRI Teluk Kau 504.
Alhasil, delapan personel berhasil dievakuasi dan sisanya ikut tenggelam. Kejadian tersebut memakan korban sebanyak enam personel Marinir gugur dan satu Marinir hilang dan belum ditemukan. Tank amphibi yang digunakan sendiri merupakan lansiran tahun 1962 buatan Rusia. Kondisi alutsista yang telah sepuh tersebut, terindikasi beberapa kali harus mendapatkan perawatan (retrofit) agar bisa maksimal.
Sejatinya, helikopter jenis Bell 205 A-1 tersebut, ada dalam misi yang berkaitan dengan pengamanan kunjungan Presiden dari Bandara Adi Sumarmo, Solo menuju Adi Sutjipto, Yogyakarta. Namun saat melintas di area pemukiman warga, bunyi mesin helikopter mulai menurun dan menjadi tidak stabil.
Helikopter beromor registrasi HA-5073 tersebut, akhirnya jatuh dan menimpa rumah warga pada pukul 15.20. Tiga awak helikopter yang dinyatakan meninggal adalah Letda Angga Juang, Serda Sirait, dan Fransisca Nila Agustin, sementara yang mengalami luka berat adalah Kapten Titus Benekditus Sinaga, Serka Rohmat, dan Serda sukoco.
Tak pelak, kasus kecelakaan yang melibatkan alutsista militer TNI tersebut, menjadi pukulan yang sangat telak bagi pertahanan Indonesia. Deretan alutsista yang digadang-gadang menjadi pelindung rakyat dan negara dari ancaman militer tersebut, justru sangat jauh dari harapan yang sebenarnya. Semoga kedepannya, Pihak TNI lebih jeli dan mengevaluasi kembali ke semua alutsista yang ada pada satuan tempurnya. Kemudian, mengganti secara bertahap pada perangkat militernya yang telah berumur tua agar reskio insiden tersebut bisa diminimalisir sekecil mungkin.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…