Hubungan yang nggak direstui orangtua itu memang bikin sakit ya. Utamanya karena pada akhirnya nanti kita nggak bakal bisa menikahi pasangan karena terhalang restu. Duh, rasanya kayak percuma menghabiskan waktu sedemikian lama tapi nggak bisa menyandingnya di pelaminan. Biasanya kalau sudah begini, jalan terakhirnya adalah kawin lari walaupun risikonya besar.
Kawin lari mungkin bisa dibilang sebagai aib ya, tapi di Banyuwangi hal tersebut tidak dianggap memalukan. Ya, kawin lari bagi Suku Osing di sana merupakan hal yang dimaklumi bahkan jadi bagian adat. Istilah untuk kawin lari di sana adalah Kawin Colong. Keduanya sebenarnya agak berbeda, tapi intinya sama, yakni memaksa orangtua si mempelai wanita untuk memberikan restu.
Kawin Colong mungkin terkesan gampang ya, tapi dalam praktiknya tentu nggak semudah itu. Butuh banyak persiapan, terutama mental bagi pasangan yang melakukannya. Lebih dalam tentang ritual unik satu itu, berikut adalah beberapa hal tentang Kawin Colong yang mungkin belum kamu tahu.
Penyebab Terjadinya Kawin Colong
Ya, jelas tentu ada sebabnya kenapa seseorang melakukan Kawin Colong yang bisa dibilang menghebohkan itu. Alasannya sendiri biasanya ada dua, yakni karena restu yang nggak didapat serta si wanita yang ternyata sudah dijodohkan. Ketika posisinya sudah mati seperti ini, maka seseorang mungkin akan melakukan Kawin Colong.
Kawin Colong dilakukan ketika posisi si pria sudah benar-benar mentok alias buntu. Akhirnya ia nggak punya cara lain untuk memperjuangkan cintanya selain memakai metode ini. Kawin Colong sah-sah saja dilakukan memang, asal janur kuning masih belum melengkung alias si wanita sudah laku.
Kawin Colong Merupakan Hasil Kesepakatan Berdua
Dalam praktiknya, Kawin Colong nggak bisa hanya dari satu pihak saja. Harus berdasarkan kesepakatan dua orang, dalam hal ini ya si pasangan sendiri. Kalau Kawin Colong hanya diprakarsai satu orang, maka prosesinya dianggap nggak sah, dan keluarga si wanita boleh untuk menuntut si pria ke ranah hukum.
Kawin Colong benar-benar direncanakan dengan baik oleh si pasangan. Mulai dari tempat bertemu sampai cara untuk kabur. Semua dipikirkan dengan masak. Dan sebisa mungkin Kawin Colong ini nggak ketahuan oleh si keluarga wanita. Pasalnya kalau ketahuan akan jadi masalah lain yang panjang urusannya.
Peran Seorang Colok
Kawin Colong dalam praktiknya nggak hanya melibatkan si pasangan, tapi juga pihak ketiga yang bernama Colok. Colok ini adalah seorang penengah yang mana tugasnya mewakili si pihak pria untuk meminta izin kepada orangtua si wanita. Intinya, si Colok ini adalah penyampai pesan yang mengabarkan kepada orangtua si wanita kalau anaknya sedang dalam prosesi Kawin Colong.
Menjadi seorang Colok ini sama sekali nggak mudah. Ia haruslah tokoh yang dituakan atau disegani di masyarakat. Bisa seorang apatur setempat atau mungkin ulama sekitar. Selain itu, menjadi Colok harus siap kena damprat si orangtua wanita. Biasanya, orangtua akan sangat marah ketika tahu anak di-Colong. Nggak hanya itu saja, seorang Colok harus rajin-rajin berkunjung ke rumah si wanita untuk tujuan mendamaikan atau bahasa Jawanya ngedem-ngedem.
Melakukan Kawin Colong = 100 Persen Menikah
Meskipun Kawin Colong ini kesannya seperti memaksa, namun ia selalu sukses menyatukan dua orang yang melakukannya. Ya, bisa dibilang ketika seorang wanita dan pria melakukan Kawin Colong, maka seratus persen mereka akan menikah. Dan malah nggak pakai lama biasanya. Seminggu atau dua minggu setelah pelarian cinta ini para pelakunya akan dinikahkan.
Kawin Colong sendiri seolah memiliki semacam kekuatan unik di mana ia seolah nggak bisa ditolak. Bahkan bagi orangtua yang tetap nggak menikahkan anaknya padahal sudah di-Kawin Colok maka hal tersebut akan jadi aib memalukan baginya. Meskipun marah, emosi, dongkol, si orangtua pada akhirnya harus merelakan anaknya untuk dinikahi pilihan si buah hatinya.
Tradisi Unik yang Sudah Jarang Dilakukan
Menurut orang-orang Osing, dulu cukup sering Kawin Colong ini dilakukan. Tapi, sekarang ini tradisi unik itu sudah nggak banyak dijalankan. Alasannya ada banyak, salah satunya mungkin karena orangtua sekarang sudah nggak mengekang anak perempuannya seperti orang-orang dulu. Sehingga si pemuda nggak perlu sampai melakukan Kawin Colong yang mendebarkan itu.
Alasan lain kenapa tradisi unik ini sudah jarang dipakai adalah karena Banyuwangi nggak hanya diisi oleh orang-orang Osing sekarang ini. Ada banyak suku di sana. Dan lazimnya, Kawin Colong ini hanya akan terjadi antar sesama Osing. Pernah tuh ada cerita Kawin Colong yang membawa si prianya ke penjara. Alasannya nggak lain karena si wanita ternyata bukan Osing dan orangtuanya melaporkan itu ke polisi sebagai aksi kriminal penculikan.
BACA JUGA: Mengenal Suku Kreung dan Ritual ‘Mencoba Pria’ yang Bikin Geleng-Geleng
Di satu sisi Kawin Colong ini kesannya seperti pemaksaan ya, tapi kalau kita lihat dari sisi lain, tradisi ini adalah bukti sesungguhnya kekuatan cinta. Kalau nggak cinta-cinta banget, mana mau keduanya sepakat melakukan hal nekat ini. Ah, sepertinya bakal enak ya kalau tradisi ini diterapkan di seluruh Indonesia. Pasti nggak ada ada pasangan yang menderita.