Kecerdasan seringkali hanya dinilai dari angka dan materi/teori yang mereka pahami. Kita lupa kalau pendidikan dan sekolah sebenarnya bertujuan untuk memanusiakan manusia. Karena hal tersebutlah yang merupakan pembeda bagi kita, manusia, dengan ciptaan Tuhan lainnya.
Namun sayang, tujuan utama tersebut tidak sepenuhnya dicapai oleh para siswa-siswa Indonesia. Hal ini terbukti dari maraknya kasus bully dan tawuran terhadap teman sekelas atau sesama pelajar yang merupakan salah satu contoh buruknya moral dan akhlak. Padahal moral dan akhlak adalah salah satu poin penting dalam mendidik siswa yang tidak bisa dihiraukan begitu saja.
Salah satu penyebab dari kasus bully dan perselisihan tersebut adalah hal sepele yaitu masalah cinta atau tak sengaja terlontar kata yang menyinggung salah satu siswa dalam geng yang berbeda. Alhasil perilaku mereka tak jauh berbeda dengan preman yang bertindak seenaknya.
Dengan melihat fenomena yang hangat yang terjadi di Indonesia, seorang pelajar asal China yang masih berusia 18 tahun mengejutkan kita dengan persahabatannya. Di kala siswa siswi tanah air heboh dengan perkelahian dan tawuran, siswa ini malah membantu teman yang mengalami cacat fisik pada kakinya yang menyebabkan temannya tersebut tidak bisa berjalan menuju ke sekolah seorang diri. Sehingga setiap hari remaja putra yang bernama Xie Xu ini menggendong temannya, Zhang Chi, menuju sekolah.
Penyakit otot yang diderita oleh Zhang Chi menyebabkan tulangnya melemah dan menyusut seumur hidupnya. Dikarenakan kondisinya yang tidak bisa menopang tubuhnya untuk berdiri bahkan berjalan membuatnya sempat untuk putus sekolah.
Penyebab lain yang membuat Zhang mantap untuk mengakhiri belajar di sekolah yaitu bangunan tempatnya belajar tidak ada akses untuk penyandang disabilitas seperti dirinya. Tetapi keputusannya mulai luntur saat teman baiknya, Xie, bersedia dengan suka rela untuk menggendongnya dari rumah hingga ke bangku tempatnya ia belajar. Mimpinya untuk menggapai cita-citanya kini tidak hanya angan saja berkat temannya, Xie, yang mempunyai hati bagai sejernih air.
Kini, Zhang telah mengarungi berkilo-kilo meter dengan selama tiga tahun dengan berada di atas bahu Xie.Dengan bantuan sahabatnya tersebut, ia tak pernah sekalipun mereka melewatkan jam kelas. Remaja laki-laki ini tak hanya membantu siswa disabilitas yang saat ini berusia 19 tahun untuk menuju sekolah dan tempat lainnya, namun ia tak jarang juga membawakan bekal sahabat tersayangnya yaitu Zhang.
Kesadaran kedua siswa tersebut tak hanya pada kasih sayang antar sesama tetapi juga pada bidang akademi. Sehingga kedua siswa ini tak lupa untuk menggapai impian yang sudah dirajutnya sejak lama dengan rajin belajar dan hadir dikelas. Jerih payah mereka dalam belajarpun akhirnya terbukti dari peringkat yang mereka dapat sebagai siswa terbaik di kelasnya.
Meski kini ia masih memiliki sahabat yang selalu ada disisinya, namun Zhang harus menyiapkan diri untuk hidup mandiri jika sahabatnya, Xie Xu, tersebut masuk ke kampus yang berbeda dengannya di jenjang perkuliahan. Ia harus memantapkan diri dan tetap optimis untuk menggapai mimpi yang sudah ia idam-idamkan sejak lama.
Kisah nyata tentang persahabatan kedua siswa Cina tersebut menginspirasi dan memberikan energi positif kepada kita semua. Kita harus ingat bahwa kita hidup didunia tidak sendiri dan saling membutuhkan bantuan satu sama lain. Sehingga, selayaknyalah kita membantu orang lain yang membutuhkan karena pasti ada waktu dimana kita membutuhkan bantuan.
Di lain sisi, kebaikan hati Xie menunjukkan bahwa kecerdasan bukanlah segalanya tetapi moral dan sikaplah yang akan membuat para peserta didik menjadi orang sukses, karena definisi sukses sebenarnya adalah dikala ia berguna dan bermanfaat untuk sekitarnya.