Kasus orang hilang yang ujung-ujungnya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa secara mengenaskan, bukanlah hal baru yang terjadi di Indonesia. Tak hanya itu, ada juga korban hilang yang bahkan tak pernah ditemukan hingga sekarang.
Sebelum terjadi kasus pembunuhan kejam pada Engeline, gadis kecil yang ditemukan tewas di pekarangan rumah ibu angkatnya sendiri, ternyata ada beberapa kasus pembunuhan kejam yang sampai saat ini belum juga terpecahkan. Seperti beberapa misteri pembunuhan berikut ini.
1. Misteri Hilangnya Edy Tansil
Kabur ke luar negeri mungkin menjadi solusi para koruptor negeri ini untuk lari dari tanggung jawab. Hal serupa juga diyakini oleh sebagian orang yang berpendapat bahwa Edy Tansil pergi ke luar negeri setelah berhasil kabur dari penjara Cipinang 4 Mei 1996, lalu siapa sebenarnya Edy Tansil ini?
Ia adalah seorang tersangka kasus korupsi yang membuat negara rugi hingga 1.5 Triliun Rupiah. Edy Tansil dilaporkan kabur dari penjara, tapi sejak itu, tak ada yang tahu dimana keberadaannya. Ada yang berpendapat ia telah mati terbunuh, ada juga yang berpendapat ia kabur ke China dan mendirikan usaha beer disana.
2. Hilangnya 13 Aktivis Reformasi
Tahun 1998 yang lalu, Indonesia mengalami masa reformasi yang menandai berakhirnya rezim orde baru saat itu. Banyak sekali kasus-kasus orang hilang dan pembunuhan yang terjadi. Tapi di antaranya ada yang meninggalkan sebuah misteri hingga saat ini.
Ada 24 Aktivis yang dikenal memperjuangkan reformasi, dan dilaporkan telah diculik secara paksa oleh pihak militer. 4 di antara mereka berhasil selamat, tapi 13 orang lainnya keberadaan mereka tak pernah ditemukan. 13 orang itu adalah Yanni Afri, Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Ucok Munandar Siahaan, Petrus Bima Anugerah, Widji Tukul, Hendra Hambali, Yadin Muhidin dan Abdun Nasser.
3. Kasus Munir
Nama lengkapnya Munir Said Thalib, seorang aktivis HAM yang dikenal oleh rakyat Indonesia sebagai korban pembunuhan. Ia meninggal dunia di dalam pesawat yang saat itu terbang di atas langit Rumania. Tirmizi, seorang dokter yang memeriksa keadaan Munir sebelum meninggal, mendiagnosa bahwa Munir mengalami kekurangan cairan karena muntaber yang akhirnya membuatnya kehilangan nyawa.
Setelah diotopsi, pihak otoritas Belanda melaporkan bahwa ada racun arsenik dengan kadar 460 mg dalam lambungnya, sedangkan 3.1 mg/l dalam darahnya. Tapi pihak RS Dr. Sutomo menemukan keanehan pada racun tersebut. Seharusnya arsenik tersebut telah hancur tapi nyatanya tidak, racun tersebut seolah-olah baru ditambahkan setelah Jenazah munir tiba di Indonesia.
Tak ada yang tahu apa sebenarnya penyebab kematian seorang aktivis HAM yang akan melanjutkan study S2 di Universitas Utrecht, Belanda itu. Hingga kini Suciwati, istri Munir sendiri masih belum puas dengan keputusan pengadilan, ia berharap pemerintah tetap mengusut kasus ini hingga tuntas.
4. Kasus Marsinah
Hukum di Indonesia pernah dicap menorehkan sejarah kelam. Hal ini terjadi ketika para terdakwa hingga penegak hukum yang menangani kasus pembunuhan Marsinah tahun 1993 yang lalu, diduga direkayasa dalam mengungkap kasus pembunuhan tersebut.
Marsinah adalah seorang aktivis buruh yang bekerja pada PT. Catur Putra Surya (CPS) di Porong Sidoarjo, Jawa Timur. Ia ditemukan tewas karena mengalami penganiayaan pada tanggal 8 Mei 1993. Sebelum terbunuh, ia bersama rekan-rekannya melakukan aksi unjuk rasa menuntut kenaikan gaji setelah dikeluarkannya surat edaran Gubernur Jawa Timur No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan untuk menaikkan kesejahteraan karyawan dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok.
Tapi setelah itu nasib tragis menimpanya, pihak pengadilan memang sudah memberikan hukuman bagi tersangka yang terlibat kasus ini, tapi beberapa waktu kemudian Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Hal inilah yang membuat publik kecewa dan mengira penyelidikan kasus pembunuhan Marsinah hanya rekayasa belaka.
Itulah 4 kasus pembunuhan yang hingga kini masih belum terpecahkan apa penyebab sebenarnya. Meski hukum memiliki ketegasan yang jelas, namun selama ditunggangi oleh pihak-pihak berkepentingan pribadi, maka keadilan akan sulit ditegakkan. Semoga suatu saat nanti, payung hukum di Indonesia benar-benar bisa menjadi pijakan bagi masyarakatnya, bukannya gamang dan menjadi alat politik bagi golongan tertentu.