Setiap negara di dunia tak bisa lepas dari yang namanya praktik kartel. Termasuk di Indonesia sendiri. Menurut Syarkawi yang dikutip dari republika.co.id, kartel merupakan sekelompok orang (bisnis) tertentu yang melakukan persekongkolan dalam menetapkan harga sebuah komoditas. Keberadaan mereka hanya menghambat pertumbuhan perekonomian Indonesia sekaligus mematikan pelaku usaha kecil.
Dilansir dari tirto.id, sebanyak 20 perusahaan lolos dari tuduhan kartel oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di bidang usaha minyak goreng pada 25 November 2011. Tak hanya itu, kegiatan serupa juga terjadi pada lini bisnis yang termasuk kategori “lahan basah” di dalam negeri. Seperti apa bentuknya, simak ulasan berikut.
Minyak goreng pun tak lepas dari praktik kartel
Denda sebesar Rp299 miliar, dilayangkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) 20 produsen minyak goreng yang dinilai telah melakukan praktik kartel. Dilansir dari tirto.id, para pengusaha tersebut melakukan kartel harga sepanjang April-Desember 2008. Alhasil, hal ini dinyatakan melanggar hukum persaingan usaha dari kacamata KPPU. Masyarakat pun dirugikan sedikitnya Rp1,27 triliun untuk produk minyak goreng kemasan bermerek, dan Rp374,3 miliar untuk produk minyak goreng curah.
Biaya tambahan bahan bakar pesawat yang dibebankan pada penumpang
Tak hanya minyak goreng, bahan bakar pesawat yang notabene adalah jenis zat “sesama minyak” yang serupa juga tak lepas dari praktik kartel. Sumber dari tirto.id menyebutkan, KPPU berusaha menjerat sembilan maskapai penerbangan yang melakukan kartel fuel surcharge selama 2006-2009. Praktik ini adalah memberikan biaya tambahan bahan bakar yang dibebankan kepada penumpang. Dilansir dari finance.detik.com, kejadian ini menyebabkan konsumen merugi hingga Rp 13,8 triliun. KPPU pun menghukum sembilan maskapai dengan ganti rugi total sebesar Rp 586 miliar. Sayang, upaya hukum tersebut gagal dilaksanakan.
Impor sapi pun jadi “lahan basah’ para pelaku kartel
Entah karena praktik kartel yang kuat atau ada hal lainnya, kegiatan semacam ini masih terus berjalan di Indonesia. Salah satunya terjadi pada bisnis importir dan penggemukan sapi. Dilansir dari tirto.id, KPPU menghukum 32 perusahaan feedloter tersebut dengan denda terendah Rp194 juta dan tertinggi Rp21 miliar karena melakukan tindakan kartel. Meski tak disebutkan nilai kerugian yang ditimbulkan pada masyarakat, toh jelas bahwa tindakan tersebut bisa memunculkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Kartel di industri ban nasional
Industri pembuatan ban dalam negeri pun tak luput dari praktik kartel. Dilansir dari news.detik.com, KPPU pun menetapkan enam produsen (PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Gajah Tunggal Tbk, dan PT Industri Karet Deli) telah melakukan praktik kartel dan didenda sebesar Rp 25 miliar. Sumber dari republika.co.id menuliskan, perusahaan di atas melakukannya pada harga ban ring 13, 14, 15 dan 16 sejak tahun 2009 hingga 2012.
Tarif SMS pun tak luput dari tindakan kartel terselubung
Praktik kartel juga telah merambah bisnis layanan pesan singkat (SMS) di Indonesia. Dilansir dari bisnis.tempo.co, KPPU menyebutkan praktek kartel oleh enam operator selama periode 2004-1 April 2007 telah merugikan konsumen hingga Rp 2,827 triliun. Rinciannya adalah, Telkomsel mengakibatkan kerugian konsumen terbesar yang mencapai Rp 2,1 triliun. Disusul berturut-turut XL sebesar Rp 346 miliar, Telkom Rp 173,3 miliar, Bakrie Rp 62,9 miliar, Mobile-8 Rp 52,3 miliar, dan Smart Rp 0,1 miliar.
Baca Juga : Menjelajah Kolombia, Markas Kartel Narkoba Terbesar di Dunia
Tak dipungkiri, lahan bisnis yang dinilai memberi keuntungan besar memang rawan disalahgunakan oleh para kartel. Sudah barang pasti, tujuannya adalah monopoli pasar dan menangguk laba sebanyak mungkin. Meski terlarang, toh nyatanya praktik ini masih banyak ditemui di Indonesia. Miris ya Sahabat Boombastis.