Dalam sebuah lirik lagu disebutkan bahwa dengan kail dan jala saja masyarakat Indonesia bisa hidup. Analoginya, alam laut Indonesia itu sangat kaya dan menjanjikan, terlebih lagi setelah menteri kelautan Susi Pudjiastuti melakukan beberapa gebrakan yang semakin membuat nelayan sejahtera.
Tapi, di saat satu masalah sudah teratasi, masalah lain muncul. Kali ini bukanlah masalah menyangkut hasil laut lagi, melainkan pemukiman kumuh kampung para nelayan tersebut. Sudah menjadi rahasia umum jika tempat tinggal yang berada di pinggir-pinggir perairan akan selalu terlihat kotor dan tak terawat. Pada bahasan kali ini, mari kita lihat potret kesamaan kampung nelayan di beberapa kota di Indonesia.
Berapa banyak penyakit di pemukiman nelayan Tarakan ini jika melihat dari sampahnya?
Tetap semangat mandi, meski airnya bercampur limbah bahan bakar…
Selain Ikan, nelayan Muara Angke juga ‘berburu’ sampah…
Kapal yang bersandar sementara menunggu air kembali pasang…
Air yang mirip kopi susu itu bisa merendam rumah kalau sedang pasang…
Andai sampah ini adalah ikan, hidup di Krueng akan lebih makmur…
Menunggu antrian untuk dibenahi agar layak huni…
Potret pantai sampah di kampung nelayan Bandar Lampung…
Kampug nelayan Wakatobi yang baru saja dibedah, terimakasih menteri Susi!
Kampung di atas hanya sedikit dari representasi seluruh kampung nelayan Indonesia yang jumlahnya ada ribuan. Sebenarnya, bukan hal mustahil membuat kampung yang selama ini lekat dengan image kumuh bisa berubah menjadi bersih. Asal ada dukungan dari pihak berwajib serta edukasi kepada masyarakat, merekapun mau hidup di lingkungan yang punya pemandangan indah kok.