Bagi masyarakat Indonesia, pastinya semburan Lumpur Lapindo bukanlah sebuah fenomena yang baru untuk mereka. Tercatat hingga tahun ini kejadian yang menenggelamkan beberapa wilayah di Sidoarjo tersebut, sudah berlangsung selama 12 tahun. Waktu yang bisa dibilang lama untuk sebuah bencana alam.
Dari kurun waktu tersebut, banyak teori dikeluarkan para ahli terkait sebab musabab fenomena lumpur itu muncul, mulai dari salah pengeboran gas sampai akibat dari gempa bumi. Apapun itu, Lumpur Lapindo tetaplah layaknya benang kusut yang membutuhkan banyak tenaga dan waktu untuk meluruskannya. Seperti apakah sekarang fenomena alam tersebut?
Terus menyemburkan lumpur seperti tidak ingin berhenti
Seperti tidak pernah ada perubahan yang signifikan, Lumpur Lapindo tahun bisa dibilang tetaplah sama layaknya dahulu. Dimana tanggul-tanggul menjulang tinggi untuk menjaga lumpur tidak pergi kemana-kamana. Kali porong pun juga tetap menjadi tempat terbaik untuk mengalir benda keluar dari perut bumi tersebut dari sana. Selain hal tersebut sumber semburan juga terus saja muntahkan lumpur sembari dihiasi kepulan asap berwarna putih. Berkat kondisi ini pada bulan oktober 2018 lalu, tanggul sempat ambles lantaran volume air yang tinggi.
Beberapa warga korban belum menerima ganti rugi
Selain hal tersebut, dari penelusuran penulis juga terdapat beberapa warga yang hingga kini belum menerima ganti rugi. Menurut Forum Komunikasi Korban Lumpur Lapindo Sidoarjo (FKKLS) kini sekurangnya ada 103 orang warga dan 30-an pengusaha belum terbayar tuntas ganti ruginya. Ungkap Ketua Pansus Korban Lumpur DPRD Sidoarjo, hal ini bisa terjadi lantaran Minarak PT Lapindo sudah tidak mampu membayar. Meski dibantu pemerintah, namun penyalurannya mengalami kemacetan lantaran masalah pengkatagorian korban masuk peta atau di luar masih belum berjalan baik.
Penelitian terbaru lumpur mengandung kandungan berbahaya
Masih terkait Lumpur Lapindo, kisah lain yang juga harus dipandang serius terkait kejadian tersebut adalah adanya kabar jika tinggal di lingkungan dekatnya amatlah berbahaya. Dilansir Boombastis dari Voaindonesia.com, kini terdapat kandungan logam berat dan PAH (polycyclic Aromatic Hydrocarbon) hingga 2.000 kali di atas ambang batas normal. Rere Christanto dari Wahli Jawa Timur kandungan logam berat dan hidrokarbon yang sangat tinggi disana sangat berbahaya untuk orang tinggal disekitar tanggul. Selain itu ungkap Program Lingkungan PBB (UNEP), PAH adalah senyawa organik berbahaya yang bersifat karsinogen, yang dapat memicu kanker dan kini semua sumur di sekitaran TKP, semua tercemar akan hal tersebut.
DPR RI di tahun 2019 akan kucurkan dana besar untuk Lapindo
Selain kabar dari pemerintahan dan tempat kejadian, pemerintah lewat DPR RI kabarnya akan menggelontorkan dana besar untuk para korban Lumpur Lapindo. Usut punya usut, bantuan yang masuk dalam Rencana Anggaran Belanja Negara (RAPBN) 2019, sebesar 425 miliar akan dialokasikan kepada mereka yang terkena dalam kejadian tersebut. Sebuah hal yang agaknya menjadi angin segar untuk mereka yang terkana dampak dari Lumpur Lapindo. Kalau menurut dana sejumlah itu cukup atau kurang sobat?
BACA JUGA: Sering Menghisap Manusia di Film, Ini Fakta Sebenarnya dari Lumpur Hidup
Melihat penampakan lumpur terus muncul agaknya hanya sang waktu dan sang pencipta lah yang mengetahui kapan hal ini berakhir. Meski sulit, namun kita sebagai manusia harus percaya jika semua cobaan tidak akan memberikan batas kemampuan. Besar harapan tahun ini semua terkait hal tersebut mendapatkan titik temu dan hal terbaik.