Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan beredarnya sebuah video yang menampilkan seorang bocah nekat memanjat tiang bendera. Sosok yang bernama Yohanes Ande Kala rupanya berinisiatif untuk naik karena mendengar bahwa tali bendera terputus. Sontak, aksi siswa SMP tersebut banyak menuai pujian masyarakat Indonesia.
Bocah yang akrab disapa Joni itu, ternyata sempat berada di posko kesehatan karena sakit perut pada saat upacara bendera. Begitu mendengar ada tali pengerek bendera yang putus, ia pun langsung sigap menaiki tiang tanpa rasa takut. Dari sosok Joni, ada beberapa hal inspiratif yang bisa kita teladani. Terutama bagi para generasi muda bangsa ini.
Tetap semangat walau menderita sakit
Saat memanjat tiang bendera, Joni yang berasal dari Desa Silawan, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT, sebenarnya dalam kondisi tidak fit. Saat upacara berlangsung, dirinya tengah berada di posko kesehatan karena sakit perut. Namun, saat mendengar pengumuman dari Wakil Bupati bahwa tali pengerek bendera bermasalah, ia pun secara reflek langsung berlari menuju tiang dan memanjatnya. Dari sini, kita bisa meneladani sikap Joni yang tangkas dan sigap meski sedang sakit. Bukan untuk dirinya semata. Melainkan hanya agar upacara tetap berjalan dan merah putih tetap berkibar.
“Saya tidak takut. Saya ingin melihat bendera merah putih berkibar,” katanya yang dilansir dari viva.co.id.
Inisiatif yang patut diacungi jempol
Indonesia tentu membutuhkan para pemudanya agar mempunyai sikap inisiatif secara mandiri. Tak melulu menunggu untuk diperintah. Nah, inilah yang bisa kita contoh pada sosok Joni di atas. Dirinya secara refleks langsung menaiki tiang bendera setelah tahu bahwa proses pengibaran tersebut sedang bermasalah. Meski pada saat lapangan upacara dipenuhi oleh siswa dan guru, namun hanya Joni seorang yang terpanggil hatinya untuk mneyelesaikan masalah itu. Seandainya semua orang mempunyai inisatif seperti Joni, tentu tak akan banyak protes dan keluh kesah di dalam negara Indonesia ini.
Berani mengambil resiko
Tiang bendera yang dipanjat oleh Joni, mempunyai tinggi sekitar 23 meter seperti yang dilansir dari news.detik.com. Seolah tak takut dengan ketinggian dan resiko terjatuh, bocah kelas VII SMPN Sila itu akhirnya nekat memanjat tiang untuk membetulkan tali yang putus. Secara tak langsung, Joni memberikan contoh nyata sebuah tindakan risk-taker alias berani mengambil resiko tanpa peduli dengan bahaya yang ada. Sebuah teladan yang sangat dibutuhkan oleh generasi muda Indonesia.
Potret rasa nasionalisme yang sesungguhnya
Peristiwa heroik saat pejuang Indonesia merobek bendera Belanda di Surabaya pada 1945 lalu, seakan kembali hadir oleh kenekatan seorang Joni yang memanjat tiang bendera saat upacara kemerdekaan. Meski berbeda masa, namun tujuan keduanya serupa. Sama-sama menginginkan agar merah putih tetap berkibar di angkasa. Jika peristiwa di Surabaya menggambarkan aksi heroik kepahlawanan, tindakan Joni justru menunjukan warisan dari semangat para pahlawan yang disebut sebagai patriotisme. Sungguh sebuah teladan yang kini kian langka di Indonesia.
Kesederhanaan yang tak menghalangi keberanian
Joni datang dari keluarga eks warga Tim-tim (kini Timor Leste) yang memilih bergabung dengan Indonesia pasca jajak pendapat 1999 silam. Mata pencaharian sang Ayah adalah petani musiman. Joni sendiri kerap membantu bertani, menimba air, dan mengangkut kayu. Segala keterbatasan tersebut, nyatanya tak menghalangi niat Joni untuk berbuat lebih terhadap negaranya. Hal ini dibuktikan dengan aksinya memanjat tiang dan membetulkan talinya agar merah putih bisa berkibar dengan bebas.
Sikap Joni di atas, tentu bisa kita terapkan sebagai salah satu upaya untuk mengisi kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya berhura-hura belaka, tapi bagaimana mengimplementasikan semangat dan warisan para pejuang di masa lalu. Demi tegaknya sebuah negara yang disebut Indonesia. Merdeka!