Lucu

Mengenal Yarsagumba, Jamur Ulat di Himalaya yang Harganya Lebih Mahal daripada Emas

Sesuatu yang mahal memang biasanya letaknya terpencil dan susah didapat, namun bisa memberikan keuntungan yang tak terduga. Salah satu di antaranya adalah Jamur ulat di daerah Himalaya yang disebut sebagai yarsagumba.

Pegunungan Himalaya dengan puncak Everest ini ternyata bukan destinasi impian setiap pendaki saja. Ia juga merupakan ladang ‘emas’ bagi para penduduk yang tinggal di sekitarnya. Pasalnya jamur yarsagumba tersebut bisa dijual dengan sangat mahal saat mereka mengering.

Yarsagumba dari larva ulat [Sumber gambar]
Yarsagumba sendiri disebut sebagai Jamur ulat karena memang terbentuknya dari larva. Ketika musim dingin, ngengat yang hidup dalam tanah banyak terinfeksi spora jamur parasit Ophiocordyceps sinensis. Setelah terinfeksi, ngengat tersebut akan mati dan tubuhnya mengeras. Uniknya, dari kepala ulat akan tumbuh jamur pipih yang mencuat keluar dari tanah. Jamur ulat ini akan ditemukan ketika musim panas (Mei-Juni).

Namun, mendapatkan Yasagumba tidaklah semudah yang dibayangkan, letaknya yang 3000-5000 meter di atas permukaan laut. Namun, walaupun berada di ketinggian yang tak main-main, masyarakat rela mempertaruhkan nyawa demi memanen jamur ini. Mereka akan meninggalkan rumah dan bersiap mendaki saat musim panas telah menyapa.

Para pencari yarsagumba [Sumber gambar]
Jamur unik berwarna coklat ini sangat mahal harganya, melebihi emas. Berhasil mendapatkan satu kilo saja, kamu bisa mendapatkan uang US$100.000, jika dirupiahkan setara dengan 1,4 miliar. Ia juga dicari di pasar internasional Amerika, China, Jepang, Korea, Inggris, serta Thailand.

Harganya yang mahal juga sesuai dengan khasiat yarsagumba ini. Jamur ulat ini dianggap sebagai obat ajaib yang bisa menyembuhkan penyakit, mulai dari asma, kanker, hingga obat kuat untuk lelaki (viagra).

Sayangnya, karena terus dicabuti, yarsagumba ini juga semakin berkurang dari waktu ke waktu. Selain panen yang berlebihan, pemanasan global juga ikut berperan dalam menurunnya jumlah jamur ulat yang biasa dipanen.

Yrsagumba yang sudah dibersihkan [Sumber gambar]
Dikutip dari kompas.com, salah seorang warga mengatakan jika biasanya sehari mereka  bisa menemukan 100 yarsagumba, namun sekarang paling hanya 20 buah. Bahkan, ada kalanya tak ditemukan sama sekali. Padahal, jamur ini merupakan salah satu sumber yang sangat mendukung kondisi finansial masyarakat setempat.

Hingga sekarang, semakin ke sini yarsagumba semakin susah untuk didapatkan. Sebenarnya tak hanya jamur ulat ini saja Sahabat Boombastis, semua yang diekploitasi dan diambil secara besar-besaran bisa saja habis dan punah.

Share
Published by
Ayu

Recent Posts

Rosita Istiawan Pionir Hijau, Dedikasi Bangun Hutan 25 Tahun

Di tengah keputusasaan untuk menjaga kelestarian alam, Indonesia membutuhkan sosok yang berani melindungi sumber daya…

25 mins ago

Tesso Nilo: Rumah Para Gajah yang Kian Terancam Eksistensinya

Media sosial akhir-akhir ini sedang dihangatkan dengan topik seputar perusakan alam, di mana salah satunya…

2 weeks ago

Penemuan Rafflesia Hasseltii Berbuntut Panjang, Oxford Dianggap Pelit Apresiasi

Sedang viral di platform media sosial X mengenai kehebohan penemuan bunga Rafflesia Hasseltii. Yang menemukan…

2 weeks ago

4 Aksi Pejabat Tanggap Bencana Sumatera yang Jadi Sorotan Netizen

Sumatera berduka setelah banjir bandang disertai tanah longsor menyapu Pulau Sumatera bagian utara. Tak hanya…

3 weeks ago

Kebakaran Hebat Gedung Terra Drone, Korban Tembus 20 Orang

Duka terus menghampiri bangsa Indonesia di penghujung tahun 2025 ini. Belum kelar bencana banjir hebat…

3 weeks ago

Kisah Pilu Warga Terdampak Bencana Sumatera, Sewa Alat Berat Sendiri untuk Cari Jenazah Ibunya

Ribuan kabar duka dari Pulau Sumatera. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Erik Andesra, pria…

3 weeks ago