Indonesia masih bergulat dengan Covid-19 seperti sebagian besar negara lain di dunia. Beberapa negara besar yang sama pusingnya adalah Amerika Serikat, India dan Prancis. Bersama mereka, kita masuk dalam 20 besar negara dengan kasus aktif corona tertinggi.
Apalagi Indonesia memang tidak melakukan swab test masal di awal. Menyebabkan potensi bermunculannya kasus baru per hari yang malah semakin besar. Karena selain jumlah warga yang banyak dan wilayah yang luas, dinamika kehidupan negeri ini juga macam-macam. Mulai dari elite politik, masalah agama, hingga kondisi dan kesadaran masyarakat kita sendiri.
Jika bertanya-tanya kenapa setelah 7 bulan lebih Indonesia masih tidak bisa keluar dari pandemi, kira-kira ini alasannya.
Perbedaan keyakinan tentang adanya wabah
Ini adalah kondisi tersulit yang kita hadapi, di mana tidak semua orang percaya ada corona. Padahal, kita sendiri yang perlu melindungi diri dari bahaya ini. Tak semua mau menyadari bahwa virus Covid-19 memang mematikan, bahkan hal ini tidak jarang disuarakan oleh figur publik. Walhasil, penegakan protokol kesehatan bukan hal yang mudah, sekalipun ada operasi razia masker atau sanksi dari pihak berwenang.
Warga kita ini juga tidak bisa melihat kurva yang melandai sedikit saja, karena akhirnya mengira bahwa situasi sudah aman. Akhirnya sedikit mengendurkan protokol kesehatannya, dengan alasan sudah jenuh di rumah, butuh keluar rumah untuk mencari uang dan sebagainya. Masalahnya, hal-hal seperti ini membahayakan bukan hanya diri sendiri, namun juga orang di sekitar kita yang lebih lemah kondisinya. Bukankah menegakkan pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak tetap bisa dilakukan sambil beraktivitas di luar rumah?
Iklim politik dan agama
Sudah menghadapi wabah, negeri kita gaduh pula dengan konflik politik dan agama. Mulai dari Pilkada, pro kontra Undang-undang, hingga kerumunan menjemput ulama. Gentingnya situasi Covid-19 seolah tak bisa membendung konflik dari perbedaan keyakinan politik dan beragama. Akhirnya lahirlah demo, muncullah kerumunan yang tak bisa dikontrol jarak dan protkesnya. Kondisi ini menambah jenuh psikologis masyarakat kecil yang melihatnya.
Padahal Indonesia masih punya banyak permasalahan lagi memasuki akhir tahun, seperti banjir yang kerap menghantui warga di ibukota hingga pedalaman wilayah negeri kita. Atau memperhatikan dampak Corona membebani rakyat, seperti kehilangan pekerjaan, kesulitan sarana Pendidikan Jarak Jauh (PJJ), hingga kekerasan dalam keluarga karena terhimpit masalah finansial.
Kondisi ekonomi
Pemerintah punya cukup banyak PR dalam hal keuangan dan perekonomian. Di antaranya adalah bahwa kita menghadapi hutang yang luar biasa besar. Namun untuk hal ini, negara mengklaim semua masih dalam kendali. Tapi, hal kedua adalah perekonomian yang merosot drastis di kala pandemi. Di sisi lain, masih banyak warga kita yang tak merata kondisi perekonomiannya, bahkan sejak sebelum Corona tiba.
Kondisi ini membuat pemerintah harus menjaga keseimbangan antara mengucurkan bantuan, dengan berusaha menggerakkan perekonomian. Masalahnya, di tengah pandemi, orang tidak yakin untuk membelanjakan uangnya. Bahkan untuk melakukan PCR test mandiri saja mesti mikir dua kali, kalo belum benar-benar ada gejala.
Intinya, melihat realita bahwa Indonesia belum bebas dari pandemi meski kita sangat menginginkannya, bahkan vaksin tak serta merta bakal menyudahi kondisi ini. Di saat negara lain sudah mulai mempersiapkan diri dengan gelombang kedua, kita masih ruwet dengan first wave.
Kita masih sangat punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya, asal sama-sama menyadari ketiga persoalan inti di atas. Yang paling mudah adalah dengan tetap pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak di tengah kerumunan.