Selama ini kita mungkin mengenal Amerika Serikat dengan kemampuan hebat militernya. Bagaimana tidak, sampai saat ini negara tersebut masih berada dalam posisi atas dari negara-negara dengan kekuatan militer paling kuat di dunia. Tidak hanya masalah alutsistanya yang canggih, namun jumlah personel yang luar biasa jadi nilai plus tersendiri.
Namun siapa sangka ternyata dalam beberapa misi mereka menggunakan jasa tentara bayaran loh. Halliburton adalah yang paling banyak mereka pakai, bahkan jadi salah satu kunci kesuksesan militer negeri paman Sam itu. Lalu siapa sebenarnya si Halliburton itu? Ulasan berikut akan memberikanmu jawabannya.
Awalnya hanya jasa pengolahan minyak dan gas
Tak dapat dipungkiri kalau jasa tentara bayaran memang dibutuhkan oleh beberapa negara. Apalagi jika ada misi khusus atau negaranya dilanda perang, bahkan negara seperti Amerika pun juga menyewa jasa seperti ini. Halliburton sendiri menjadi salah satu yang paling laris serta dimanjakan oleh pemerintah Amerika. Bagaimana tidak, pasalnya ada kontrak mencapai puluhan triliun yang sempat tercatat antara Amerika dengan Halliburton.
Sejatinya, juga ada Private Military Company (PMC) yang tak kalah bagus, namun hanya Halliburton yang siap menyediakan banyak personel namun juga cakap. Uniknya, Haliiburton awalnya berdiri 1919 namun berfokus pada pengolahan minyak dan gas bumi. Namun baru setelah itu jadi sebuah perusahaan penghasil prajurit bayaran.
Dianggap oleh AS sebagai penampung para prajurit yang tak ada di kesatuan
Ada alasan lain lagi kenapa Halliburton jadi salah satu perusahaan yang diminati oleh pemerintah AS. Apalagi kalau bukan hubungannya dengan Amerika di masa lalu. Tepatnya pada saat pemerintahan Washington dulu sempat memangkas 1,5 juta personel tentaranya karena meredanya perang dingin.
Tak lama berselang, Halliburton didaulat sebagai wadah para mantan tentara. Pemerintah AS menginginkan agar perusahaan tersebut jadi sebuah legiun asing tempat baru para mantan prajurit. Meskipun awalnya banyak yang menganggap hal ini adalah hal buruk, lantaran seolah jadi wadah tentara lepas yang doyan perang, namun lambat laun nama Halliburton membaik karena mereka melakukan tugasnya dengan bagus.
Adanya konflik di Irak jadi pembuktian tentara bayaran ini
Halliburton ternyata sempat mengirimkan banyak pasukannya dalam konflik di Irak beberapa tahun yang lalu. Bukan hanya mengirim untuk berperang, di sana para tentara bayaran ini juga ditugaskan pekerjaan lain. Mulai dari menggali parit, membantu korban luka dan pekerjaan yang lainnya.
Umumnya para pekerja dan pegawai yang dikirim ke daerah itu berasal dari negara-negara miskin di Amerika sana. Sebelumnya, Halliburton juga sempat mengirimkannya ke Vietnam yang waktu itu sedang konflik. Mulai dari berperang, hingga membangun jalan pun mereka lakukan. Namun semua terbayarkan dengan gaji senilai 130 miliar.
Meski jadi yang paling diminati, namun personel banyak yang mati
Dengan mengirimkan banyak personel ke medan perang, otomatis memberikan keuntungan yang banyak untuk perusahaan ini. Bagaimana tidak, bayaran untuk tentaranya saja bisa jutaan hingga miliaran. Namun demikian bukan tanpa resiko karena yang didatangi adalah daerah yang dilanda konflik. Dilansir dari Intisari, banyak dari orang-orang yang dikirim akhirnya tidak kembali atau pulang dengan keadaan terluka hingga cacat.
Mau bagaimana lagi hal ini adalah resiko yang mesti diterima ketika bekerja di sana. Tak selamanya iming-iming gaji yang tinggi berbuah manis dengan apa yang didapat. Oleh sebab itu, berbagai kritikan pun diterima oleh banyak pihak pada perusahaan Halliburton.
BACA JUGA: 5 Fakta Gurkha, Pasukan Bayaran Paling Sangar yang Kiprahnya Mendunia
Halliburton mungkin memang jadi salah satu perusahaan penyedia pasukan bayaran yang disegani di AS sana. Namun siapa sangka ada resiko kerugian yang besar pula yang menanti meskipun bayaran yang ditawarkan juga tinggi. Memang seperti itulah adanya, makin tinggi gaji, resiko besar pun menanti, namanya juga pasukan perang.