Belakangan pemerintah mengeluarkan banyak sekali kebijakan yang dinilai ‘kurang pas’ oleh rakyat Indonesia. Seperti halnya saja yang paling hangat adalah RUU Ketahanan Keluarga serta kebijakan memberantas kemiskinan dengan menikahkan si kaya dan si miskin. Banyak netizen yang kemudian protes, kalau cinta enggak bisa dipaksa, toh?
Sebelum RUU Ketahanan Keluarga –yang isinya mengatur BDSM dkk—yang mendapat sorotan adalah grebek beberapa hotel si Surabaya saat Valentine. Poin-poin di atas dianggap sudah menjadi ranah privasi yang negara yang perlu ikut campur tangan. Toh, daripada masuk dalam urusan ranjang dan rumah tangga penduduk, lebih baik fokus ke beberapa masalah yang tak kunjung selesai ini loh.
Kasus dan isu HAM yang belum selesai
Coba deh kamu googling ‘kasus HAM Indonesia yang belum selesai’, ada banyak sekali rekomendasi yang muncul. Mulai dari kasus zaman dahulu kala hingga yang terbaru, mungkin ada belasan bahkan puluhan yang ‘macet’ dan menemukan jalan buntu. Kasus ini sebenarnya, selalu dimunculkan ke permukaan setiap tahun, diseret dalam demo, ditulis dalam bentuk narasi di berbagai portal berita, bahkan ada yang sampai dijadikan buku.
Tapi hasilnya? Tak ada yang benar-benar terungkap. Hilangnya 13 aktivis tahun 1998, Marsinah, Edy Tansil, bahkan yang terbaru adalah Novel Baswedan –yang sampai sekarang pun tidak tau siapa pelakunya. Sampai kapan masalah HAM terus menjadi masalah tanpa penyelesaian?
Pelemahan KPK yang membuatnya berada di ujung tanduk
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Agus Rahardjo mengatakan lembaga antisuap ini kini di ujung tanduk. Hal ini berawal dari 10 calon pimpinan KPK yang punya catatan merah, ditambah lagi hantaman revisi UU KPK yang tak menambah masalah makin rumit. Pelemahan KPK ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, sekitar satu dekade lalu. Sejak 2009, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sudah sembilan kali menggagas revisi UU KPK.
Di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), upaya merevisi UU KPK selalu datang dari DPR, namun kandas karena ditolak SBY. Upaya revisi UU KPK ini datang lagi pada masa pemerintahan Jokowi. Pemerintah beralasan bahwa revisi UU KPK dilakukan karena lembaga KPK bisa menghambat upaya investasi. Alasan tak terbantahkan dari pelemahan KPK ini adalah para pejabat yang takut dengan penyadapan KPK yang bisa mengungkap rekam jejak mereka dalam mengambil uang rakyat.
Kasus korupsi PT. Asuransi Jiwasraya
Satu lagi yang harus benar-benar menjadi PR pemerintah adalah kasus-kasus korupsi yang jumlah triliunan. Untuk saat ini, salah satu perusahaan asuransi besar, PT. Jiwasraya sedang dibelit masalah. Kejaksaan Agung telah menyita aset senilai Rp 11 triliun dari enam tersangka yang merupakan uang curian alias korupsi. Aset tersebut berupa mobil mewah, tanah, properti, reksadana, hingga tambang batu bara.
Uang belasan triliun tersebut masih belum pasti, karena di dalamnya juga ada saham yang diblokir (saham ini nilainya sangat fluktuatif). Munculnya kasus ini ke permukaan membuat masyarakat tau berapa lemahnya pengawasan di industri asuransi. Pihak Kejagung juga mengatakan bahwa dari kasus ini tak menutup peluang mereka menjerat korporasi. Usut sampai tuntas terus nih!
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Satu-satunya hal yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini adalah kesejahteraan. Tentu, tak bisa kita tampik bahwa pemerintah sering sekali menjanjikan ini itu, namun hasilnya nol besar. Rakyat dibohongi dan di-PHP oleh janji-janji palsu saat kampanye, setelah terpilih sudah bak kacang lupa kulitnya. Mengapa kesejahteraan ini adalah hal yang diidam-idamkan sejak dulu?
Karena kita tau, ada banyak sekali masyarakat yang belum sejahtera karena tak punya cukup air bersih, listrik masih belum ada, akses jalan dan pendidikan yang tak memadai, serta kemiskinan masih merajalela. Di samping itu, ada pula masalah lapangan kerja dan pengangguran. That’s big problem, masalah besar yang butuh solusi.
Meningkatkan minat baca
Poin terakhir ini sebenarnya juga sudah sejak lama sekali. Indonesia itu, seperti yang kita tau masuk dalam negara paling buruk dalam segi minat baca. Terbukti dengan kebiasaan judging berita dengan hanya melihat judul saja, tanpa tau isi di dalamnya. Selain itu, untuk beberapa daerah, minat baca ini kurang karena fasilitas yang ada juga tak mendukung.
Hal ini bukan menjadi urusan pribadi dan instansi saja, pemerintah juga sangat bisa ikut andil di dalamnya. Bisa dengan cara memperbaiki perpustakaan, membuat ruang baca publik di luar perpustakaan misalnya, menambah koleksi buku di perpustakaan biar enggak itu-itu saja, menciptakan suasana yang nyaman untuk membaca, dan lainnya. Sosialisasi juga harus gencar diadakan.
BACA JUGA: 7 Kasus Besar dan Terpahit di Indonesia yang Belum Juga Berhasil Diselesaikan
Kasus dan permasalahan di atas jauh lebih penting daripada mengurusi ranah privasi warga. Toh, urusan pribadi sudah layaknya diselesaikan sendiri, tanpa ikut campur tangan pemerintah. Ada banyak masalah besar yang perlu penanganan, tak terbatas dengan hanya grebek hotel dan BDSM saja.