Masih ingat dengan penjara Kalisolok Surabaya yang pernah Boombastis.com ulas? Yap, rumah tahanan yang pernah ditempati oleh para pejuang bangsa ini kini beralih fungsi menjadi kos-kosan murah meriah dengan kamar seadanya. Meskipun ada banyak pekerja yang tinggal di sana, namun, Gedung kalisolok tak tampak seperti ada kehidupan.
Selain kos kalisolok, ternyata ada bangunan serupa yang berada di kawanan Banyu Urip, Surabaya, juga mempunyai fungsi sama, sebagai rumah tinggal sekelompok orang, yakni Gedung Setan. Dari namanya saja mungkin Sahabat sedikit punya gambaran apa yang ada di dalamnya. Ya, kurang lebihnya akan Boombastis.com ulas dalam uraian berikut.
Sama persis seperti penjara Kalisolok yang tidak terawat dan kumuh jika dilihat dari luar, Gedung Setan pun memegang image yang sama. Tampak luar bangunan ini tak lebih dari tembok kusam, cat sudah terkelupas, serta lumut yang sudah menjalari seluruh dinding bangunan.
Walaupun terlihat lusuh dan tidak menunjukkan adanya tanda kehidupan, di dalam bangunan tua ini ada sekitar 200 jiwa yang tinggal berdesakan. Mereka adalah etnis Tionghoa yang menjadi korban pembantaian Rezim Orde Baru. Sebelumnya, Gedung Setan merupakan bangunan yang dibeli oleh Teng Khoen Gwan dari pemerintah Belanda pada tahun 1945.
Trauma masa lalu membuat orang-orang yang tinggal di dalam Gedung Setan mengisolasi diri dari masyarakat. Anak-anak mereka lebih memilih untuk belajar di rumah dibanding pergi ke sekolah seperti kebanyakan muda-mudi lain. Status sebagai Tionghoa membuat mereka dibedakan dan terasing di negeri sendiri.
Warga yang menghuni Gedung Setan adalah orang-orang yang beretnis Tionghoa dan berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional sekitar bangunan itu. Karena kondisi gedung yang tampak tidak terawat serta minim penerangan, serta kumuh, kerap datang cerita mencekam dari warga sekitar. Berbagai sumber menceritakan bahwa sering kali didapati hantu anak kecil muncul di Gedung Setan.
BACA JUGA: Alih Fungsi, Begini Rasanya Ngekos di Penjara Kalisolok yang Terkenal Seram Pada Masanya
Pada tahun 2012, bangunan ini ditetapkan sebagai cagar budaya. Meskipun begitu, bukan berarti para penghuninya diusir dan dipindahkan ke tempat lain, tidak. “Ini adalah warisan satu-satunya yang kita punya, dan sudah seharusnya juga kita jaga. Kita dilahirkan di gedung ini, mati pun juga di sini, di tanah ini.”, begini kalau kata Om Tik melansir dari Vice.com.
Fenomena viral Arra, bocah lima tahun yang dikenal karena kepandaiannya berbicara dengan gaya dewasa, kembali…
Nama Fedi Nuril akhir-akhir ini kembali dikenal publik. Bukan karena kembali membintangi film dengan tokoh…
Kamis (20/3/2025) pukul 03.00 WIB, saat asyik scrolling media sosial X sambil sahur, mata tertambat…
Dunia aviasi Indonesia bakal semakin berwarna dengan kehadiran burung-burung besi baru. Indonesia Airlines, sebuah perusahaan…
Lagi-lagi rakyat Indonesia dibikin geleng-geleng kepala oleh ulah aparat penegak hukum. Kali ini kasusnya sedang…
Baru-baru ini, dunia hiburan Korea Selatan diguncang oleh skandal yang melibatkan aktor papan atas, Kim…