Keberadaan gajah di era kekinian mungkin tak lebih dari pelengkap kebun binatang saja. Namun, jika kita berkaca lagi ke masa lalu, hewan darat terbesar ini dianggap sangat mulia. Tak hanya dipakai sebagai armada perang paling tangguh di masanya, gajah sendiri mengandung filosofi yang begitu dalam. Perawakannya yang besar jadi simbol kehebatan bagi yang memuliakannya. Tak pelak, banyak kerajaan di dunia menganggap gajah bukan lagi sekedar hewan biasa.
Selain India, Kesultanan Aceh juga diketahui sangat mengagungkan si mamalia besar. Di masa kesultanan yang pernah bikin Belanda frustasi ini, gajah begitu dihormati. Tak diburu seperti apa yang dilakukan para pemburu liar yang tak tahu sejarah itu, gajah diperlakukan sangat baik. Bahkan percaya atau tidak, kesultanan Aceh punya upacara sendiri untuk menghormati si hewan besar.
Berlalunya kerajaan Aceh sedikit banyak membuat gajah-gajah di ujung Sumatera frustasi. Perburuan tak beradab sangat gencar hingga akhirnya yang tersisa sedikit sekali. Agaknya kita harus malu dengan orang-orang dulu yang begitu menjaga hewan satu ini.
Di Aceh dulu, seorang sultan dikatakan hebat jika ia bisa menguasai beberapa hal. Salah satunya adalah bisa mengendalikan gajah. Sejarah mencatat jika hanya Sultan Iskandar Muda yang dikatakan paling hebat dalam hal ini. Beliau sudah terbiasa dengan gajah sejak kecil, sehingga begitu tumbuh dewasa, mengendalikan gajah seperti semudah menjentikkan jari saja.
Tentu tak hanya Iskandar Muda, rata-rata sultan Aceh pandai mengendalikan gajah. Mereka pun bisa seperti ini juga lantaran sudah mengenal gajah sejak giginya belum penuh alias masih sangat kecil. Dari kecil ditimbulkan kecintaan terhadap gajah, hingga ketika dewasa pelajaran tersebut begitu menancap di kepala dan akhirnya jadilah mereka para elephant-rider yang mumpuni.
Seperti India, Kesultanan Aceh juga memanfaatkan gajah sebagai salah satu armada tempur mereka. Sangat efektif tentu saja, lantaran gajah sama mengerikannya dengan tank hari ini. Gajah-gajah di masa itu dilatih sangat serius dengan beberapa menu latihan berat. Salah satunya adalah tahan dari tembakan. Telinga gajah yang besar membuat mereka sensitif dengan bunyi. Makanya, mereka dilatih agar bisa menahan letusan senapan yang pasti memekakkan telinga besarnya itu.
Di masa itu, setidaknya kesultanan Aceh memiliki ratusan gajah tempur terbaik. Mereka dipilih yang besar-besar serta punya karakter kuat dan bisa dilatih. Hal yang unik dari gajah tempur ini, mereka pun selalu dihias dengan indah yang bahan hiasannya terdiri dari emas dan permata. Sayangnya, India tak pernah melihat ini. Mereka mungkin akan minder lantaran gajah tempur berhias milik Aceh sama sekali tak kalah garang penampilannya.
Gajah bagi keluarga kerajaan tak hanya sekedar alat saja, melainkan semacam titipan tuhan yang benar-benar sangat dijaga dan juga dihormati. Tak hanya diberi makanan dan perawatan, sultan juga selalu menamai setiap gajah yang ada. Uniknya lagi, rakyat pun juga sangat menghormati para gajah, khususnya yang jadi tunggangan sultan.
Tak hanya dihormati oleh bangsa sendiri, gajah-gajah perkasa Aceh juga sangat dikagumi oleh orang luar. Sudah jadi kebiasaan sultan untuk memamerkan gajah-gajahnya ketika ada utusan dari kerajaan lain datang. Dan begitu melihat ini, sudah bisa ditebak ekspresi para orang asing itu yang kebanyakan pasti bengong dengan mata yang berbinar-binar. Gajah jadi semacam lambang kehormatan bagi kerajaan Aceh sendiri.
Tak hanya berjasa sebagai benteng tak terkalahkan bagi Aceh, gajah sendiri ternyata dipakai sebagai alat eksekusi bagi mereka yang melakukan kesalahan-kesalahan berat. Ya, begitu seseorang resmi divonis mati karena suatu kesalahan berat, maka ia akan digiring menuju lapangan yang di sana sudah menanti seekor gajah raksasa. Kemudian dengan satu komando, si gajah itu akan mengakhiri hidup si penjahat.
Tak butuh waktu lama tentu saja bagi seekor gajah menghabisi para terdakwa. Dalam hitungan menit, si orang jahat sudah pasti terkoyak dan hancur, entah diseruduk gading yang ngeri itu, atau diinjak-injak sampai hancur. Hukuman dengan gajah adalah yang paling berat ketika itu. Dan seseorang akan mendapatkan ini jika melakukan salah satu dari dua kesalahan, yakni berzinah atau membunuh.
Era gajah yang membanggakan pun akhirnya lenyap seiring dengan mulai hilangnya kesultanan Aceh. Kini, para gajah justru dianggap sebagai musuh besar orang-orang sana. Mereka dibunuh untuk alasan-alasan kecil, entah itu diburu gadingnya atau masuk ke perkampungan gara-gara tempat si gajah sudah makin sempit. Ironis, dulu gajah begitu dimuliakan, kini mereka tak lebih dari hama yang mengganggu saja.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…