Sudah tidak terasa lebaran meninggalkan kita cukup lama. Ingin sekali rasanya kembali ke masa di mana semua orang saling memaafkan dan senyum anak-anak yang merekah gara-gara kebanyakan uang. Hal yang paling diingat juga tentu saja adalah jajanan khas lebaran yang bikin kangen. Mulai dari ketupat, lontong, lemper dan sebagainya. Sebisa mungkin kita tetap mempertahankan penganan tradisional ini. Bukan hanya karena budaya tapi juga makna yang terkandung di dalamnya.
Baca Juga :Di China Telur di Rebus dengan Air Kencing Perjaka Jadi Makanan Favorit
Benar sekali, siapa yang menyangka jika deretan makanan khas di atas ternyata tak hanya menggoda lidah, tapi juga berisi filosofi yang sangat dalam. Tak percaya? Silahkan tanyakan ke orang-orang tua di sekitarmu sambil membaca ulasannya berikut.
1. Lontong “Olo e Dadi Kotong”
Siapa yang tak kenal dengan makanan satu ini? Ia bisa disajikan dengan berbagai cara. Mulai dikombinasikan dengan rujak, bakso, soto dan sebagainya. Teksturnya yang lembut membuatnya jadi bahan pengganti nasi yang tak kalah lezatnya. Kalau dilihat dari sejarahnya, lontong sudah dibuat oleh orang-orang tua kita sejak zaman dulu. Uniknya, tak hanya berkreasi saja dengan membungkus beras dengan daun pisang, mereka juga menyematkan satu filosofi yang dalam di makanan ini.
Lontong menurut orang Jawa punya filosofi “olo e dadi kotong” atau dalam bahasa Indonesianya, kejelekannya sudah tidak ada atau hilang. Filosofi ini erat kaitannya dengan bulan Ramadhan. Seperti yang kita tahu, selama di bulan suci itu umat islam akan dilebur dosa-dosanya setelah sebulan berpuasa. Hingga akhirnya kembali suci dan fitrah, sehingga dijuluki dengan “olo e dadi kotong”.
Meskipun tak harus dimakan setelah bulan puasa, lontong silahkan kamu nikmati kapan saja. Namun kali ini jangan lupa, jika lontong tersebut adalah representasi dari dosa yang telah dihilangkan. Jadi, mudah-mudahan bisa jadi pengingat yang baik agar kita selalu bertaubat agar terampuni semua dosa-dosa.