Tidak semua orang yang diberi mandat oleh rakyat untuk memimpin suatu negara berkeinginan kuat untuk memajukan dan memakmurkan bangsanya. Ada saja cacat dalam rezim mereka yang Ironisnya lebih parah ketimbang kesuksesan yang diraih. Entah kenapa orang-orang tersebut dulunya merupakan pahlawan negara yang umumnya punya jasa besar dalam peperangan. Kita dapat menemui orang-orang macam itu di banyak negara. Dan jika kita membahas negara Filipina, tak butuh lama bagi kita untuk menyebut Ferdinand Marcos sebagai orang yang memenuhi kriteria barusan.
Selain deretan kemajuan negeri yang terbilang berhasil ia upayakan, selama 21 tahun ia menjabat sebagai kepala negara Filipina, Ferdinand Marcos disinyalir melakukan korupsi gila-gilaan dengan nominal sekitar $10 miliar (sekitar Rp130 triliun). Dan apabila menghitung inflasi tahun 2014, jumlah itu setara dengan angka US$21 miliar atau dua kali lipat lebih banyak.
Tak hanya melakukan korupsi level dewa, Presiden Marcos juga diduga terlibat dalam banyak sekali kasus kemanusiaan, seperti pembunuhan dan hal-hal yang sejenis dengan itu.
Terlahir dari keluarga politikus dan pernah membunuh lawan politik ayahnya
Presiden kesepuluh Filipina yang punya nama lengkap Ferdinand Edralin Marcos ini lahir tanggal 11 September 1911. Ia lahir di kota madya Sarrat, provinsi Ilocos Norte, Filipina. Ia mengenyam pendidikan di sekolah di Manila. Kemudian ia melanjutkan pendidikan tingginya ke fakultas hukum di Universitas Filipina.
Pada tanggal 20 September 1935, seorang politikus bernama Julio Nalundasan ditemukan tewas tertembak di rumahnya. Keluarga Marcos diduga sebagai dalangnya. Sebelumnya Julio telah dua kali berhasil mengalahkan Marcos dalam perebutan kursi legislatif Filipina. Kemudian diketahui bahwa pelaku penembakan adalah Ferdinand Marcos. Namun, ia dinyatakan tak bersalah di tingkat Mahkamah Agung Filipina.
Ketika Perang Dunia ke dua pecah, Ferdinand ikut terjun ke medan juang untuk melawan penjajahan Jepang. Kemudian ia juga ikut tergabung dalam gerakan perlawanan terhadap Jepang dan mengaku sebagai salah satu pimpinan terbaik gerakan tersebut. Klaim yang hingga kini diragukan oleh banyak pihak.
Awal karier politiknya cemerlang
Saat Perang Dunia ke dua akan segera berakhir, ketika Filipina merdeka pada tanggal 4 Juli 1946, dibentuklah kongres Filipina. Puas bekerja sebagai seorang pengacara, Marcos pun mulai berkampanye politik sebagai wakil DPRD di daerahnya. Ia terpilih dua kali dan menjabat dari tahun 1949 hingga 1959. Pada tahun 1959, Ferdinand berhasil menduduki posisi senat. Posisi yang terus diembannya hingga ia mencalonkan dan terpilih sebagai presiden pada tahun 1965 melalui Partai Nasionalis.
Marcos dilantik sebagai presiden pada tanggal 30 Desember 1965. Beberapa pencapaiannya sebagai pemimpin Filipina, diantaranya adalah pemberantasan penyelundup ilegal dan keberhasilan melakukan swasembada beras.
Ia kemudian kembali terpilih sebagai presiden pada periode berikutnya. Hal itu menjadikannya presiden pertama Filipin yang terpilih selama dua periode berturut-turut. Namun, terpilihnya ia kali ini banyak diwarnai oleh kekerasan dan kecurangan. Bahkan, diyakini kalau sebagian uang kampanyenya diambil dari kas negara.
Pada tahun 1972, Ferdinand mendeklarasikan martial law atau darurat militer yang ternyata memuluskan jalannya sebagai penguasa otoriter. Sejak dari sini, dimulailah rezim otoriter yang menyengsarakan rakyat Filipina
Daftar kelalimannya lebih banyak ketimbang keberhasilannya membangun negeri
Selama 21 tahun ia berkuasa, ada banyak pencapaian yang telah ia raih. Ia sukses melakukan swasembada beras yang nilai ekspornya kala itu mencapai US$7 miliar. Pada tahun 1980, Produk Nasional Bruto Filipina melambung signifikan dari yang sebelumnya 39,5 miliar peso menjadi 86,7 miliar peso.
Ia juga berjasa dalam membangun banyak rumah sakit di negaranya. Beberapa di antaranya adalah Kidney Center, Philippine Children Center, Philippine Heart Center, dan Lung Center of the Philippine. Dan masih banyak jasa-jasa ia lainnya.
Sayang, prestasi buruknya juga tak kalah berlimpah. Ia diduga terlibat dalam 35 ribu kasus penyiksaan dan 3 ribu kasus lebih pembunuhan. Ingat petrus? Kurang lebih Ferdinand Marcos juga memberlakukan hal serupa di negaranya. Hal ini dilakukan untuk meredam, atau lebih tepatnya membungkam orang-orang yang ingin menggulingkannya dari kursi empuk presiden. Mereka yang hilang dinamakan “desaparecidos.”
Nilai mata uang peso Filipina juga anjlok dramatis, dari yang sebelumnya hanya 1 dolar Amerika per 1 peso Filipina menjadi 1 dolar Amerika per 25 peso Filipina. Hutang negara juga melambung dahsyat. Pada tahun 1970, hutang luar negeri Filipina “hanya” US$2,3 miliar, namun pada tahun 1985, ketika Ferdinand turun takhta, hutang Filipina naik menjadi US$26,2 miliar!
Keruntuhan rezim, kematian dan pemakamannya yang ditolak warga Filipina
Darurat militer yang diterapkan Ferdinand harus berakhir pada tahun 1986 ketika rakyat Filipina yang tergabung dalam sebuah revolusi bernama “People Power” mendesak Ferdinand untuk lengser dari jabatannya.
Seiring semakin memburuknya kesehatan Ferdinand dan melemahnya dukungan terhadap rezim otoriternya, pada tanggal 25 Februari 1986, ia bersama hampir seluruh keluarganya terpaksa harus minggat dari istana kepresidenan untuk kemudian diasingkan ke Hawaii.
Investigasi yang baru dilakukan setelah ia tak menjabat menemukan bahwa Marcos dan antek-anteknya telah mencuri harta yang ditaksir mencapai US$10 miliar dari kas negara.
Ferdinand Edralin Marcos kemudian mengembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 28 September 1989 akibat gagal ginjal, jantung dan penyakit paru-paru. Pemerintahan Aquino yang saat itu tengah berkuasa di Filipina menolak jasadnya dibawa pulang untuk dikubur ke Filipina. Baru empat tahun kemudian ketika presiden Fidel Ramos menjabat, jasadnya bisa dibawa pulang ke Filipina.
Sejak tahun 1993 hingga 2016, jasadnya dikubur dan diawetkan di ruang bawah tanah di kota asalnya Ilocos Norte. Dan bahkan pada Agustus 2016 lalu, ribuan orang turun ke jalan untuk memprotes rencana Presiden Duterte yang hendak mengubur jasad Ferdinand Marcos di taman makam pahlawan Filipina. Meski pada akhirnya jasad Ferdinand Marcos tetap dimakamkan di pemakaman tersebut.