Soal tambang emas, mungkin masyarakat Indonesia selama ini beranggapan bahwa Freeport di wilayah Papua adalah yang terbesar. Tak heran jika kawasan tersebut memang identik dengan emas yang jumlahnya diperkirakan sangat melimpah. Namun jangan salah, pulau Jawa juga memiliki tambang emasnya sendiri yang bernama Tumpang Pitu.
Terletak di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Tumpang Pitu juga menghasilkan jutaan ton emas dari tanahnya. Karena ditambang secara terus menerus, jelas kondisi di sana tak jauh beda dengan keadaan di Papua yang dikendalikan oleh Freeport. Sama-sama berlubang oleh deru mesin yang berjalan. Penasaran, simak ulasannya berikut ini.
Tambang emas yang hasilkan jutaan ton dalam produksinya
Sebagai operator Tambang Emas Tumpang Pitu Banyuwangi, PT Bumi Suksesindo menaikkan kapasitas produksinya sebanyak 2 kali lipat dari 4 juta ton menjadi 8 juta ton per tahun pada 2019. Dilansir dari Regional Kompas, target peremukan bijih, penumpukan, dan pengolahan emas naik sebanyak 6,2 juta ton dari rencana semula sebesar 4,8 juta ton.
Dikelola oleh perusahaaan lokal hingga asing
Dilansir dari Mongabay, sejarah pertambangan emas di Tumpang Pitu berkaitan dengan rencana tambang di Kabupaten Jember, di mana hal tersebut dilakukan oleh Hakman Group yang memiliki tiga anak perusahaan. Kemudian, pengelolaan sempat ditangani oleh Interpid IMN yang telah bekerjasama dengan Intrepid Mines Ltd asal Australia. Terakhir, pengelolaan Tambang Emas Tumpang Pitu dikelola oleh Bumi Suksesindo (BSI).
Gunakan teknik penambangan yang ramah lingkungan
Menurut hasil penelitian PPLH UB, Tumpang Pitu merupakan tambang emas ramah lingkungan karena menggunakan sistem Heap Leach (pelindihan) dalam proses kerjanya. Dilansir dari Finance Detik, metode ini dianggap yang paling aman karena tidak menghasilkan tailings seperti yang ada di Tambang Emas Grasberg, Papua.
Keberadaan tambang yang justru ditolak oleh masyarakat Banyuwangi
Di balik melimpahnya produksi Tambang Emas Tumpang Pitu, beberapa pihak justru menyuarakan keberatannya atas hal tersebut. Dilansir dari Mongabay, penolakan datang dari Komunitas Nelayan pancer yang khawatir jika Gunung Tumpang Pitu dikeruk, bakal berdampak pada pencaharian nelayan. Selain itu, beberapa penolakan juga datang dari masyarakat Banyuwangi sendiri.
30,1 hektare lahan tambang emas Tumpang Pitu Banyuwangi direhabilitasi
Untuk mengimbangi penambangan yang telah memakan wilayah seluas 900 hekater tersebut, sebanyak 30,1 hektare lahan di Tambang Emas Tumpang Pitu telah direhabilitasi. Untuk itu, BSI selaku pengelola tambang menggunakan konsep ‘green mining’ atau tambang hijau, di mana akan disediakan tempat persemaian (nursery) dari aneka jenis tanaman asli, untuk menghijaukan kawasan Tumpang Pitu.
BACA JUGA: Siapa Rio Tinto? Perusahaan Asing yang Kuasai Emas Papua Hingga Jatuh Melarat
Bisa dibilang, Tambang emas Tujuh Bukit atau lebih dikenal dengan sebutan Tumpang Pitu merupakan tambang emas terbesar kedua di Indonesia setelah Grasberg di Papua. Hal ini semakin jelas membuktikan, bahwa tanah Indonesia sangat kaya akan kandungan mineral alam yang berharga.