Bukan rahasia lagi mengenai kekuatan militer Korea Utara yang terkenal tangguh dan bikin banyak negara jadi ketar-ketir. Mulai dari angkatan bersenjata hingga bom nuklirnya, sering bikin dunia was-was. Apalagi melihat sang pemimpin agungnya yang berani dan tegas, jangankan tetangga sebelahnya, Korsel, sekelas Amerika pun kalau mencoba mengganggu kedaulatan bakal dilawan. Greget memang negara yang satu ini.
Namun di balik semua kehebatan itu, ternyata ada cerita pilu yang dihadapi oleh para tentara wanitanya. Mulai dari penyiksaan dan pemerkosaan sempat mereka alami selama mengikuti wajib militer. Bahkan saking tidak kuatnya, banyak yang melarikan diri. Benarkah sebegitu mirs keadaan di Korut itu? Dilansir dari BBC dan Liputan berikut ulasan lengkapnya.
Kehidupan di barak wanita tak ubahnya sebuah neraka dunia
Dada Lee So-yeon, sang mantan prajurit Korut yang kabur itu mengungkapkan betapa menyedihkannya barak wanita. Ternyata sebagai tempat khusus kaum hawa, ternyata keadaan di sana tak ubahnya seperti barak pria bahkan lebih jorok. Kebersihan sangat tidak dijaga, bahkan tak jarang kodok dan ular ditemukan tersangkut di pipa air saking kotornya.
Tidak hanya itu, di dalam kamar mandi pun berserakan sampah yang tidak karuan, airnya pun kadang sangat kotor karena tersumbat atau kemasukan sampah. Hal ini sangat miris, mengingat bagi wanita, mandi merupakan salah satu kebutuhan yang tidak bisa diabaikan. Apalagi diperparah dengan kelaparan yang melanda karena makanan pun dibatasi di sana. Sungguh neraka dunia.
Latihan militer yang keras membuat wanita jadi sulit mengalami haid
Meskipun jenis kelamin mereka adalah wanita, namun bukan berarti mendapatkan keringanan latihan dalam wajib militer. Ya. Ternyata mereka diperlakukan hampir sama dengan para prajurit pria, baik porsi latihan dan lain-lain. Alhasil banyak dari para prajurit wanita itu yang mengalami kesulitan haid.
Memang pihak militer di sana menyediakan peralatan buat para prajurit yang mengalami menstruasi, namun hanya sekedar kain berwarna putih ganti pembalut. Hingga akhirnya pemerintah Korut mendistribusikan pembalut buatan negeri bagi para tentara wanita di sana.
Meskipun statusnya tentara, mereka sangat rentan dengan pelecehan dan pemerkosaan
Menurut Lee So-yeon, masalah terbesar yang dihadapi oleh para tentara wanita itu adalah pelecehan yang bisa saja terjadi. Ya beberapa tentara yang lolos itu mengaku sempat dibawa ke tempat khusus kemudian mereka dilucuti pakaiannya. Dengan dalih pemeriksaan kesehatan, kadang ada saja pihak atasan atau tentara laki-laki yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Tidak hanya itu, Lee So-yeon juga mengungkapkan adanya pemerkosaan yang terjadi di beberapa barak. Hal ini pastinya sangat bertentangan dengan undang-undang di sana yang memasukkan kasus pelecehan seksual sebagai pidana berat. Namun kebanyakan tentara ternyata diam, ya sikap acuh tak acuh itu terjadi lantaran mereka masih terbawa sikap patriark di Korea utara.
Pilihannya hanya dua, tetap bertahan dengan siksaan atau membelot ke negara sebelah
Tentu, penderitaan bertubi-tubi yang dialami oleh para tentara wanita Korea Utara ini akhirnya mengatarkan mereka pada dua pilihan, tinggal dan bertahan atau ke “seberang”. Jika mereka memilih bertahan, paling tidak mereka harus menahan penderitaan itu selama 7 tahun, seperti yang sudah ditetapkan pemerintah Korut mengenai masa wamil bagi perempuan.
Sebaliknya, jika ingin membelot, maka mereka harus mencari cara agar bisa lari keterbatasan dan minta bantuan Korea Selatan. Namun tentu, nyawa mereka bisa jadi taruhannya, ibarat buah Simalakama kedua pilihan itu sama-sama sulitnya.
Ya, ternyata di balik segala kehebatan dan kegaharannya Korut, siapa sangka ada sisi lain yang jarang terekspos media. Salah satunya ya para tentara wanita ini yang harus berjuang mati-matian bila ingin lolos atau tetap bertahan.