Assaat, nama ini mungkin bagi sebagian besar orang begitu asing, atau bahkan baru kali ini mendengarnya. Padahal, sosok satu ini sungguh berjasa besar. Percaya atau tidak, beliau merupakan satu dari segelintir orang yang pernah menjabat sebagai presiden Indonesia. Tepatnya pada tahun 1949.
Memang durasi jabatannya tak sampai setahun yakni Desember 1949 sampai Agustus 1950. Namun, kiprah kepresidenannya cukup besar bagi Indonesia. Sayangnya, hampir jarang sekali orang-orang menyebut namanya bahkan di momen melecut nasionalisme seperti di tanggal 17 Agustus.
Bangsa yang besar adalah mereka yang selalu ingat jasa pahlawannya. Assaat juga merupakan tokoh besar yang berpengaruh bagi Indonesia. Maka wajib pula kita tahu seluk beluk tentangnya. Berikut adalah fakta-fakta sang presiden yang harus kamu tahu.
1. Assaat Punya Karir Pendidikan yang Sangar
Sebelum membuat banyak pencapaian membanggakan, Assaat mengawali langkahnya di dunia pendidikan. Tercatat, ia belajar di banyak tempat. Misalnya Perguruan Adabiah, MULO di padang, Stovia di Jakarta, AMS, sampai menempuh pendidikan tinggi di Rechtshoogeschool te Batavia dengan mengambil jurusan hukum.
Layaknya mahasiswa hukum kebanyakan, terutama juga karena situasi di Indonesia begitu miris, jiwa protes Assaat pun muncul. Kemudian ia mulai bergabung ke organisasi nasionalis seperti Partindo dan Perhimpunan Pemuda Indonesia. Karena sangat aktif dan tercium oleh Belanda, Assaat kemudian tak pernah diluluskan di kampusnya. Marah dengan hal tersebut ia pun pergi ke Belanda dan akhirnya memperoleh gelar Meester in de Rechten alias sarjana hukum.
2. Pernah Jadi Pesakitan Belanda Bersama Tokoh Nasional Lain
Ketika Belanda melakukan agresinya yang kedua di tahun 1948, banyak tokoh nasional yang ditangkapi karena dianggap berbahaya. Assaat yang ketika itu tengah getol-getolnya berjuang demi kedaulatan Indonesia yang sesungguhnya juga ikut diciduk. Dia kemudian diasingkan ke Bangka.
Tak sendiri, ketika itu Assaat juga ditemani oleh Bung Karno dan Bung Hatta yang juga jadi pesakitan karena sangat aktif menentang Belanda. Di pengasingan ini lah ketiga orang tersebut makin terikat hatinya. Berawal dari sini pula, Bung Karno nantinya akan mempercayakan sesuatu yang penting kepada Assaat.
3. Memangku Jabatan Presiden Republik Indonesia
Hasil dari Konferensi Meja Bundar mengatakan Belanda memberikan kedaulatan penuh kepada Republik Indonesia Serikat, bukan RI. Entah bagaimana sebab dan mekanismenya, tapi yang jelas jika RI tak ada yang memimpin, maka mungkin selamanya Indonesia akan berbentuk serikat. Maka dari itu, Assaat dipilih untuk memangku jabatan presiden RI untuk sementara waktu.
Selama kurang lebih 9 bulan Assaat menjadi presiden. Tentu saja bukan cuma untuk pelengkap, melainkan ia benar-benar menjalankan fungsi kepresidenan yang diembannya. Salah satu buktinya adalah penandatanganan statua UGM. Statua sendiri semacam hal-hal fundamental yang berisi prasyarat untuk penyelenggaraan pendidikan.
4. Pertentangan Dengan Bung Karno yang Berujung Pelik
Jabatan sementara Assaat sebagai presiden berakhir pada Agustus 1950. Setelah pernah jadi orang nomor satu, Assaat tergabung dalam parlemen alias sebagai anggota DPR, sampai pernah pula menjadi Menteri Dalam Negeri. Sayangnya, karir politik Assaat kemudian mulai terjerembab ketika ia menunjukkan sikap menentang Bung Karno.
Ketika itu Bung Karno menjalankan Demokrasi Terpimpin. Assaat menentang habis-habisan dengan anggapan Bung Karno yang seolah-olah mendukung komunisme. Sikap ini membuatnya menjadi orang yang dicurigai di pemerintahan. Lalu, Assaat pun diam-diam pergi ke Sumatera dan akhirnya tergabung bersama PRRI yang juga menentang pemerintahan Bung Karno.
5. Presiden yang Dijebloskan ke Penjara
Tergabung bersama PRRI dan bahkan menjadi salah satu tokoh utamanya, Assaat otomatis jadi orang yang paling dicari. Makanya, ketika di Sumatra, Assaat dan juga rekan-rekannya menyusup ke hutan-hutan untuk bersembunyi. Hingga akhirnya ia tertangkap pada tahun 1962.
Assaat, sang mantan presiden yang posisinya pernah begitu vital, pada akhirnya harus meringkuk di penjara dingin dan hina. Cukup lama tokoh satu ini mendekam di sel, dan baru keluar ketika masa sudah berganti ke Orde Baru. Selama di penjara Assaat melewatkan banyak sekali kejadian penting, salah satunya adalah peristiwa mengerikan G30S.
Juni 1976, Assaat menghembuskan nafas terakhirnya. Di kamar sederhananya di Warung Jati, Jakarta Selatan, sang mantan presiden bertemu dengan Tuhannya. Seakan tak lupa akan apa yang sudah dilakukannya di masa lalu, jenazah Assaat atau yang juga kerap disebut Datuk Mudo ini diperlakukan seperti pahlawan lengkap dengan penghormatan negara. Inilah saat terakhir Assaat diingat sebagai mantan presiden. Bertahun-tahun setelah kematiannya, orang-orang pun melupakan fakta penting tersebut begitu saja.