Peredaran obat terlarang yang tersebar di Indonesia, ternyata sangat diminati oleh dari kalangan konsumen tertentu untuk beragam tujuan. Tentunya, hal tersebut adalah kegiatan ilegal dan dilarang oleh negara. Tapi begitulah potret masyarakat Indonesia. Obat-obatan berbahaya sekalipun, bisa didapatkan dengan mudah.
Salah satunya dengan mengunjungi Pasar Pramuka. Tempat di mana semua merk obat, entah itu dilarang, berbahaya atau bahkan kadaluarsa, bisa dibeli dengan mudah. Lokasi ini merupakan surganya bahan medis tak dikenal sejak lama. Bahkan, istilah pedagang gaib pun telah menjadi stempel bagi mereka yang berbisinis di Pasar Pramuka. Konon, ada banyak hal terselubung yang membuat tempat ini laris manis dikunjungi pembeli.
Lokasi yang menjadi rumah bagi obat-obatan mematikan
Geger peristiwa vaksin palsu yang mencuat di tahun 2016 silam, turut menyeret nama Pasar Pramuka di dalamnya. Hal ini terkuak setelah salah satu oknum Dokter memberikan pengakuan yang mengejutkan.
“Pelaku mengaku mencari vaksin di Pasar Pramuka dan Pasar Jatinegara,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya di Mabes Polri yang dilansir dari x.detik.com.
Tak hanya obat palsu, bahan medis kadaluwarsa pun ditemukan di Pasar Pramuka. dilansir dari x.detik.com, salah seorang tersangka pengedar kedapatan membawa 1.963 strip obat yang telah habis masa pakainya. Di antaranya adalah Flavin (obat untuk alergi), Sohobal (obat pelancar darah), Scopamin Plus (obat sakit perut), Zincare (obat untuk diare), Lodia (obat untuk diare), Forbetes (obat untuk sakit gula atau obat diabetes).
Obat tanpa izin kesehatan bebas berkeliaran
Obat yang dianggap belum memenuhi syarat dan izin dari negara, juga kerap ditemui di Pasar Pramuka. Salah satunya adalah obat pemutih, yang tidak disertai izin dinas kesehatan, bisa dengan mudah didapatkan di pasar itu. Bahkan, alat perawan palsu juga banyak dijual di Pasar Pramuka.
Harga murah dan terjangkau jadi primadona
Harga yang murah dari pasaran biasa, membuat Pasar Pramuka menjadi tujuan favorit untuk belanja keperluan medis. Dilansir dari x.detik.com, penjualan satu merek alat pengukur tensi darah bermerek GEA. Dari distributor harganya Rp 65 ribu. Sedangkan harga jual ke konsumen biasanya dipatok Rp 80 ribu. Namun, jika toko sebelah menjualnya dengan harga Rp 75 ribu, harga di tokonya akan disamakan atau bahkan diturunkan lagi hingga jadi Rp 73 ribu.
Oknum “penjual gaib” yang meresahkan pedagang
Saking gampangnya mencari obat di Pasar Pramuka, kesempatan itu banyak disalahgunakan oleh oknum nakal untuk berbuat curang. Mereka inilah yang disebut sebagai penjual gaib yang kerap bertransaksi sekehendak hatinya. Menurut Yoyon, Sekjen Perhimpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka, yang bikin pasaran hancur adalah penjual yang tidak punya toko. Mereka disebut sebagai freelance.
“Keberadaan mereka, ya, kayak gaib. Tiba-tiba ada, tiba-tiba hilang. Mereka tidak memiliki kejelasan tokonya di mana dan tidak punya keahlian juga,” ujar Yoyon yang dilansir dari x.detik.com.
Oknum beraksi, pedagang obat merugi
Buntut dengan adanya pemberitaan negatif tentang Pasa Pramuka, omset pedagang di dalamnya langsung melorot drastis. Dalam kasus obat PCC misalnya, omzet pedagang melorot hingga 60 persen. Sedangkan saat ribut-ribut vaksin palsu, pedagang mengalami penurunan omzet sekitar 40 persen.
“Mungkin masalahnya bukan di pemilik (toko). Masalahnya di luar-luar sana tapi dibawa-bawa ke Pramuka. Mungkin awalnya dari isu vaksin palsu itu, ya. Terus sekarang soal PCC,” jelas salah satu pedagang bernama Rita yang dilansir dari x.detik.com.
Obat-obatan yang notabene sangat diperlukan bagi kesehatan, tentu harus sesuai dengan resep dokter yang jelas. Barangnya pun legal dan layak konsumsi. Tapi yang paling penting adalah, menjaga kesehatan lebih baik daripada mengobati. Gimana menurutmu Sahabat Boombastis?