Sudah menjadi semacam hukum tak tertulis di Indonesia jika makin tinggi level pendidikan maka makin enak nasibnya. Gampang cari kerja, gaji juga tinggi, serta berbagai imajinasi menggiurkan lainnya. Makanya, kampus sampai kapan pun takkan pernah sepi karena tujuan semua mahasiswa rata-rata memang hal-hal seperti ini. Belum lagi kebanggaan menyandang gelar di belakang nama yang akan sangat mempercantik surat lamaran kerja atau undangan nikah.
Meskipun demikian mulia tujuannya, namun pada praktiknya, pendidikan tinggi di negeri ini tak selalu mulus seperti yang terlihat dari brosur-brosurnya. Ada begitu banyak skandal yang mencoreng integritas perguruan tinggi. Bahkan kampus sekarang dianggap sebagai wadah yang pas untuk melakukan berbagai macam aksi tidak terpuji.
Nah, kali ini kami akan mencoba menguak hal-hal buruk apa saja yang pernah terjadi di ranah pendidikan tinggi di Indonesia. Ini sudah menjadi rahasia umum, dan pasti banyak orang pernah jadi korban atau saksi dari hal-hal seperti ini.
1. Praktik Jual Beli Ijazah Masih Sering Ditemukan
Punya pendidikan tinggi adalah dambaan banyak orang. Sayangnya, tidak semuanya dimampukan untuk meraihnya. Entah karena waktu, biaya atau bahkan tingkat inteligensi. Namun, di Indonesia, seseorang bisa mendapatkan gelar dan berdandan cantik untuk wisuda meskipun tidak menjalani satu SKS pun. Ya, mereka cukup membelinya saja.
Praktik jual beli ijazah ini sepertinya masih ada meskipun terselubung. Bahkan ada yang pernah ketahuan dan bikin heboh publik. Seperti kasus wisuda abal-abal oleh salah satu kampus tempo hari. Menurut Menristek Dikti, Mohamad Nasir, setidaknya ada belasan kampus yang diduga kuat melakukan praktik jual beli ijazah ini. Nasir sendiri mengancam akan menutup kampus tersebut bila ketahuan melakukan aksi tipu-tipu ini.
2. Kampus Masih Jadi Sarana Empuk untuk Korupsi
Kampus yang sejatinya adalah institusi pemberi pengajaran dan pendidikan, ternyata juga tak luput dari yang namanya korupsi. Kampus memang disinyalir sebagai tempat yang sangat enak bagi oknumnya untuk melakukan hal tersebut. Ranah korupsinya sendiri bahkan lebih luas dengan nilai korup yang besar.
Salah satu contohnya lewat pengadaan-pengadaan. Setahun yang lalu, KPK menangkap salah satu oknum yang berasal dari kampus ternama ibukota lantaran diduga melakukan korupsi pengadaan alat IT sebesar Rp 21 miliar. Tak cuma itu, kasus dugaan korupsi juga dilakukan oleh salah satu oknum di sebuah universitas di Bali. Bahkan ini kasusnya lebih besar berupa korupsi tanah kampus yang ditaksir nilainya miliaran. Yakin sekali kalau tidak hanya dua kasus ini yang terjadi di ranah pendidikan tinggi kita.
3. Biaya Kuliah Makin Tidak Realistis
Semua orang ingin mendapatkan pendidikan tinggi, namun terbentur dengan biaya yang makin tidak realistis dan sulit dijangkau. Peningkatan biaya yang signifikan ini memang diakui benar terjadi. Setiap tahunnya, kampus selalu menaikkan biaya-biaya kuliah. Dana pengembangan fakultas (SPF atau uang pangkal) misalnya, tiap tahun pasti mengalami kenaikan. Bahkan untuk jurusan kedokteran bisa menyentuh angka puluhan juta.
Belum lagi biaya SPP, praktikum dan sebagainya. Praktis kuliah makin jadi mimpi yang tak terkejar. Pihak kampus sendiri pasti berdalih jika sekarang PTN tidak mendapatkan subsidi dan harus mengatur operasionalnya sendiri. Meskipun kuliah sangat mahal, tidak ada jaminan langsung kerja di tempat yang bagus bergaji besar.
4. Uang Selalu Mengalahkan Keberuntungan
Cukup beruntung dengan lolos seleksi masuk perguruan tinggi, takkan membuat seseorang serta merta duduk di bangku kuliah. Ya, masih ada persyaratan yang harus dipenuhi untuk itu. Apalagi kalau bukan administrasi berupa uang dan biaya-biaya. Ketika ia tak sanggup membayar sejumlah uang dengan tenggat waktu tertentu, maka terhapus sudah impiannya untuk duduk di bangku kuliah. Meskipun punya kemampuan secara akademis.
Malang bagi yang beruntung, mujur bagi yang punya duit. Ya, dengan duit seseorang bisa menggantikan mereka yang lolos seleksi dan tak mampu bayar itu. Praktik ini masih sering dijumpai dan memang bikin sakit hati. Alhasil, jika institusi hanya memprioritaskan mereka yang punya duit, maka dampaknya standar lulusan mereka akan low quality. Karena mahasiswanya cuma punya uang saja, tidak untuk intelektualitas.
5. Ayam Kampus? Hmm…
Setiap orang punya cara sendiri untuk memanfaatkan statusnya sebagai mahasiswa. Sebagian pilih jadi kutu buku dengan mendekam di perpus, sebagian lagi jadi aktivis dengan ikut berbagai macam organisasi, dan tak sedikit pula yang memanfaatkan kemahasiswaannya untuk mencari uang dengan cara yang tidak halal. Ya, tanpa dijelaskan secara gamblang mungkin sudah sangat jelas ini ranahnya akan ke mana.
Fenomena ayam kampus masih jadi pembicaraan yang hangat di kalangan publik. Hal ini tentu sangat janggal mengingat kampus dipandang sebagai lembaga pendidikan tinggi yang tujuannya sangat mulia. Ah, artis saja bisa kok kenapa mahasiswi tidak, begitu pemikiran banyak orang tentang fenomena satu ini.
Beginilah potret pendidikan tinggi di negeri ini. Penuh dengan hal-hal buruk yang bikin kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini sirna. Tapi, tidak semua kampus seperti ini tentu saja. Makanya sebelum memilih ke kampus mana akan berlabuh, ada baiknya selidiki dulu seluk beluknya. Terutama yang berkaitan dengan desas desus negatif tentang mereka. Kampus yang baik tentu akan menghasilkan lulusan yang baik pula. Benar begitu, bukan?