Polemik soal Omnibus Law ternyata tak hanya terjadi di lapangan dengan adanya demonstrasi di berbagai daerah. Di dunia maya, beredar disinformasi soal aturan UU Cipta Kerja yang keliru dan tidak sesuai dengan keputusan rapat paripurna yang dibahas oleh DPR pada Senin 5 Oktober 2020.
Salah satu narasi yang beredar adalah uang pesangon yang dihilangkan, persoalan tentang upah minimum yang dihapus, hingga pembahasan soal hak -hak cuti buruh. Informasi keliru atau hoax tersebut sempat beredar luas di dunia maya. Berikut, 12 Poin Fakta Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dikutip dari Okezone (06/10/2020).
Uang pesangon dalam UU Cipta Kerja tidak dihilangkan dan masih tetap ada. Hal tersebut diatur dalam BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 tentang perubahan terhadap Pasal 156 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003: Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.
Tidak ada perubahan sistem pengupahan buruh yang sebelumnya banyak beredar yakni dihitung per jam. Faktanya, upah dihitung berdasarkan waktu atau hasil. Hal ini terdapat dalam BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 88B UU 13 Tahun 2003: Upah ditetapkan berdasarkan: a. satuan waktu; dan/atau b. satuan hasil.
Mengacu pada BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 88C UU 13 Tahun 2003: (Ayat 1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. (Ayat 2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi, upah minimum regional (UMR) tetap ada.
Bagi buruh yang berhak mendapatkan, hak cuti yang meliputi cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, hingga cuti melahirkan, tetap diberikan sesuai kebutuhan yang ada. Aturannya terdapat pada BAB IV: KETENAGAKERJAAN – – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 79 UU 13 Tahun 2003: (Ayat 1) Pengusaha wajib memberi: a. waktu istirahat; dan b. cuti.
Faktanya, status karyawan tetap masih ada dan telah diatur dalam BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 56 Ayat 1 UU 13 Tahun 2003: Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Status karyawan tetap masih ada dan tidak dihapus seperti informasi keliru yang banyak beredar di dunia maya. Hal ini mengacu pada BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 56 UU 13 Tahun 2003: (1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Status outsourcing ke perusahaan alih daya tetap dimungkinkan. Di mana pekerja juga menjadi karyawan dari perusahaan alih daya tersebut. Persoalan ini telah diatur dalam BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 66 Ayat1 UU 13 Tahun 2003: Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Tenaga asing tidak bebas masuk ke Indonesia karena harus memenuhi berbagai syarat dan standar kualifikasi yang ditetapkan. Aturannya terdapat pada BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 42 Ayat 1UU 13 Tahun 2003: Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari Pemerintah Pusat.
Buruh juga tidak dilarang untuk melakukan protes dan maupun diancam dengan PHK jika melakukan hal tersebut. Hal ini sekaligus mematahkan disinformasi atau hoax yang beredar di media sosial dan dunia maya, yang sebelumnya dinarasikan buruh dilarang protes dengan ancaman PHK.
Sebelumnya, beredar informasi keliru yang menyebutkan bahwa libur Hari Raya hanya pada tanggal merah dan tidak ada penambahan cuti. Hal tersebut tidak sesuai dengan realitas karena faktanya penambahan libur di luar tanggal merah tidak diatur undang-undang, tapi kebijakan pemerintah yang telah berjalan sejak dahulu.
Mengacu pada BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 90 Tentang perubahan terhadap Pasal 151 UU 13 Tahun 2003: (Ayat 1) Pemutusan hubungan kerja dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh, perusahaan tidak bisa mem-PHK karyawan secara sepihak.
Jaminan sosial tetap ada dan diberikan pada buruh sesuai ketentuan yang diatur dalam BAB IV: KETENAGAKERJAAN – Pasal 89 Tentang perubahan terhadap Pasal 18 UU 40 Tahun 2004: jenis program jaminan sosial, yang meliputi a. jaminan kesehatan, b. jaminan kecelakaan kerja, c. jaminan hari tua, d. jaminan pensiun, e. jaminan kematian, f. jaminan kehilangan pekerjaan.
BACA JUGA: Demo Buruh Serempak Di 12 Kota Besar
12 poin di atas juga ada di akun Instagram resmi milik DPR RI. Dalam keterangan yang diunggah (07/10/2020), postingan dalam bentuk grafis tersebut ditujukan untuk meluruskan 12 xoax soal RUU Cipta Kerja yang kini banyak beredar di media sosial. Aturan tersebut juga telah disahkan menjadi UU.
Sebelumnya Boombastis menayangkan artikel berjudul “5 Dampak Buruk Omnibus Law yang Membuat Para Buruh Murka, Salah Satunya Potensi PHK Massal”, yang merujuk dari Kompas (Oktober 2020) dan HukumOnline (Januari 2020). Namun karena ketidaksesuaian dengan update terbaru, maka artikel tersebut diturunkan untuk mencegah hoax.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…