Merancang sebuah mobil listrik hingga menjadi wujud nyata menjadi kebanggaan tersendiri bagi pembuatnya. Hal inilah yang akhirnya mengantarkan nama Dasep Ahmadi dikenal publik. Sumber dari nasional.kompas.com menuliskan, dirinya merupakan seorang wirausahawan yang berusaha untuk membuat mobil listrik yang diproduksi di dalam negeri.
Sayang, kiprahnya di dunia teknologi otomotif itu tak selamanya berjalan mulus. Meski sempat berhasil memproduksi Electric Vehicle Indonesia (Evina), kendaraan ramah lingkungan tersebut dikabarkan memiliki banyak masalah. Dasep sendiri malah dituntut hukuman penjara selama 12 oleh pemerintah. Seperti apa kisah perjalanannya di dunia mobil listrik Indonesia.
Berupaya menghidupkan gairah otomotif nasional dengan merancang mobil listrik
Sedari awal, Dasep yang merupakan seorang wirausahawan, berniat ingin menghidupkan dunia otomotif Indonesia lewat teknologi mobil listrik. Dilansir dari nasional.kompas.com, ia sukses menciptakan Electric Vehicle Indonesia (Evina) lewat PT SAP yang dipimpinnya. Mobil listrik tersebut memiliki daya jelajah mencapai 130 km dengan waktu pengisian ulang selama 4-5 jam. Tenaganya sendiri berasal dari baterai lithium-ion yang diimpor langsung dari Amerika Serikat. Evina sendiri mampu memuat lima orang dan dibekali motor listrik berkekuatan 20 kWh.
Mobil listrik buatannya diminati oleh Norwegia
Sebelum dinamakan Evina, mobil listrik rancangan Dasep itu disebut sebagai Ahmadi. Produk tersebut juga sukses memancing perhatian Norwegia. Dilansir dari merdeka.com, perwakilan kedutaan dari negera Eropa Utara tertarik memesan Evina untuk kendaraan operasional di negaranya. Nantinya, mobil ciptaannya itu akan berganti nama jika telah sampai di Norwegia. Evina bakal dipilih sebagai merk dagang dari mobil listrik Ahmadi yang telah sukses dibuat tersebut.
Mendapatkan pesanan dari Kementrian BUMN dan mulai tersandung kasus
Angin segar dari Ahmadi atau Evina yang bakal dibeli oleh Norwegia, rupanya ikut menarik perhatian pemerintah. Sumber dari nasional.kompas.com menuliskan, Kementerian BUMN meminta kepada perusahaan BUMN untuk menjadi sponsor pengadaan 16 mobil listrik pada April 2013. Sedianya, kendaraan tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional Konferensi Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) di Bali pada Oktober 2013. Di sinilah awal petaka itu terjadi.
Produknya dianggap tidak layak dan dituntut hukuman penjara
Setidaknya, ada tiga BUMN yang kemudian berpartisipasi untuk pengadaan mobil listrik tersebut. Dilansir dari nasional.kompas.com, mereka adaah PT BRI (Persero) Tbk, PT PGN, dan PT Pertamina (Persero) yang mengucurkan dana kurang lebih Rp 32 miliar. Sayang, PT Sarimas Ahmadi Pratama selaku produsen dianggap tak memenuhi kriteria yang diminta. Alhasil, Dasep pun diseret ke meja hijau karena produknya dianggap tidak bisa digunakan dan belum layak jalan. Sebagai pembuat mobil listrik, ia pun tidak terima jika disebut telah melakukan kejahatan.
Pabrik Dasep Ahmadi sepi order dan Evina tidak terdengan lagi kabarnya
Dilansir dari tempo.co, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan pada Dasep atas kasus mobil listriknya. Tak hanya itu, ia juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 17,18 miliar atau diganti hukuman penjara 2 tahun. Putusan ini juga berimbas pada kegiatan operasional di perusahaan miliknya, PT Sarimas Ahmadi Pratama yang terus menurun. Mirisnya lagi, proyek mobil listrik yang menjadi kebanggaannya juga harus dihentikan karena kasus tersebut.
Baca Juga : V8-VADI, Mobil Listrik Rancangan Adik Vidi Aldiano yang Diminati Militer dan Polri
Sayang, kemampuan dan keahlian Dasep di bidang mobil listrik tampaknya tak mendapat tempat di Indonesia. Alih-alih digunakan, produk ciptaannya justru membuat Dasep malah tersandung kasus hukum. Sosoknya un seolah tak lagi terdengar kabarnya hingga saat ini. Kasihan ya Sahabat Boombastis.