Letusan Gunung Krakatau dikenal sebagai salah satu bencana alam terbesar di dunia. Tidak banyak gunung berapi yang bisa membuat sebagian belahan dunia tertutup abu dan tidak bisa melihat matahari selama berhari-hari. Bukan hanya itu, peristiwa itu juga membunuh puluhan ribu orang. Jumlah yang sangat banyak mengingat saat itu populasi manusia masih sangat sedikit.
280 tahun sebelumnya, tepatnya pada tanggal 19 Februari 1600, kejadian serupa terjadi di benua Amerika Selatan, tepatnya di negara Peru. Gunung berapi Huaynaputina yang biasanya selalu tenang, tiba-tiba meletus dan menyebabkan sebagian Bumi tertutup abu tebal selama berbulan-bulan. Sinar matahari yang tidak dapat menembus atmosfer menyebabkan pendinginan global dan berakibat pada gagal panen di seluruh dunia.
Letusan Terdengar Hingga 800 km Jauhnya
Peneliti menceritakan letusan gunung Huaynaputina memuntahkan 12 km kubik abu vulkanik di langit dengan kekuatan tinggi. Bebatuan dan abu terbang di angkasa dan mulai jatuh ke Bumi dalam keadaan panas. Dengan mudah, material tersebut membunuh warga yang berada di sekitar.
Menewaskan Jutaan Orang
Jika Gunung Krakatau menewaskan 36.000 jiwa, maka Huaynaputina menyebabkan jutaan orang di seluruh dunia kehilangan nyawa mereka. Secara langsung, gunung yang berada di selatan Peru ini ‘hanya’ menewaskan 1.600 orang, namun secara tidak langsung menyebabkan kelaparan di seluruh dunia yang berakibat pada kematian jutaan orang di Eropa dan Asia.
Berbagai Tumbal Tidak Mampu Mencegah Letusan
Sekitar satu minggu sebelum letusan, seseorang mendengar suara dentuman dari bawah tanah dan asap keluar dari kawah Huaynaputina. Segera setelah mendapat laporan, kepala suku Quachea yang tinggal di kaki gunung bergegas mengirim berbagai tumbal mulai dari hewan ternak hingga gadis-gadis. Sayangnya tumbal-tumbal tersebut tidak bisa menghentikan kehendak gunung untuk memuntahkan lavanya.
Menyebabkan Kelaparan di Rusia
Abu vulkanik yang menutup langit di berbagai tempat menyebabkan sinar matahari tidak bisa masuk ke Bumi. Suhu di seluruh belahan Bumi mendingin dan berakibat pada gagal panen di berbagai tempat. Di Rusia khususnya, nyaris tidak ada hasil tani yang sukses dipanen. Mereka tidak bisa menghindari bencana kelaparan yang berlangsung hingga dua tahun kemudian. Bukan hanya Rusia, Jepang, Tiongkok, dan negara-negara Eropa juga harus merasakan dinginnya suhu saat itu hingga menyebutnya sebagai tahun tanpa musim panas. Panen anggur di Jerman terlambat sehingga produksi wine saat itu mengalami penurunan drastis.
Dianggap Sebagai Hukuman dari Tuhan
30 puluh tahun sebelum bencana, penjelajah Spanyol mulai menyebarkan agama katolik di Peru. Sebagian besar warga yang awalnya memuja dewa mulai berpindah agama dan meninggalkan ritual-ritual tradisional mereka. Mereka percaya Dewa yang pernah mereka puja marah dan memberi hukuman melalui letusan Gunung Huaynaputina.
Letusan Huaynaputina mungkin tidak sekeras Krakatau atau Tambora, namun dampak dari letusannya jauh lebih dahsyat dibandingkan dua gunung berapi di Indonesia tersebut. Sejarah mencatat belum ada letusan gunung berapi yang memiliki dampak lebih lama dan menjangkau daerah yang lebih luas daripada Huaynaputina. Saat ini Huaynaputina tidak menunjukkan aktivitas vulkanik apa pun, meskipun begitu menurut banyak orang gunung ini mungkin saja akan bangkit suatu ketika.